paan, mengingat kontur tanahnya memungkinkan untuk itu. Sementara Instalasi Pengolahan Air limbah (IPAL) untuk limbah industri dibangun di dua lokasi yaitu di Pucuk Sari Utara dan Pucuk Sari Selatan. Sementara untuk IPAL Sanimas bagi limbah cair domesk dibangun satu buah di Pucuk Sari Selatan.
Untuk lokasi IPAL Sanimas sempat ada kendala terkait keadaan lahan. Karena lahan tak segera ditemukan, akhirnya IPAL Sanimas dibangun di badan jalan yang berada di Pucuk Sari Selatan. Pilihan menggunakan badan jalan juga dipicu oleh keadaan dana untuk menyewa atau membeli lahan.
Diperlukan waktu sekitar 4 bulan sampai akhirnya fasilitas Sanimas dan IPAL limbah industri bisa direalisasikan. Akhirnya, pada Februari 2004, IPAL in- dustri tahu tempe di Pucuk Sari Selatan diresmikan oleh Waliko- ta Denpasar yang diwakili oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Den- pasar bersamaan de ngan peresmian penggunaan sistem Sanimas.
Menurut Abdul Muk, peng urus kelompok Mekar Sari Jaya yang diberi tugas untuk mengelola Sanimas dan IPAL limbah industri, ada sekitar 155 KK yang rumahnya terhubung dengan Sanimas. Seap KK membayar iuran Rp. 5 ribu per bulan. Sementara iuran untuk IPAL limbah industri adalah Rp. 3 ribu per bulan untuk ap-ap pabrik.
Kelompok Mekar Sari Jaya menun-
juk Huda Nuryanto dan Slamet Riadi sebagai operator. Honor untuk opera- tor sebesar Rp. 300 ribu untuk IPAL dan Rp. 500 ribu untuk operator Sani- mas. Honor operator Sanimas lebih besar karena tugasnya lebih intensif. IPAL Sanimas harus sering dibuka, belum lagi jika ada penyumbatan dari pipa-pipa rumah. Faktor terakhir itu tentu terkait dengan perilaku warga yang kadang masih
sering mem- buang sampah- sampah padat ke saluran pipa Sanimas. “Sampai sekarang kadang masih ada sampah- sampah yang masuk ke IPAL Sanimas. Dari mulai pembalut wanita, spanduk, sampai kain-kain pel yang sudah dak terpakai. Itu yang kadang membuat saluran tersumbat,” ujar Huda.
Kenda demikian, manfaat dari Sanimas dan IPAL industri tahu tempe terasa dengan signifikan. Sejak fasili- tas Sanimas dan IPAL industri tahu tempe beroperasi, wajah kawasan Pucuk Sari berubah secara meyakin- kan. Yang paling terasa tak ada lagi bau yang menyengat seap hari. Kadang memang masih muncul bau, tapi itu pun hanya di musim hujan, dan waktunya dak lama. Semen- tara got-got di depan rumah pun mengering, paling dak debit airnya berkurang drass, sehingga halaman rumah warga pun menjadi relaf lebih bersih.
Tak hanya itu, warga juga sudah menghilang kan kebiasaannya buang
air sem- barang di sungai Lem- puyang. Ini terasa sangat signifikan menilik menurun- nya angka
muntaber atau diare di Pucuk Sari. “Dulu sering saya mendengar laporan warga terkena muntaber, sekarang sudah dak lagi, atau relaf jarang terdengar” papar Nyoman Sudarsana, Lurah di kelu- rahan Ubung.
Nyoman Sudarsana sendiri merasa berkat IPAL industru tahu tempe dan Sanimas, nama kelurahan Ubung terkena imbas posif. “Kami sudah biasa menerima tamu-tamu dari luar yang ingin studi banding atau sekadar berkunjung. Bukan hanya pejabat-pe- jabat daerah lain, tapi juga tamu yang merupakan pejabat nggi negara lain,” ujar Nyoman Sudarsana lagi.
Haji Ridwan, Huda Nuryanto dan warga Pucuk Sari lainnya kini bisa merasakan langsung perubahan kam- pungnya, dari kampung yang mulanya terkenal kumuh dan kotor, tapi kini malah menjadi kawasan favorit bagi siapa pun yang ingin melakukan studi banding mengenai pengelolaan lim- bah industri dan limbah cair domesk yang dikelola secara integral.
S
ejak program Sanimas masuk di kampungnya, Suyatmi merasa sangat lega. Ia tak harus beberapa kali dalam sehari menuntun suaminya pergi ke toilet umum yang letaknya agak jauh ap kali hendak buang air besar (BAB). Maklum, Kasmir Batubara, suaminya, adalah penyandang tuna netra.Semenjak program Sanimas diba- ngun, Suyatmi pun menjadi sa ngat terbantu. Tapi bukan Suyatmi saja yang terbantu. Banyak orang lain yang juga terbantu, mengingat kampung tempat nggal Suyatmi banyak dihuni oleh kaum difabel (different ability) atau orang yang memiliki kemam- puan berbeda, salah satunya faktor
kekurangan fisik. Bisa dibayangkan kesulitan yang harus me reka alami ap kali hendak BAB ke toilet umum yang letaknya jauh dari rumah.
