• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jim Woodcock*

Dalam dokumen PERCIK. Edisi Khusus. Media Informasi Ai (1) (Halaman 197-200)

DOK. PRI.

Pembelajaran

2003 dan proyek Sanimas 2004. Pada akhir catatan ini, beberapa pengukuran paska 2004 yang telah di mulai terutama untuk memastikan keberlanjutan juga ikut dijelaskan.

Status Program Nasional Sanimas Tahun 2009

Sanimas merupakan kependekan dari Sanitasi oleh Masyarakat. Program nasional ini memungkinkan pemerintah daerah mengidentifikasi dan menyedia- kan dukungan dana bagi proyek sanitasi berbasis masyarakat untuk masyarakat miskin yang didanai dari beragam sumber, termasuk penerima manfaat sendiri. Kebany-

akan skema Sanimas berupa sistem terpusat skala kecil/komunal dan MCK umum. Pada akhir tahun 2009, sebagai hasil dari uji coba, lebih dari 110.000 masyarakat miskin di 100 kota dan kabupaten pada 25 propinsi menikmati kondisi kesehatan dan kualitas hidup yang lebih baik. Lebih dari 1.000 pelaku dilatih dan setiap ta- hun sekitar 250 tukang, fasilitator dan tenaga ahli dipekerjakan. Setiap hari le- bih dari 8.000 meter kubik air limbah dari 19.000 rumah daerah padat pendu- duk tidak lagi mencemari lingkungan. Setiap bulan, jumlah pembayaran untuk pemeliharaan dan gaji operator Sanimas mencapai USD.17.000.

Evaluasi mandiri pada tahun 2009 menemukan bahwa intervensi Sanimas menghasilkan pengurangan signifikan penyakit berbasis sanitasi, praktek buang air besar sembarangan, dan peluang per- baikan kesempatan kerja. Anak-anak dapat bermain di ruang terbuka yang merupakan bagian atas dari tangki pe- ngolahan air limbah bawah tanah, dan sebagian wanita merasa untuk pertama kali dihargai privasinya ketika mandi di toilet umum. Pemberdayaan masyarakat Sanimas telah memungkinkan masya-

rakat miskin bekerjasama dalam pe-

nye dia an jenis layan- an jasa lainnya dan

menikmati untuk per tamakalinya berhubungan dengan pe- merintah daerah melalui organ- isasi berbasis masyarakat.

Ketidakpastian periode 1998-2003 membentuk Waspola dan Sanimas

Sanimas dikembangkan sebagai uji coba melalui proyek Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Ac- tion Planning (WASPOLA), diharapkan untuk membantu institusi peme rintah pusat mengembangkan kebijakan air minum dan sanitasi, dan dimulai tahun 1998, dengan sumber dana dari AusAID dan dilaksanakan oleh the Water and Sanitation Program-East Asia and Pacific (WSP-EAP), bekerja bersama dengan kelompok kerja air minum dan penye- hatan lingkungan lintas departemen. Sanimas dikembangkan setahun kemu- dian pada 1999.

Sampai 1998, praktek pembangun- an air minum dan sanitasi di Indone- sia dikembangkan dan dikoordinasi- kan dalam kondisi top-down dibawah kepemimpinan presidensial yang kuat,

sehingga kementerian kurang mempu- nyai rasa kepemilikan terhadap keber- ada an program/proyek. Kebijakan nasio- nal yang tersedia terbatas yang nyatanya hanya diperuntukkan sebagai kerangka kerja program pinjaman, dan batasan tanggungjawab yang tidak jelas sehingga terjadi persaingan diantara kementerian dalam mencapai target lima tahunan.

Pada tahun 1990, 31 persen pendu- duk Indonesia bertempat tinggal di dae- rah perkotaan, dan menurut perkiraan terkini proporsi penduduk perkotaan akan berkembang menjadi 60 persen pada tahun 2025. Sanitasi dipertimbang- kan sebagai tanggungjawab pemerintah daerah, sehingga program pembangunan perkotaan pemerintah pusat cenderung mengabaikan sistem pengolahan air lim- bah terpusat. Cakupan layanan sistem terpusat di Indonesia merupakan yang terendah di Asia Timur dan Tenggara. Lebih dari sebagian fasilitas pengolahan lumpur tinja telah tidak berfungsi dan kurang terpelihara, dan sebagian rumah tangga perkotaan masih membuang air limbah ke sungai, menyebarkan penya- kit berbasis air.

