• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIDUP DALAM GEREJA

Dalam dokumen SPIRITUALITAS FUNDAMENTAL Diktat docx 1 (Halaman 36-38)

4 “SEQUELA CRUCIS” SEBAGAI PENDERITAAN YANG DITERIMA

V. HIDUP DALAM GEREJA

1. GEREJA SEBAGAI LINGKUNGAN VITAL IMAN

Misteri autorivelasi dan sejarah keselamatan Allah dengan manusia selalu dibuka dan dikembangkan terhadap lingkungan vital Gereja yang lebih luas. Dalam hidup dan iman, kita selalu ditopang oleh "perhimpunan para kudus", pendahulu kita dalam iman, dan juga oleh saudara dan saudari

kita sekarang ini yang bersama-sama dengan kita sama-sama percaya. Tetapi Gereja ini, yang telah memungkinkan kita beriman, dan yang telah membantu kita untuk percaya, punya kesulitan juga dalam ordo iman: bersama dengan kesaksian Gereja itu yang menguatkan kita, terdapat juga kelemahannya, yaitu sebagai Gereja pendosa. Cinta Allah dalam Yesus Kristus dan kebebasan vital dalam Roh tidak hanya disaksikan dan diberi melalui Gereja, tetapi juga dan selalu diberi oleh Gereja itu sendiri.

Sabda rivelasi Allah selalu dialamatkan kepada manusia secara keseluruhan, bukan sebagai individu-individu, tetapi sebagai bangsa, bangsa Israel, dan yang lebih luas lagi, yaitu umat Allah seluruhnya, yang adalah Gereja. Dan Sabda inilah yang selalu memanggil dan mendorong manusia dalam umat Allah untuk membimbingnya semua secara bersama-sama menuju kepenuhan. Dari dulu, Allah selalu menyatakan rencana keselamatan-Nya tidak hanya dengan orang-orang tertentu yang dipilih secara individu, tetapi juga, melalui orang-orang tertentu itu, Ia menghimpun dan membimbing, membangun dan memurnikan seluruh umat-Nya. Inilah kehendak Allah yang dinyatakan dalam umat-Nya, dalam Gereja.

Asal usul timbulnya Gereja ini terjadi karena panggilan Allah sendiri, penyatuan dalam Kristus, dan aksi penghidupan dalam Roh Kudus. Dan ini terjadi tidak hanya pada saat awal, tetapi juga dalam proses pertumbuhan Gereja itu dalam sejarah perjalanan hidupnya, hingga sampai pada kepenuhannya, yaitu dalam misteri Trinitas Allah. Karena pertumbuhan itu, maka Gereja juga terbuka pada pembaharuan. Gereja adalah creatura Verbi, yaitu yang dicipta dan diatur oleh Sabda Allah, dihidupkan dan dimurnikan dari keadaannya yang berdosa melalui Roh Kudus dan Pengudus.

Dalam spiritualitas ekklesial ini terdapat juga aspek natural antropologis sosial yang terkombinasi. Anggota Gereja itu adalah manusia yang juga punya kekuatan human dan sosial. Sekaligus Gereja itu diterangi juga oleh kedalaman misteri keselamatan. Jadi sisi atau dimensi teologis juga melengkapi sisi sosial-antropologis Gereja itu yang tidak saling menciutkan satu sama lain. Visi teologis dan spiritual diterima dalam aspek human yang tersusun menjadi spiritualitas gerejani. Semua aspek ini selalu ada; spiritualitas gerejani tidaklah memistifisir aspek human menjadi teologis dan spiritual.

