• Tidak ada hasil yang ditemukan

PASKAH KRISTUS MEMPERSATUKAN SEMUA

Dalam dokumen SPIRITUALITAS FUNDAMENTAL Diktat docx 1 (Halaman 62-67)

4 “SEQUELA CRUCIS” SEBAGAI PENDERITAAN YANG DITERIMA

B. JALAN-JALAN ROH

II. DOA INJILI 1 SABDA DAN DOA

4. PASKAH KRISTUS MEMPERSATUKAN SEMUA

Jadi Paska Yesus “memenuhi” (melaksanakan) obyek akhir Perjanjian dengan Abraham dalam tradisi Jahwist, yang sekurang-kurangnya Kitab Putra Sirakh dan Septuaginta (LXX) menterjemahkan demikian: “Karena itu Tuhan berjanji dengan sumpah, bahwasanya segala bangsa akan mendapat berkat oleh keturunannya” (Sir 44,21). Tradisi Jahwist menyatakan bahwa melalui Abraham dan keturunannya seluruh kemanusiaan diberkati. Bisa jadi bahwa ada gema janji ini, yang tentu saja terlambat, dalam bagian akhir Mateus: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mt 28,19-20). Tetapi bagaimanapun juga dengan teks terakhir ini (teks Mateus ini), jelas -- dan dengan kitab Kisah Para Rasul sendiri menyatakan itu dan demikian juga sama dengan Surat Paulus kepada umat di Roma bab 9-11 -- bahwa Keselamatan yang dibawa oleh Kematian-

Kebangkitan Kristus menandakan (mengisyaratkan; menunjukkan) masuknya seluruh bangsa (dan bahkan anggota-anggotanya) dalam rahmat yang dinantikan, dipersiapkan, diwartakan dan dimohonkan oleh orang Israel (“ingatlah, ya Tuhan”) sebagai “privilege”-nya. Jadi Keselamatan itu adalah kesatuan semua orang dengan orang Israel Allah.

Cyrillus dari Alexandria juga, dalam komentarnya pada Surat kepada orang di Roma, mengungkapkan hubungan dengan orang Israel ini dengan cara sedemikian sehingga juga merangkum dengan sangat baik pandangan-pandangan patristik ini.

a. KESATUAN YANG TERBUKA BAGI YANG LAIN

Sangat fundamental kalau poin ini dimengerti dengan baik. Di sini disingkapkan seluruh kedalaman Keselamatan paskal. Diselamatkan tidak begitu saja berarti luput, entah secara individual atau secara grup, dari hukuman akan “manusia lama” (Kol 3,9; Ef 4,22) atau dari “dunia”, dunia sebagaimana dimengerti oleh tradisi Yohanes (Yoh 1,10; 7,7; 12,31; 14,30; 15,18.19; 16,11; 17,14). Diselamatkan berarti masuk dalam buah kemurahan Allah yang, sejauh gratis anugerah-anugerah-Nya, telah menginginkan bahwa Keselamatan ini terlaksana melalui kewajiban “bagi orang lain”, yakni Umat Allah, yang dengan mereka Ia telah mengadakan perjanjian sejak fajar zaman. Sesungguhnya “privilege” orang Israel (privilege untuk diselamatkan) serentak terjadi dengan missinya. Drama hidup hidup (yang ngeri dan menyedihkan) sebagian orang Yahudi ialah ketidak-mengertian (mereka tidak mengerti) akan rencana (keselamatan) Allah ini dan, sejak awal evangelisasi -- seperti ditunjukkan oleh kitab Kisah Para Rasul (Kis 15,1.5: tentang sunat) -- tidak diterimanya oleh mereka keterbukaan “kepada orang lain” itu. Dan drama (yang ngeri dan menyedihkan) sejumlah besar orang kristen ialah kalau melupakan bahwa Paska Kristus berakar dalam orang Israel. Jadi pengakaran ini pada “suatu Bangsa / Umat yang terarah bagi orang lain” itulah juga yang menjadi suatu dimensi konstitutif dan essensial Keselamatan kemanusiaan. Keselamatan ini mencipta kembali umat manusia dalam solidaritasnya, yang telah terpencar-pencar berkeping-keping dari apa yang dilukiskan oleh Kitab Suci, yakni khususnya (teristimewa) mengenai drama hidup Menara Babel; hybris yang telah merusak kesatuan dengan Allah (Kej 3,5; 11,1-9).

