• Tidak ada hasil yang ditemukan

kan dak bisa dipaksakan. Kalau dipaksakan harus ada sementara para kandidat penerima itu sebenarnya dak terlalu membutuhkan atau enggan berparsipasi, hasilnya dak akan maksimal. Nan pengelolaannya bisa berantakan. Hasilnya bisa seper toilet umum biasa saja, bukan seper Sanimas yang konsepnya memang berbasis masyarakat dan menekankan juga parsipasi warga.

Bagaimana perkembangannya setelah pertama kali mengembangkan Sanimas? Apakah makin bersemangat?

Sejak pertama kali kami mengadopsi Sanimas, kami dak pernah putus, ap tahun selalu ada lokasi baru Sanimas di Surakarta. Begitu kami tahu dan melihat sendiri kalau Sanimas dengan konsepnya ini berhasil

dengan baik, kami sebenarnya ingin ngebut, islahnya itu ingin lari dan langsung banyak. Tapi teman-teman BORDA sendiri tampaknya kerepotan kalau langsung massal di satu kota, karena mereka juga punya banyak lokasi garapan lain, selain juga mungkin terkait dengan hambatan atau keterbatasan lainnya.

Surakarta sudah mengadopsi Sanimas dan sudah cukup banyak lokasi Sanimas di Surakarta. Apakah dengan itu Sanimas bisa dianggap memadai sebagai alternaf pemecahan persoalan sanitasi perkotaan di Surakarta?

Sanimas sebenarnya cukup baik sebagai solusi pemecahan persoalan sanitasi di perkotaan. Hanya

saja, seper yang sudah saya ungkapkan sebelumnya, cakupannya ini masih sporadis. Yang ideal

itu kan sebenarnya sistem pengolahan limbahnya itu berskala kota, di mana pipa-pipa dari rumah terhubung pada penampungan komunal, dan lalu dialirkan ke pusat penampungan. Itu baru berskala kota. Kita punya dua instalasi, tapi itu kan peninggalan Belanda dulu, dan itu pun masih belum ideal, terutama dalam soal coverage-nya.

Anda sendiri menilai apakah kota Surakarta sudah menganggap isu sanitasi sebagai sesuatu yang mendesak?

Saya kira iya. Kami juga sudah bekerja maksimal dan nggal publik sendiri yang menilai. Yang jelas, pada bulan Juni 2010, Surakarta akan menjadi tuan rumah Asia Pacific Minister’s Conference on Housing and Urban Development. Lokasi konferensinya itu di Hotel Sultan. Ini kami anggap sebagai salah satu apresiasi yang kami terima sebagai buk bahwa Surakarta dinilai punya semangat yang kuat dalam soal memecahkan persoalan urban, baik itu sampah, air minum maupun sanitasi.

Menurut Anda, lokasi Sanimas mana yang jadi unggulan di Surakarta?

Salah satu lokasi Sanimas di Surakarta akan menjadi salah satu lokasi field trip. Ya, semacam dipamerkan lah pada peserta yang datang. Tapi Surakarta bukan hanya Karangasem saja yang menarik Sanimas-nya, ada juga di kampung Kragilan, Kadipiro. Di sana adalah kampung yang mayoritasnya adalah para penyandang cacat. Di sebelahnya ada kampung para seniman. Mulanya hanya warga dari kampung penyandang cacat saja,

terlebih mereka memang membutuhkannya, karena bagi mereka tentu berat kalau ap hari harus bolak balik ke toilet

Kami jug

a

cuk

up t

er-

tarik k

arena

konsep pem

-

bia

yaann

ya

yang mul

sumber

BORDA

umum. Tapi pelan-pelan akhirnya beberapa rumah di kampung seniman pun ikut bergabung dengan pipa-pipa Sanimas.

Ketua KSM di Kragilan itu bahkan sering diundang untuk berbicara di banyak daerah, terakhir di Surabaya bersama saya juga. Dia sering diminta untuk menceritakan pengalamannya membangun solidaritas kolekf di lingkungannya agar bisa kompak dalam Sanimas, baik dalam pembangunannya maupun pengelolaannya setelah beroperasi. Dia diundang terutama untuk menyemanga warga-warga di tempat lain agar tertarik mereplikasi Sanimas di tempatnya masing-masing.

Apakah Sanimas bisa dianggap cukup berhasil mengubah perilaku warga, terutama dalam kesehatan lingkungan terkait sanitasi?