Krisis moneter Asia, devaluasi mata uang Rupiah, dan kemarau kerkepan- uk masyarakat dari beragam nerima an khir dari 10.000 00 kota propinsi ehatan dan h baik. Lebih n berhub merintah dae

Keban

yaaakkaannnn

skemmm

a

a

Saniiimm

a

asss

berupa sis

t

ssiisstttteeeemmm

terpusa

t

skala k

ecil/

terpusa

t

komunal dan

MCK umum

ZEN

jangan bersamaan dengan runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998, diikuti dengan pelaksanaan otonomi daerah pada tahun 1999 yang secara resmi dimulai pada tahun 2001, menghasil- kan pengurangan investasi infrastruk- tur publik terlebih sanitasi perkotaan, dan pemerintah pusat belum mampu menjalankan fungsinya sebagai fasilita- tor terhadap pemerintah daerah yang kurang berpengalaman.

Antara 1996 dan 1999, kemiskinan absolut meningkat menjadi 40 persen. Pengurangan program sanitasi perko- taan pada tingkat masyarakat terutama berdampak pada masyarakat miskin. Pada 2006, WSP-EAP menghitung bah- wa potensi kerugian ekonomi Indonesia sebagai akibat sanitasi yang kurang me- madai mencapai $6,3 juta atau sekitar $ 28 per kapita.

Desain Sanimas Berbasis Pembelajaran

Setelah runtuhnya struktur peme- rintah terpusat, kebijakan nasional baru harus dikembangkan melalui proses dia- log panjang diantara kementerian yang belum terbiasa dengan proses tersebut.

Sebuah kelompok kerja air minum dan penyehatan ling kung an lintas departe- men dikoordinasikan oleh Bappenas, yang terdiri dari Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Dalam Negeri, Kementerian Ling kung an Hidup, De- partemen Keuangan dan Departemen Kesehatan kemudian dibentuk untuk mewadahi proses dialog tersebut. Setelah melalui proses diskusi 3 tahun diantara lembaga donor, pemerin-tah daerah, pemerintah pusat, proyek, LSM, per- guruan tinggi, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya, sebuah konsensus disepakati tentang butir-butir kebijakan yang tertuang dalam Kebijakan Nasio nal Pembangunan Air Minum dan Penye- hatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, yang ditandatangani oleh 5 (lima) direk-

tur jenderal pada tahun 2003. Sanimas merupakan bentuk implementasi perta- ma dari butir-butir kebijakan tersebut.

Kebijakan menyerap 4 (empat) prin- sip Konperensi Dublin 1992 tentang Air dan Sanitasi, yaitu keterkaitan pemba- ngunan dengan perlindungan ekosistem, air sebagai benda ekonomi, pendekatan partisipatif pada tingkatan yang paling sesuai, dan partisipasi wanita dalam pengambilan keputusan.

Kebijakan nasional yang baru dan Sanimas didasarkan pada pembelajaran domestik dan mancanegara. WSP-EAP mempunyai banyak pengalaman dari Pilipina dan Vietnam. Perancang Sani- mas belajar dari proyek di Jawa Timur yang berkembang dari pengembangan fasilitas sanitasi spontan di sebuah desa di Malang ketika terjadi epidemik diare tahun 1985, dan para wanita meminta sanitasi yang lebih baik. Masyarakat merencanakan, membiayai dan mem- bangun sebuah tangki septik kecil yang dapat melayani seluruh desa. Terdapat juga pembelajaran dari proyek MCK yang dibantu oleh LSM pada dekade 1990-an, termasuk pemahaman bahwa sanitasi bagi masyarakat tidak berkelan- jutan, tetapi sanitasi oleh masyarakat berpeluang besar berkelanjutan. Perbe- daan selengkapnya lihat Tabel 1.

Setiap poin dalam kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat, termasuk prinsip Dublin, menjadi poin kunci dalam de- sain dan pelaksanaan uji coba Sanimas, membuat Sanimas sebagai

uji coba pertama kemung- kinan bekerjanya kebijakan nasional.

Tabel 1. Perbedaan antara Sanitasi bagi Masyarakat dan Sanitasi oleh Masyarakat

Sanitasi bagi Masyarakat Hasil Sanitasi Masyarakat

Proyek ditentukan oleh kebutuhan memenuhi target

Pekerjaan fisik untuk memenuhi target daripada kebutuhan setempat.