b. KELAHIRAN GEREJA SEBAGAI REKONSILIASI UNIVERSAL

Anugerah paskal Roh Kudus melahirkan Gereja. Gereja ini adalah Gereja Allah, Ecclesia tu Theu (Kis 20,28; 1Kor 1,2; 10,32; 11,16.22; 15,9; 2Kor 1,1; 1Ts 2,14; 2Ts 1,4; 1Tm 3,5.15) yang telah dipersiapkan-Nya sejak awal dunia. Akar-akarnya ditanamkan pada asal-usul Perjanjian sendiri. Dan di dalamnya (di dalam Gereja itu) terrealisir perlindungan (pengawasan) Allah: menunggangbalikkan situasi tentangnya peristiwa Menara Babel hanyalah merupakan suatu simbol dan yang telah menyingkapkan drama Kain dan Abel. Para Bapa Gereja menginterpretasikan fakta ini dalam arti bahwa pada hari Pentekosta setiap orang mendengar para Rasul berbicara dalam bahasanya (bahasa setiap orang itu) sendiri (Kis 2,5.11): Gereja adalah “sacramentum” rekonsiliasi human universal. Dan Surat pertama Yohanes menampilkan sejarah Kain untuk membuka (mengawali) exposisi (pemaparan)-nya yang panjang lebar mengenai Agape (1Yoh 3,12-24).

c. TERHIMPUN DARI PUTRA-PUTRI PERJANJIAN DAN ORANG-ORANG KAFIR

Sesungguhnya kalau qualitas Dia yang menghimpun orang banyak dalam diri-Nya, dalam anugerah Roh, adalah essensial bagi kodrat kesatuan (communion), itulah juga qualitas komponen- komponen orang banyak itu sendiri. Maka, kalau dilihat ke seluruh Perjanjian Baru, sekalipun dengan perbedaan-perbedaan yang mendalam mengenai pandangan akan pahala bagi orang-orang Yahudi yang tidak menerima kesaksian apostolis atas kemesiasan (messianitas) Yesus, orang kebanyakan (yang terhimpun itu ) terdiri, seperti sudah disebut, dari dua grup. Dari identitas masing-masing grup ini tergantung qualitasnya.

Orang kebanyakan (yang terhimpun itu) terutama terdiri dari “putra-putri para nabi dan putra-putri Perjanjian yang berakhir dengan para Bapa bangsa” (Kis 3,25: “Kamulah yang mewarisi nubuat-nubuat itu dan mendapat bagian dalam perjanjian yang telah diadakan Allah dengan nenek moyang kita, ketika Ia berfirman kepada Abraham: Oleh keturunanmu semua bangsa di muka bumi akan diberkati”), “orang- orang Israel yang kepada mereka termasuk bagian mereka: anak angkat (adopsi), kemuliaan, perjanjian- perjanjian, hukum-hukum (Taurat), ibadah, janji-janji dan para Bapa bangsa” (Rom 9,4: “Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji”), “mereka yang sudah sejak awal sudah percaya dalam Kristus” (Ef 1,12: “supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaanNya”), jadi semua, baik pria maupun wanita, berasal dari Umat Perjanjian Antik (Lama) (bukan Perjanjian Lama = Testamentum).

Tetapi, selain itu, terhimpun juga “bangsa kafir” (Kis 10,45), “tunas luar (semacam pohon zaitun di hutan) yang dicangkokkan pada (di antara) dahan-dahan (cabang-cabang) zaitun yang masih hidup” (Rom 11,17: “Karena itu apabila beberapa cabang telah dipatahkan dan kamu sebagai tunas liar telah dicangkokkan di antaranya dan turut mendapat bagian dalam akar pohon zaitun yang penuh getah, ...), “mereka yang membawa tanda kekafiran dalam daging mereka ... yang waktu itu tanpa Mesias (Kristus), tidak mempunyai hak kewargaan Israel, tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia” (Ef 2,11-12: “Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu -- sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya “sunat”, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, -- bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia”), yang “dulu bukan Umat Allah” (1Ptr 2,10), jadi ketika (sejauh) termasuk pada dunia orang-orang kafir: cukup tersebar luas, sebagaimana seturut tradisi Yahudi, bagaimana kemanusiaan dibedakan (dibagi) antara putra-putri Perjanjian dan orang-orang pagan (kafir). Karena itu, orang banyak (umat manusia) yang membentuk kesatuan (koinonia) kristen, karena iman Umat Allah, adalah totalitas (keseluruhan) dunia human.