Sanimas ini bisa dibilang memang berhasil mengubah perilaku warga. Sepernya karena dari awal memang warga dilibatkan, bahkan diwajibkan untuk ikut

berparsipasi, kalau dak mau berparsipasi mereka dak mungkin terpilih untuk penerima Sanimas. Perubahan itu sudah terlihat sekarang. Dulu mungkin mereka buang air saja sembarangan. Sekarang mereka diwajibkan membayar pun tetap mau dan tetap berparsipasi. Itu kan perubahan yang dak sepele, apalagi bagi warga yang

sudah terbiasa buang air besar grasan dan sembarangan.

Apa pengalaman yang paling berkesan selama Anda terlibat dalam pengembangan Sanimas ini?

Saat sosialisasi di Kragilan itu kan rapat dak sekali, sering malam hari. Pernah saya ikut pertemuan warga sampai jam 1 malam. Banyak warga yang tetap antusias walau pertemuan sampai selarut itu. Ada seorang warga tuna netra, saya perhakan dari awal hanya duduk, diam dan manggut-manggut. Tapi ternyata saat ia berbicara, dia bagus kalimat-kalimatnya, pertanyaannya, juga usulannya. Itu tandanya dia mengiku pertemuan itu dari awal dengan penuh konsentrasi dan antusias. Ini cukup mengharukan buat saya. Tidak sering saya

menemukan hal seper itu. Biasanya ya warga kalau mau

ada pembangunan ya cuma diam dan menunggu saja. Ini

mungkin karena dari awal Sanimas sudah dirancang untuk pemberdayaan,

sehingga warga pun dari awal sudah menyesuaikan

dengan pola dan konsep ini.

Sanimas ini

bisa dibilang

memang

berhasil

mengubah

perilaku

warga

ZEN

Anda bergerak di wilayah Jawa Timur dan tahap ujicoba Sanimas yang terbanyak justru di Jawa Timur. Bisa diceritakan bagaimana keterlibatan Anda dalam pengembangan Sanimas di Jawa Timur?

Bina Ekonomi Sosial Terpadu (BEST) itu sudah berpartner dengan BORDA sejak lama. Jadi keka pada 2003 BEST dan BORDA terlibat dengan Sanimas, itu bukan hal baru. Saya sendiri memang menjadi pemimpin BEST untuk Jawa Timur. Jadi tentu saja saya sudah terlibat sejak tahap pilong atau ujicoba di enam lokasi awal di Jawa Timur.

Sejak awal tahap pilong, BEST sudah menyiapkan tenaga

fasilitator lapangan. Kami melakukan rekrutmen di kota yang di sana akan menjadi tempat uji coba pelaksanaan Sanimas. Arnya, ap fasilitator yang kami rekrut harus berasal

dari lokasi ujicoba. Ini penng supaya mereka dak perlu lama-lama mengenal medan. Mereka juga sedikit banyak sudah mengetahui situasi dan kondisi di lapangan, karakter masyarakat dan hal-hal lain yang akan susah dikuasai oleh fasilitator yang dak mengenal wilayah itu.

Sebagai pemimpin BEST di Jawa Timur, tentu itu bukan pekerjaan mudah, karena bukan hanya satu dua lokasi pembangunan Sanimas yang menjadi tanggungjawabnya, tapi banyak, terlebih setelah tahap ujicoba dianggap sukses. Bisa diceritakan apa saja yang dilakukan selain mengawasi lokasi-lokasi pembangunan Sanimas?

BEST memang menyediakan tenaga fasilitator lapangan yang bekerja sama dengan tenaga fasilitator dari masing-masing pemkot atau pemkab. Mereka berdua

yang menjadi fasilitator dalam proses pemberdayaan masyarakat. Fasilitator inilah yang menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah, juga antara masyarakat dengan LSM yang ditunjuk, baik itu BEST

atau BORDA atau BaliFokus untuk wilayah Bali. Jadi kami harus menyiapkan pelahan fasilitator

yang bisa menjawab kebutuhan dan kualifikasi fasilitator yang seper itu, dan kami juga yang melakukan rekrutmennya.

Tapi saya sendiri sebagai pemimpin BEST dak hanya mengurusi itu. Saya harus juga terlibat dalam

pertemuan dan lobi-lobi dengan para stakeholder di pemerintah. Tentu saja ini bukan lobi-

lobi polik, melainkan relasi kerja yang secara sadar memang dibangun untuk memperlancar koordinasi antara kita, pemerintah, fasilitator di lapangan sampai dengan warga.