Waktu dan biaya dimanfaatkan untuk mencapai kesepakatan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan setempat. Hibah 100% untuk

pekerjaan fisik

Masyarakat menerima perencanaan yang dak memadai dan pekerjaan berkualitas rendah

Masyarakat berkontribusi tunai dan natura dan terlibat dalam pelaksanaan

Keterlibatan seminimal mungkin dari masyarakat

Masyarakat hanya mendengarkan dan menyetujui rencana dari instusi pelaksana tetapi jarang memiliki atau menjaga hasil pekerjaan

Keterlibatan masyarakat dalam seap aspek dan pelahan pengelolaan pekerjaan fisik

Pelibatan masyarakat dalam pemilihan teknologi dipandang terlalu kompleks

Masyarakat beranggapan pekerjaan menjadi tanggungjawab instusi pelaksana, bahkan setelah proyek selesai sekalipun.

Masyarakat diberi pilihan teknologi

Fokus pada toilet umum Kurangnya kepedulian terhadap penanganan lumpur nja

Memfasilitasi masyarakat menangani dampak efluen yang dak tertangani

Masyarakat dak dilah tentang prosedur penanganan operasi dan pemeliharaan

Pekerjaan fisik dihindari Perhaan diberikan kepada

instusi penanggungjawab operasi dan pemeliharaan

Instusi pemerintah pusat memilih teknologi

Kurangnya rasa memiliki Masyarakat dibimbing untuk

memilih teknologi

Prinsip Dublin

1. Pengelolaan sumber daya air yang efekf membutuhkan pendekatan terpadu yang menghubungkan pembangunan sosial dan ekonomi dengan perlindungan ekosistem. 2. Air mempunyai nilai ekonomi dalam semua bentuk pemanfaatannya dan seharusnya dikenali

sebagai benda ekonomi

3. Pengelolaan dan pembangunan air seharusnya didasari pada pendekatan parsipaf melibatkan pengguna, perencana, pengambil keputusan di seluruh ngkatan, dengan keputusan diambil pada ngkatan terendah yang paling sesuai

4. Wanita memegang peran penng dalam penyediaan, pengelolaan, dan perlindungan air, sehingga mereka seharusnya berparsipasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemanfaatan air.

Pendekatan Sanimas

Pendekatan Sanimas dimaksud- kan menolong pemerintah daerah meng arusutamakan sanitasi berba- sis masyarakat sebagai sebuah pilihan dalam masyarakat perkotaan miskin. Sanitasi masyarakat didefinisikan se- bagai pe ngumpulan, pengolahan dan pembu-ang an air limbah dan tinja. Sanimas mencoba mencari keuntun- gan dari beragam kerjasama perkotaan tradisional untuk menciptakan keter- libatan masyarakat dan perencanaan tanggap kebutuhan untuk memastikan tingkat keberlanjutan yang lebih baik. Pendekat an harus memenuhi tiga hasil yang sa ling berkaitan yang belum per-

nah dicapai sebelumnya secara ber-

samaan, yaitu:

A. Rasa Memiliki pada Semua Tingkatan Pemerintahan

Evaluasi terhadap program pemba- ngunan perkotaan nasional sebelumnya menemukan bahwa setiap kemente- rian mempunyai cara perencanaan, pe- mrograman dan pelaksanaan kegiatan masing-masing. Menjadi sangat sulit pada awalnya untuk memulai kerjasa- ma diantara institusi yang mempunyai sedikit pengalaman bekerjasama su- karela, tetapi jawabannya terletak pada semangat pokja, rencana yang dapat dijalankan, pertemuan berkala untuk penyelesaian masalah. Program Sanimas membutuhkan tidak hanya rasa memi- liki diantara institusi pemeriantah pusat, tetapi juga pada tingkat pemerintah

daerah, dan masyarakat.