Suyatmi nggal di kompleks peru- mahan Penca yang terletak di dusun Kragilan, RT/RW 02/04, kelurahan Kadipiro, kecamatan Banjarsari, Solo. “Penca” sendiri merupakan akronim dari “penyandang cacat” atau difabel. Memang, di pemukiman itu jumlah difabelnya cukup banyak. Di tahun 1980-an, jumlahnya mencapai hampir 75 persen.
Hal itu dak lepas dari keberadaan Rehabilitaon Centrum dan Yayasan Pembinaan Anak Cacat yang didirikan di Solo pada 1953 oleh Prof. Dr. Soe- harso. Mereka datang dari pelbagai
da erah di Indonesia dan banyak di antara mereka memilih tetap mene- tap di Solo, terutama mereka yang menikah dan berkeluarga di Solo. Dari situlah maka pemerintah kota Solo mem bangun kawasan perumahan
Penca pada awal 1980-an.
Mereka nggal di rumah berpe RSS dengan fasilitas sanitasi yang amat terbatas. Tidak banyak rumah yang memiliki jamban. Selain faktor ekonomi, juga keterbatasan lahan. Itulah sebabnya dibangun fasilitas toilet umum. Hanya saja, itu tentu menyulitkan bagi para difabel yang memang memiliki keterbatasan fisik.
Keka pada awal 2006 ada ta- waran untuk mengajukan diri sebagai kandidat penerima program Sanimas, warga pun sangat antusias menang- gapinya. “Saya terharu melihat antusiasime warga, mereka tetap tekun dan semangat mengiku rapat sampai malam,” kenang Ir. Adyaksa, Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Solo, yang waktu itu masih berdinas di lingkung an PU Kota Solo.
Sanimas untuk
Warga Difabel
ZENSetelah warga perumahan Penca dinyatakan terpilih sebagai penerima Sanimas, dimulailah tahapan-tahapan persiapan, seper menyiapkan rencana kerja masyarakat, mencari lokasi yang tepat, menentukan sarana teknologi yang akan digunakan, me- nyiapkan desain teknis, menentukan jumlah iuran, membentuk KSM serta menyiapkan rencana pelahan dan operasional.
Ada dua kejadian yang patut dicatat terkait tahapan persiapan itu. Pertama, penentuan lokasi. Karena lahan yang dicari dak tersedia, akhirnya disepaka lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) diba- ngun di badan jalan. Letaknya di bahu jalan yang agak menurun. “Pihak PU kota Solo langsung mengeluarkan izin penggunaan bahu jalan begitu dicapai kesepakatan itu,” kata Simanto, Ketua RT sekaligus Ketua KSM Tunas Hara- pan yang menjadi pengelola Sanimas.
Penggunaan bahu jalan ini mem- buat dana pembebasan lahan bisa digunakan untuk hal lainnya, teru- tama perbaikan fasilitas kamar mandi dan jamban di ap-ap rumah warga. Proses perbaikan fasilitas kamar mandi dan jamban sendiri dilaku- kan setelah pembangunan IPAL dan pemasangan sambungan pipa telah diselesaikan.
Kedua, terkait sarana yang dipilih. Saat diadakan sosialisasi mengenai pilihan sarana yang akan diguna- kan, termasuk penjelasan mengenai teknologi MCK Plus++, banyak warga yang keberatan, padahal itu baru pe- maparan opsi-opsi sarana saja. Bah- kan ada seorang warga difabel yang bersuara keras dan sempat berkata: “Kalau yang dibangun tetap MCK mending dak usah saja. Percuma, itu sama saja dengan yang kemarin- kemarin. Tahu sendiri kondisi kami seper ini, bagaimana kami harus jalan ke MCK?”
Atas permbangan itulah, juga mempermbangkan kontur tanah
yang memang dak rata, akhirnya sarana yang dipilih adalah perpipaan komunal. Dengan itulah, kini Suyatmi dan suaminya juga warga difabel lain- nya menjadi amat terbantu.
“Bukan cuma kami yang merasa sangat terbantu, sekarang pun kami lega kalau menerima tamu dari jauh, atau kalau ada saudara yang da- tang berkunjung. Kadang kami rikuh sendiri kalau ada tamu atau saudara menginap, tapi mereka harus berjalan kaki agak jauh ap mau buang air besar,” ungkap Suyatmi lagi.
Melihat keberhasilan program Sanimas ini, beberapa warga yang mulanya dak tertarik akhirnya memutuskan untuk bergabung. Kebe tulan di sebelah Perumahan Penca ada Perumahan Seniman yang mayoritas dihuni oleh para seniman. Beberapa warga di sana mulanya menolak, tapi akhirnya mereka pun bersedia mengiku Sanimas dan menghubungkan jamban di rumahnya dengan pipa-pipa yang akan mem- bawa limbah domesk rumah mereka ke IPAL.