2. UMAT ALLAH: KOLLEKTIVITAS YANG LEBIH LUAS

Dalam Lumen Gentium Gereja disebut sebagai "umat Allah". Ini hendak menunjukkan bahwa dalam Gereja ada suatu kollektivitas yang lebih luas, yang tidak dapat hilang begitu saja karena perbedaan pelayanan masing-masing anggota yang ada di dalam Gereja itu. Dengan perbedaan kharisma dan pelayanan, semua umat Allah dalam Gereja adalah satu. Semua orang beriman dalam gereja ambil bagian dalam karya dan pelayanan Kristus. Seluruh orang beriman dalam Gereja telah menerima berbagai bentuk pelayanan dari Kristus. Dari fungsi yang berbeda-beda dalam Gereja, muncullah tugas yang berbeda-beda pula. Tapi ini tidak mengurangi kollektivitas yang lebih luas dalam Gereja itu. Semua orang kristen bertanggungjawab secara aktif untuk menyebarkan iman, tidak sebagai pendengar yang passif, tetapi ambil bagian secara aktif, bersama dengan seluruh umat Allah.

Pelayanan profetis Kristus diungkapkan dalam dan melalui kharisma-kharisma yang terdapat dalam umat-Nya, untuk menyebarkan Sabda Allah. Tanggungjawab pastoral dalam Gereja tidak dapat dibatasi hanya pada para imam, tetapi semua umat Allah menerima tanggungjawab itu. Semua umat Allah dalam Gereja sama-sama bertanggungjawab atas pelayanan pastoral ini. Inilah tanda kollektivitas umat Allah dalam Gereja. Dan di sinilah nampak bahwa Gereja adalah umat Allah. Dan dengan ini pula diperluas ide atau konsep Gereja sebagai "Tubuh Kristus".

3. UMAT ALLAH: GERAKAN DAN KETERBUKAAN HISTORIS

Gereja yang bergerak dan terbuka juga telah memperluas konsep Gereja sebagai "Tubuh Kristus". Dengan ini Gereja telah masuk dalam sejarah keselamatan yang lebih luas, dan yang telah dipilih oleh Allah sebagaimana Ia telah memilih bangsa Israel sebagai bangsa-Nya. Karena itu, Gereja sebagai umat Allah menggemakan dinamisme keluaran dari Mesir. Gereja itu bergerak, berjalan, keluar dari kesempitannya pada kebebasan. Gereja sebagai umat Allah terbuka dan mobil. Gereja adalah umat Allah yang berziarah menuju kepenuhan eskatologis. Karena itu, semua umat Allah, tanpa kecuali, ambil bagian untuk memperlancar perjalanan Gereja itu, bukan untuk memperlambatnya.

Keterbukaan Gereja ini sebagai "umat Allah" terarah juga pada arah yang lain. Sekarang, dengan istilah "umat Allah", maka Gereja itu menunjuk pada suatu komunitas yang lebih luas, yaitu dengan Gereja lain, yang kristen dan juga yang non kristen. Dengan ini Gereja adalah komunitas besar, yang meliputi seluruh umat manusia. Gereja merangkul semua orang, tidak dibatasi oleh waktu, daerah, suku, bahasa, dan sebagainya. Inilah pengertian Gereja sebagai umat Allah yang tidak terbatas pada Gereja katolik Roma. Sebagai umat Allah, semua adalah saudara dan saudari, sebagai anak-anak Allah, secara universal.

4. UMAT ALLAH: STRUKTUR YANG DIDINAMISIR

Gereja sebagai umat Allah terdiri dari berbagai anggota dengan kharisma dan tugas yang berbeda- beda. Bertolak dari komunitas basis, kharisma dan tugas itu perlu diatur secara dinamis. Dengan tugas dan tahbisan khusus para imam, nampaknya Gereja itu terpusat pada pemerintahan gerejani. Tapi ini harus semua berdasar pada komunitas basis yang dapat diorganisir dan diatur, agar semua anggota Gereja itu benar-benar berfungsi sesuai dengan kharismanya. Baik awam maupun imam, semua sama-sama bertanggungjawab dalam perjalanan Gereja itu. Pengaturan tugas dan kharisma itu tidak berarti sentralisasi pada pemerintahan Gereja itu. Gereja adalah komunitas basis yang anggota-anggotanya punya martabat yang sama.

Dalam dokumen SPIRITUALITAS FUNDAMENTAL Diktat docx 1 (Halaman 36-38)