d. KESATUAN YANG DIRIUNIFIKASI

Tetapi di sini juga perlu segera (cepat) membuat persis ungkapan yang baru dirumuskan itu. Totalitas dunia human itu tidak dimaksudkan sebagai totalitas sebagaimana adanya. Tetapi yang dimaksudkan ialah totalitas dunia ini sejauh diriunifikasi. Siapa yang menghimpunnya dalam kesatuan (unitas)-nya ialah Kristus Yesus, yang tentang Dia tradisi Yohanes, dalam konteks besar, mengukuhkan bahwa Dia mati “untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai berai” (Yoh 11,51-52). Kesatuan yang dimaksudkan ialah kesatuan sejauh dibentuk kembali, jadi suatu kesatuan yang “baru” (kaine).

e. DARI DUA MENJADI SATU

Surat kepada orang di Efesus, yang kemungkinan besar ditulis untuk mengoreksi suatu situasi yang tegang, masuk lagi lebih mendalam dalam kodrat kesatuan yang “baru” itu ketika diterangkan (oleh surat itu) bahwa kesatuan yang dimaksud ialah kesatuan yang berasal dari rekonsiliasi kemanusiaan dan salib. Dalam hal ini tembok pembagi dan pemisah kemanusiaan kita dalam dua blok yang tidak dapat ditembus oleh yang satu dengan yang lain sudah dihancurkan. Affirmasi-affirmasi tentang hal ini dalam Surat kepada orang di Efesus sangat kuat. Mereka “yang dulu jauh kini sudah menjadi ‘dekat’” (Ef 2,13); “dari dua realitas telah dibuat menjadi satu realitas saja” (Ef 2,14); dari dua bangsa (Yahudi dan kafir) telah diciptakan dalam diri-Nya menjadi satu bangsa saja”, bangsa yang baru (kainos)” (Ef 2,15); Dia telah mendamaikan (rekonsiliasi) keduanya dalam Allah menjadi satu tubuh saja” (Ef 2,16); “dalam (dengan) salib Ia telah menghancurkan kebencian (perseteruan)” (Ef 2,16: “Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu -- sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya “sunat”, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, -- bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang “jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat”, karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa. Demikianlah kamu bukanlah orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh” [Ef 2,11-22]). Kebencian (perseteruan) ini jauh lebih kuat dari pada interpretasi nakal akan Hukum dan bahkan telah membuatnya menjadi alatnya sendiri (Ef 2,11.15). Gereja -- “keluarga Allah”, “kediaman Allah”, “bait Roh Kudus” (bdk 2,18-22) -- karena karya Kristus, adalah komunitas yang tersusun dari anggota yang dulunya terpisah / tercerai-berai atau yang biasanya tercerai-berai, tetapi yang kini hanyalah merupakan “satu realitas saja”, satu kesatuan. Hubungan ini yang tercipta dari status keterpisahan adalah essensial bagi keberadaan Gereja yang mendalam. Gereja ini adalah komunitas yang

terdiri dari orang banyak, karena dan dalam Kristus, tidak lagi terpisah. Karena itu, kalau dikatakan “orang kristen terpisah”, ini adalah contradictio in terminis.