B. Tingkat Keberlanjutan Tinggi Pada tahun 1980-an, hanya sekitar 70 persen fasilitas MCK yang dibangun melalui program perbaikan kampung ditemukan tetap berfungsi. Pada akhir 1990, di Jakarta, pemanfaatan MCK hanya sekitar 30 persen disebabkan faktor ketidaksesuaian lokasi, pengelo- laan tidak memadai, biaya konstruksi tinggi, dan biaya penggunaan tinggi. Rasio antara kegiatan perangkat keras dan perangkat lunak berbanding 90-10, atau 80-20. Tingkat keberlanjutan ting- gi dicapai melalui pekerjaan fisik yang efisien dan masyarakat yang bersepakat me ngelola dan peduli.

c. Memperkuat Keterlibatan Masyarakat

Walaupun partisipasi masyarakat te- lah menjadi komponen resmi program pembangunan perkotaan nasional; sejak 1990-an, evaluasi menemukan bahwa sebagian besar partisipasi masyarakat sangat terbatas dalam proyek skala besar dengan jangka waktu pendek. Sanimas didesain untuk merangsang keterlibatan masyarakat melalui fasilitator non pe- merintah. Keuntungan memanfaatkan non pemerintah bahwa LSM secara tra- disional membangun jembatan antara masyarakat dan pemerintah daerah. Ke- sulitan terbesar bahwa pemerintah pusat dan daerah tidak dipercaya oleh LSM, sehingga dibutuhkan membangun ke- percayaan melalui kerjasama. Dibutuh- kan penekanan pada proyek yang lebih mudah dipantau (100-400 keluarga) dan mengembangkan paket informasi, pen- didikan, dan komunikasi untuk PHBS dan pengelolaan sanitasi berkelanjutan. Masyarakat diberikan pilihan. Akhirnya, pemilihan masyarakat yang mendapat proyek ha rus melalui proses transparan, terbuka, kompetisi yang adil berdasar kriteria jelas dan mudah diverifikasi.

Terdapat tujuh tahapan pendekatan Sanimas 2003-2004, dan juga berlaku pada tahun setelahnya. Waktu tiap ta-

Tabel 2. Poin Kunci dalam Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat yang menjadi Acuan Pendekatan Sanimas

Kebijakan Nasional 2003 Desain/Pelaksanaan Sanimas

Air merupakan benda ekonomi dan benda sosial

Masyarakat mengembalikan air bersih ke lingkungan; tarif ditetapkan berdasarkan banyaknya pemakaian untuk operasi, dan pemeliharaan

Pilihan yang

diinformasikan sebagai dasar dalam pendekatan tanggap kebutuhan

Fasilitator menjelaskan sepenuhnya kepada masyarakat tentang semua pilihan teknologi dan finansial berikut implikasinya

Pembangunan berwawasan lingkungan

Air buangan memenuhi standar air limbah nasional; masyarakat dak membuang limbah ke lingkungan; LSM melah kader dan petugas pemerintah untuk memantau kualitas

Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Fasilitator menyediakan modul higinitas seper cuci tangan pakai sabun pada tahap penyiapan Sanimas.

Keberpihakan pada masyarakat miskin

Daerah pendapatan rendah menjadi target walaupun mungkin dak menjangkau daerah termiskin.

Peran perempuan dalam pengambilan keputusan

Fasilitator membantu masyarakat dalam pengambilan keputusan bersama (dalam prakteknya, istri memilih jenis teknologi, sementara suami terlibat pelaksanaan). Seringkali wanita bertemu terpisah dengan pria, sehingga suara wanita dak terdominasi oleh pria.

Akuntabilitas proses pembangunan

Penguatan masyarakat sebagai subyek dan bukan obyek; keputusan dasar dibuat oleh masyarakat. Seap peran dan kontribusi didiskusikan secara terbuka.

Peran pemerintah sebagai fasilitator

Pemerintah pusat dan daerah menyediakan bantuan teknis dan insenf dana pendamping, tetapi masyarakat mengambil peran penng dalam perencanaan, administrasi, pengelolaan. Dalam praktek, pemerintah dapat mempekerjakan konsultan yang diserfikasi atau LSM yang berkualifikasi mewakili mereka di lapangan.

Peran akf masyarakat Masyarakat berparsipasi dalam pemilihan teknologi, bentuk kontribusi, implementasi, pengelolaan, pemeliharaan.

Pelayanan opmal dan tepat sasaran

Pekerjaan fisik memenuhi standar emisi dan target yang ditetapkan masyarakat. Pelayanan opmal: terjangkau dan dapat digunakan oleh semua.

Penerapan prinsip pemulihan biaya

LSM membantu masyarakat membentuk dan memelihara fasilitas, sedaknya melalui biaya operasi dan pemeliharaan melalui tarif yang disepaka.

Dalam dokumen PERCIK. Edisi Khusus. Media Informasi Ai (1) (Halaman 197-200)