• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawasan Padat

Dalam dokumen PERCIK. Edisi Khusus. Media Informasi Ai (1) (Halaman 134-137)

jarak yang ideal antara sumber air dengan sepc tank, padahal ap-ap rumah punya,” ujar Tugiyono selaku ketua KSM Layur Sehat.

Sebelum adanya Sanimas, memang warga biasanya buang air besar di jamban, namun jarak tangki sepk antarrumah membuat air tercemar. Sedangkan limbah rumah tangga yang lainnya dialirkan lewat pipa menuju sungai yang berada dibawah kawasan kampung. Tidak jarang air limbah rumah menggenang di depan rumah, akibat pipa yang tersumbat atau rusak karena dak tertanam dalam tanah.

Baru awal 2006 warga mendengar adanya program Sanimas lewat sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sleman bekerjasama dengan LSM Borda, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Semenjak itu beberapa warga mengajukan keinginan, termasuk salah satunya Tugiyono. Tidak mudah mendapatkan bantuan itu banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak kampung Layur.

Apalagi di Sleman saat itu belum ada yang menerima bantuan Sanimas itu. Adapun persyaratan yang harus

dipenuhi warga, mulai pendirian KSM yang harus memiliki akta notaris, penyediaan lahan, dan dana pendamping. “Setahu saya di tempat lain dak banyak persyaratannya dari pada di sini, alasannya mereka menggunakan anggaran daerah, jadi seap penggunaan dana nan ada yang bertanggung jawab dan organisasinya resmi memiliki akta notaris,” kenang Tugiyono.

Pembentukan KSM dan penyediaan lahan sudah bisa dipenuhi, namun yang cukup lama adalah pengumpulan dana pendamping dari warga. “Ada sekitar Rp.15.000.000 dana yang terkumpul saat itu dan saya langsung setorkan ke Bank,” ungkap Tugiyono. Butuh waktu sekitar setahun untuk mengumpulkanya dari warga. Pihak KSM dan warga menyepaka ap kepala keluarga dikenai Rp.120.000 dan itu bisa dicicil selama setahun.

“Baru setelah dana terkumpul dari warga, pihak BORDA mengucurkan uang sebanyak 50 juta, pemerintah pusat 100 juta, Pemda Sleman 180 juta,” papar Tugiyono merinci keuangan pembangunan Sanimas. Bersamaan dengan itu ia diberi Surat

Keputusan (SK) sekaligus merangkap ketua pelaksana kerja.

Pembangunan IPAL dan semua instalasinya mulai dibangun sejak Agustus 2007 dan beroperasi Januari 2009. Tidak ada kendala dalam pembangunannya, karena pihak BORDA selalu mendampingi sampai pada bidang teknis pembuatan bak penampung dan pengolahnya. “Ada 5 bak saringan untuk nja dan 10 saringan untuk limbah cair, masing- masing diisi batu yang berbeda-beda dan jenis batunya khusus, ” ungkap Rakhmat menuturkan.

Setelah beroperasinya fasilitas sanitasi itu, kini lingkungan di Layur, Minomartani tampak asri dan hijau saat dikunjungi Percik. “Bahkan nyaris dak ada air yang tergenang, kecuali saat hujan, itupun akan cepat kering,” jelas Tugiyono. Pengurus KSM pun masih memberikan sosialisasi akan pembuangan limbah yang dibuang pada pipa pembuangan.

Saat ini warga sudah membuang sampah pada tempatnya. Bekas minyak gorengpun dilarang untuk dibuang lewat pipa pembuangan tapi dibungkus plask dibuang ke bak sampah. Tugiyono menambahkan,

“Hal-hal semacam itu tetap kami informasikan pada warga. Jangan juga buang kertas, plask, dan yang lainnya. Jadi sekarang lingkungan kami sekarang bersih.”

Anak-anak juga dak luput dari informasi itu. Anak juga dilarang bermain ke sana. Harus operatornya yang boleh membuka. Takutnya anak membuka penampung dan nyemplung, itu berbahaya,” ungkap Tugiyono sambil tertawa ringan.

Kini masyarakat RT 20/RW 04, Layur, Ngaglik, Sleman sudah bisa

menikma hasil dari Sanimas. Warga hanya mengeluarkan uang sebesar Rp.5.000 per kepala keluarga. Uang tersebut ditarik oleh pengurus KSM Layur Sehat untuk kebutuhan operasional bulanan dan upah tenaga operator sebesar Rp.250.000. Ada Rp.350.000 dana yang terkumpul ap bulannya, sisa biaya operasional disimpan sebagai kas. “Kalau ada kerusakan, saya

nggal mengumpulkan masyarakat dan memberitahukan

kerusakan dan kebutuhannya. Biar masyarakat yang urunan berapa biaya untuk perbaikannya,” tutur Tugiyono.

Sisa biaya operasional disimpan digunakan untuk biaya yang lain. Tiap dua tahun sekali limbah yang sudah lebur disedot dengan mobil tangki penyedot limbah. Untuk lokasi IPAL KSM Layur Sehat membutuhkan empat tangki dalam pengurasannya. Biaya yang dikeluarkan ap tangki sebesar Rp.200.000.