f. KESATUAN DALAM KEBERBEDAAN

Tetapi kesatuan “baru” yang dipaparkan oleh Surat kepada orang di Efesus ini bukanlah suatu kesatuan sebagai suatu peleburan (pembauran), bukanlah suatu kesatuan yang menghilangkan genus tertium di mana orang Yahudi dan orang kafir kehilangan perbedaan (kekhasan) mereka. Kesatuan yang dimaksud ialah suatu komunitas di mana rekonsiliasi akhirnya menemukan kebesarannya dalam fakta bahwa mereka diperdamaikan (rekonsiliasi) dengan tetap tinggal berbeda antara yang satu dengan yang lain, grup yang satu tidaklah diserap (dilebur) oleh grup yang lain; kedua grup itu tidaklah diserap (dilebur) dalam suatu realitas di mana keduanya dilebur; bukan digiling (ditumbuk, dihancurkan) untuk menjadi suatu entitas yang sama sekali baru (neos). Di samping itu, sejarah generasi kristen yang pertama, sejak adanya missi kepada orang-orang kafir, menjelaskan bagaimana Gereja Yudeo-kristiani dan Gereja kekafiran menghidupi iman yang sama atas cara yang berbeda. Tradisi Yohanes nampaknya merupakan suatu teks khusus (istimewa) mengenai koesistensi (kebersamaan hidup) dan mengenai problem ditempatkannya pada koinonia. Rekonsiliasi berjalan dengan derap langkah yang sama dengan pemeliharaan karakteristik sendiri dari setiap (masing-masing) grup; rekonsiliasi itu cepat menjadi “katolik”.

Bahkan, ketika penulis Surat kepada orang di Efesus meneruskan refleksinya mengenai gambaran konstruksi dan bait kudus, dinyatakan (dikukuhkan) secara implisit bahwa seluruhnya yang dibentuk demikian perbedaan-perbedaan itu sendiri adalah pembangun (aedificatrix), dengan kata lain bahwa kebersamaan itu bukanlah sesuatu pengganti bagi yang sebelumnya. Kebersamaan dan kesatuan itu adalah keadaan di mana terintegrir bersama-sama orang-orang Yahudi dan orang-orang lain, dan kebersamaan dan kesatuan yang dibangun sedemikian sebagai Bait Kudus dapat menyanyikan kebesaran “misteri” (mysterion) yang begitu mendalam: “orang-orang kafir turut menjadi akhli-akhli waris dan anggota- anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus” (Ef 3,6). Inilah kekayaan rekonsiliasi paskal

g. MEMBERI DIRI SECARA GRATIS

Atas cara demikian Roh messianis membuat lahir kemanusiaan baru (kaine), kemanusiaan yang benar dan sejati, kemanusiaan di mana keberbedaan dan kesatuan (unitas) diharmonisir (diselaraskan). Orang kafir telah kebagian dari privilege orang Yahudi; atau, dengan kata lain, kepada orang kafir telah diberi (dihadiahkan) keselamatan yang adalah privilege orang Yahudi. Dalam pemberian itu kita temukan dan kita kenal (akui) suatu hukum konstitutif dan essensial keselamatan paskal. Sebagaimana dalam pemberian itu kita kenal hukum Keselamatan itu, maka demikian pun dalam kemanusiaan yang baru ini pemberian (hadiah), pembagian, anugerah gratis akan barang-barang, bantuan (pertolongan) satu sama lain, bahkan hingga memberi diri, hendaknya (akan) menjadi norma hidup (Kis 2,45; 4,34-35; 11,27-30; 24,17; Rom 15,26-28.31; Gal 2,10; 1Kor 16,1; 2Kor 8,4; 9,1.12.13; Ef 4,28; Ibr 13,16; bdk Fil 4,18). Kegratisan ini adalah aspek aktif rekonsiliasi. Bahkan Paulus mengatakan (mengukuhkan) kepada orang di Korintus, untuk mengajak mereka bermurah hati, bahwa kegratisan itu ditempatkan pada alur kemurahan hati Tuhan Yesus Kristus yang “bagi mereka Dia yang kaya di surga telah membuat diri-Nya miskin untuk memperkaya mereka dari kemiskinan-Nya (2Kor 8,9). Sehubungan dengan hal ini, Surat Yohanes yang pertama mengatakan: “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa- Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (1Yoh 3,16-18).

Mateus, dalam presentasinya mengenai pengadilan terakhir (“Apabila Putera manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya, dan semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya” (Mt 25,31-32) menyebutkan alasan terakhir untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah yaitu tanda-tanda kemurahan hati dan berbagi dengan orang lapar, orang haus, orang asing, orang telanjang (tak berpakaian) orang sakit, orang tahanan (Mt 25,31-46). Teks ini akan mengena kalau dibaca dalam terang apa yang sudah disebut di atas. Kewajiban sosial Gereja bukanlah kemurahan fakultatif. Kewajiban itu termasuk dalam keberadaan sebagai orang miskin.