Data terakhir menyebutkan ada 86 KK dan 365 jiwa yang terlayani oleh fasilitas Sanimas. Dibutuhkan 86 sambungan rumah dengan total sambungan pipa mencapai 446,8 meter. Seap KK diwajibkan memba- yar iuran sebesar Rp. 3 ribu per bulan. Ada rencana untuk menaikkannya menjadi Rp. 5 ribu per bulan, tapi kepasannya masih harus menunggu kesepakat an warga.
Sumiya sendiri ditunjuk sebagai petugas yang menarik iuran warga. Saat ditanyai adakah kesulitan dalam penarikan iuran, Sumiya menjawab masih ada beberapa warga yang kadang harus berkali-kali diingatkan mengenai kewajiban membayar iuran. Kenda demikian, secara umum, warga masih taat pada kese- pa katan bersama mereka sendiri untuk membayar iuran sesuai dengan yang sudah ditentukan.
Atas kesepakatan pengurus KSM pula ditunjuk Supardi HS sebagai ope- rator. Menurut pengakuan Supardi, yang sudah mengiku pelahan khusus sebagai operator Sanimas, ia dak terlalu sukar melaksanakan kewajibannya. Sesekali masih ada sumbatan di pipa sambungan rumah, terutama karena ketelodoran warga yang membuang sampah padat ke saluran.
“Pernah ada spanduk, pernah pula kedapatan ada tulang kaki sapi yang cukup besar. Ini membuat pipa sambungan rumah menjadi tersum- bat. Tapi ini mudah diatasi karena sistem perpipaan dari rumah ke rumah memudahkan kami mengon- trol dan mencari tahu dari rumah mana sampah-sampah itu berasal. Kami nggal memanggil warga yang bersangkutan dan menunjukkannya langsung,” urai Simanto yang kerap diminta membagikan pengalaman- nya dalam pengembangan Sanimas di berbagai forum yang terselenggara di banyak kota.
Ada juga problem terkait bau yang keluar dari IPAL, terutama pada pagi hari, sekitar jam 7 - 9 pagi. Percik sendiri sempat mendengar keluhan seorang pedagang terkait bau tak sedap ini. KSM sendiri sudah meng- upayakan pemecahannya dengan berkonsultasi pada m BORDA maupun m teknis dari Dinas PU. La- gipula, kenda masih kadang muncul bau, itu dak berlangsung seap hari dan seap jam, melainkan hanya di jam-jam tertentu saja.
Warga perumahan Penca dan sebagian warga Perumahan Seni- man kini sudah merasakan manfaat besar dari fasilitas Sanimas yang ada di lingkungan mereka. Yang terjadi di Perumahan Penca adalah contoh bagaimana sarana sanitasi pun bisa disusun dan dibangun
untuk melayani kaum difabel.
S
iang itu Rakhmat, operator bak penampung limbah warga, sedang duduk di beranda rumahnya sambil menghisap rokok kreteknya. Ia baru saja mengangkat kotoran plask, kertas, dan pasir dengan jaring dan sekop yang gagangnya dipanjangkan dari bak penampung limbah. Penampung induk yang dikelolanya itu adalah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) rumah tangga yang mengalir dari rumah warga.Sudah ga tahun lebih ia menjadi operator IPAL yang dikelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Layur Sehat yang berlokasi di Jl. Layur V/I RT. 20/RW 04, Minomartani, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. “Minimal satu minggu sekali saya membuka bak penampung untuk mengangkat kotoran selain kotoran rumah tangga dan manusia seper plask, kertas, pasir, dan lainnya,” ujarnya. Ia mengangkat kotoran itu dengan peralatan manual dari bak beton dengan kedalaman 3 meter. Tidak hanya mengangkat kotoran yang ia lakukan, termasuk juga datang dari rumah ke rumah yang lain memeriksa pipa pembuangan ap rumah. “Satu minggu sekali itu cukup, jika lebih nan membersihkannya agak repot,” paparnya lebih lanjut.
Selain itu ia juga, harus rajin mengecek debit air yang keluar dari hasil pengelolaan yang dibuang ke sungai. “Saya hanya disuruh, ada orang Amerika yang sedang
penelian di sini,”
ungkapnya.
Fasilitas Sanimas yang dikelola Rakhmat itu adalah teknologi Sanimas dengan pemipaan komunal. Limbah warga dialirkan ke tempat itu menggunakan pipa dari ap rumah. IPAL tersebut menampung limbah dari 70 kepala keluarga. Tiap rumah dipasangi dua pipa, pipa yang pertama untuk limbah buang air, dan pipa yang kedua untuk limbah yang lainnya seper bekas cucian, bekas air mandi, dan air bekas cucian piring. Di dalam IPAL inilah semua
limbah diolah, limbah nja akan lebur sedangkan limbah air akan dibuang ke sungai setelah mengalami penyaringan sebanyak sepuluh kali.
Kontur tanah di lokasi itu memungkinkan pengolahan dengan IPAL pipa komunal. Dengan bentuk kawasan yang kemiringan dan padatnya penduduk yang nggal di sana. “Ukuran rumah di sini rata 12 x 5 m2, hanya beberapa rumah dan
rumah saya yang pe 36 ada juga pe 21. Dan dari ukuran rumahnya saja bisa dilihat dak akan pernah ketemu