Saat ditanyai apakah susah dalam penarikan uang operasional pada

warga, Tugiyon mengatakan, “Tidak susah narik iuran itu. Ini bukan perkara sadar atau dak, namun karena sudah menjadi kesanggupan sejak awal. Kalau dulu dak sanggup

dak akan memberikan. Sanggup diberikan, berar sanggup untuk membuat dan sanggup untuk memelihara. Semuanya itu semuanya dari warga.” Pihak Pemda, BORDA dan Instansi terkait lepas tangan, Sanimas memang harus benar-benar dikelola masyarakat.

Sedangkan bagi Rakhmat selaku operator merasa belum ada permasalahan berar hingga saat ini. Bau dari IPAL itupun dak tercium saat Percik berkunjung ke lokasi. “Kalau musim hujan karena airnya lebih, air dari bak dak terbuang ke sungai dan dak ada jarak pipa dengan air sungai, dan baunya hanya sekitar itu saja. Jadi pipa harus benar- benar menyatu dengan air sungai,” ungkapnya.

Selain menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang lingkungan, Sanimas IPAL pemipaan terpadu di Desa Minomartani itu juga mendapatkan prestasi sebagai Best of The Best untuk Sanimas dalam lomba Green and Clean Yogyakarta 2009. Sebelumnya tahun 2008 sebagai pemenang kedua di bawah Sanimas yang berlokasi di Godean. Ini buk nyata warga dalam mengakali

lahan sempit dan padat penduduk. “Memang untuk mencapai itu semua, problem utama yang harus diatasi adalah masalah sanitasi,” simpul Tugiyono.

ISLAH

U

murnya belum lagi dua tahun, tapi ia sudah lincah berlari-lari. Dengan celana pendek berwarna hijau dan kaos puh bergambar, ia berpose dengan sangat percaya diri saat Percik mengarahkan lensa kamera ke wajahnya. Ia menguncupkan jari-jari di kedua tangannya lalu meletakkannya di dekat bola

matanya, seper sedang mengenakan kaca mata. Ia melompat-lompat dengan kedua kakinya tepat di atas besi yang menjadi penutup lubang bak Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) milik fasilitas Sanimas di Gang Segina, Pemecutan Kelod, Denpasar.

Ibunya duduk mengawasi dari jarak dak begitu jauh, sembari duduk di depan sebuah kios kecil yang menjual kebutuhan rumah tangga. Tak terlihat ada kekhawaran anaknya akan terperosok pada IPAL yang isinya penuh dengan nja itu. Sementara dua anak lain dengan gesit melaju di atas sepedanya, juga melintasi besi-besi bundar yang menjadi lubang penutup IPAL.

“Dulu kami sempat khawar, termasuk juga saya, apakah IPAL yang ditanam di bawah jalan itu bisa aman? Khawar kalau ada kendaraan yang anjlok atau anak-anak yang akan terperosok,” kata ibu sang anak tadi.

Tapi kekhawaran itu makin

lama makin menghilang. Sejak Januari 2006, saat fasilitas Sanimas dengan sarana perpipaan komunal yang bermuara di IPAL yang berada di badan jalan itu diresmikan, tak pernah ada masalah dengan keamanan atau kekuatan IPAL dalam menahan beban yang lalu lalang di atasnya. Jangan heran jika para ibu tak pernah khawar anak- anaknya berlarian atau bermain di atas IPAL itu, tanpa ada sedikit pun kekhawaran anak-anaknya akan terperosok seper halnya kerap terdengar anak-anak lain terperosok tangki sepk yang rapuh.

Dinas Pekerjaan Umum, Denpasar, sendiri dak keberatan jika badan jalan itu ditanami bangunan IPAL. Situasi dak memungkinkan menggunakan lahan lain karena seper halnya di kawasan padat di perkotaan, masalah yang biasanya muncul adalah lahan. Ini juga terjadi di Gang Segina. Mereka sudah melakukan inventarisasi lahan, mencari kiranya ada lahan yang bisa digunakan. Hasilnya ternyata nihil. Lahan yang bisa digunakan hanyalah badan jalan. Akhirnya, disepaka bahwa lahan yang digunakan adalah badan jalan.

Dengan segera surat permohonan menggunakan badan jalan sebagai lokasi IPAL diajukan kepada Dinas Pekerjaan Umum (PU) setempat.

Dinas PU sendiri memberikan

tanggapan yang cepat dan akomodaf dalam membicarakan apa saja yang diperlukan dalam perijinan. Salah satu yang akhirnya harus dipenuhi adalah konstruksi IPAL harus kuat menahan beban karena itu tetap akan digunakan sebagai jalan.

PU meminta agar lokasi IPAL di badan jalan itu tetap bisa menahan beban minimal 10 ton. Soalnya memang jalan itu akan digunakan lagi setelah IPAL ditutup dan Sanimas sudah beroperasi. BaliFokus lantas membantu menyiapkan rancangan

Sebuah

Gang

Dalam dokumen PERCIK. Edisi Khusus. Media Informasi Ai (1) (Halaman 134-137)