Bagi iman (Gereja) primitif, di sini pun “terpenuhi” Perjanjian Antik. Ketika rangkuman singkat Kisah Para Rasul menggarisbawahi dengan sengaja, untuk memperkenalkan dengan baik komunitas orang kristen pertama, bahwa di antara mereka tidak ada lagi yang berkekurangan, karena mereka semua “saling berbagi” (Kis 4,32-35; bdk 2,44-45), benar-benar jelas intensi mereka. Teks Kisah Para Rasul ini mengambil satu kalimat dari Kitab Ulangan yang dalam bahasa Hibrani (dalam orang Yahudi) adalah peraturan (undang-undang; prescripsi) -- “Hendaknya tidak ada orang miskin / yang berkekurangan di antaramu” -- tetapi terjemahan Septuaginta (LXX) mengobahnya menjadi suatu janji: “tidak akan ada lagi orang yang berkekurangan di antara kamu” (Ul 15,4). Bagi mereka ini bukan tetek bengek aturan-aturan: komunitas itu merealisir ideal yang disarankan oleh Allah sejak awal Perjanjian. Ditemukan suatu pernyataan (alamat) yang sangat menyentuh dalam aturan-aturan (prescripsi) yang paling antik: pada saat penuaian, pada saat panen anggur, pada saat memungut hasil (buah-buahan), hendaknya selalu ditinggalkan beberapa berkas panenan, beberapa tandan, beberapa buah “untuk orang miskin dan orang asing (pendatang) (seturut Leviticus), untuk orang asing, untuk yatim piatu dan janda” (seturut Deuteronomium), “jangan memeras pekerja harian yang miskin dan rendah / menderita (orang Yahudi atau orang asing yang tinggal di situ), dan hendaknya dibayar setiap hari gaji para pekerja (Im 19,9-13; Dt 24,10-15.17-22).

i. GEREJA DAN ANGGOTANYA

Atas cara demikian Roh Kuduslah yang mengaktualisir hasil / buah Paska Kristus dalam kemanusiaan. Dengan perantaraan Dia Gereja lahir bersama-sama sebagai kesatuan (communion) hidup dalam Kristus dan sebagai kemanusiaan baru (kaine) yang merealisir, dalam rekonsiliasi dan dalam berbagi hidup, nasibnya yang otentik. Dalam Gereja ini, Roh itu juga membuat setiap orang yang percaya menjadi pembawa / bentara hidup baru. Inilah hidup seorang anggota Gereja (1Kor 12,12-13; Ef 2,18; 4,4). Dan, sebagaimana Gereja ini adalah Tubuh Kristus, Kebun Anggur Bapa (karena Tuhan Yesus adalah Pokok Anggur itu), Bait Allah (karena Tuhan Yesus adalah Bait itu), maka siapa pun yang termasuk pada kesatuan (communion)-Nya adalah (haruslah menjadi) anggota Kristus, carang / ranting Kristus, batu hidup Tuhan.

j. MENJADI PUTERA ALLAH KARENA ROH

Dengan menerima Roh Kristus (dan Roh Gereja) dan kemudian -- sebagaimana Paulus dan para muridnya suka menegaskan (mengukuhkan; affirmasi) -- Roh itu diam dalam dia (Rom 8,9.14-16; 1Kor 3,16; 6,19; 2Tim 1,14), maka setiap orang, kata Paulus, menjadi “putera Allah”. Di sini pun Paulus radikal: “semua orang, yang dipimpin oleh Roh Allah, adalah anak Allah” (Rom 8,14-16; bdk Gal 4,6-7), diangkat sebagai putera-putera Allah (Gal 4,5). Tradisi Yohanes, yang selalu “menguap”, lebih persis lagi: maka Roh menyampaikan “harta Kristus untuk membuat mereka ambil bagian pada harta itu” (Yoh 16,14). Atas cara demikian maka akan menjadi “putera-putera Allah” (Yoh 1,12; 2,2-7; 11,52; 1Yoh 3,1- 2.10; 5,1.4.18). Sesungguhnya segala sesuatu terjadi dengan tergantung secara total dan konstan dari Kristus.

k. BERBAGI PRIVILEGE

Inilah akar (dasar) terakhir dari “berbagi akan privilege”, sumber dari “memberi kepada orang lain dari privilege itu”, di mana kita temukan dimensi konstitutif dan essensial dari Keselamatan paskal dan dimensi konstitutif dan essensial Gereja “tempat Keselamatan paskal itu”. Kristus Yesus, yang diakui dalam iman sebagai Putera Tunggal (Unik) Bapa, sebagai Putera terkasih Bapa (Yoh 3,16; 1Yoh 4,9-10; Rom 8,32), membawa para pengikut-Nya untuk ambil bagian pada “privilege” ini yang membentuk secara kekal identitasnya. Kristus memberi mereka Roh-Nya yang, dengan adopsi (yang disebut Paulus adopsi filial: Gal 4,5) menggabungkan (mempertalikan) mereka -- tetapi dengan membiarkan mereka tetap berada sebagai ciptaan (keberadaan mereka sebagai ciptaan) -- pada “privilege”nya.

l. TINGGAL DALAM KESATUAN BAPA DAN PUTERA

Untuk mengungkapkan keyakinan bahwa orang beriman “lahir dari Allah” (1Yoh 3,9; Yoh 1,12), tradisi Yohanes kembali kepada gambaran “tempat tinggal”. Di sini ada manfaatnya menggarisbawahi bersama-sama kedekatan yang kuat dan ketergantungan. Roh memberikan (mengkomunikasikan) “kebaikan” (kesejahteraan) Kristus dengan menggabungkan (mempertalikan) para murid pada kesatuan Bapa dan Putera. Mereka “tinggal” dalam kesatuan itu (Yoh 17,11.21-23; 15,4-10; 6,56-57). Di sana mereka menemukan “getah” (“kelenjar”) kehidupan baru yang sudah ada dalam diri mereka, yaitu “hidup kekal” (Yoh 6,47.54-58: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal. ... Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup yang kekal

dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab dagingKu adalah benar-benar makanan dan darahKu adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku. Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya”). Dan sebagaimana Putera adalah Dia yang, dalam Allah, menerima seluruhnya dari Bapa dan berbuat dengan ketergantungan komplit dari-Nya (dari Bapa itu), maka demikian pun para murid adalah orang yang, dengan menerima segala sesuatu dari Putera melalui Roh dan dengan tinggal tetapi dalam ketergantungan komplit dari Dia, menghidupi keberadaan (keputraan) mereka (sebagai putera) dalam Putera dengan memberi diri bagi orang lain (1Yoh 3,16-18; 2,6). Inilah hukum Paska yang menyelamatkan. Seturut ungkapan yang bagus dari Atanasius, Putera menjadi manusia agar manusia “menjadi” Allah. Israel -- Umat yang adalah putra-putri (Allah) (Ul 14,1; Hos 4,1-3) -- dengan menerima orang-orang pagan (kafir) (masuk) dalam “privilege”nya menempatkan diri atas cara demikian dalam alur (perangai) Putera abadi. Di sanalah terletak akar terakhir Gereja Allah: dalam keberadaan kekal Allah.

Agustinus, dalam ceramahnya tentang Mzm 148 yang berpusat pada Allelluya paskal, melukiskan aspek lain dari realitas paskal Gereja. Ia mengatakan:

Maka sekarang kita memuji Allah (dengan Allelluya paskal), ketika kita berkumpul dalam Gereja. Ketika setiap orang pergi ke rumah-Nya, nampaknya orang itu tak henti-hentinya memuji Allah. Kalau tak henti-hentinya menghidupi yang baik, berarti ia memuji Allah terus menerus. Pujianmu berhenti hanya kalau kau menjauhkan diri dari keadilan dan dari apa yang menyenangkan Allah. Kalau kau tidak menjauhkan diri dari hidup saleh / suci, maka mulutmu dapat digerakkan dan hatimu menjadi suatu aklamasi. Allah memberikan telinga pada hatimu. Sebagaimana telinga kita mendengar suara kita, demikianlah Allah mendengar pikiran kita (Enarratio in Ps 148, in Cel 39, 2166).

Atas cara demikian ditunjukkan bahwa seluruh hidup kristen, yang dibangkitkan oleh Roh Kristus, adalah paskal, hampir sebagai suatu Allelluya dari keberadaan (eksistensi) sendiri.

Dalam dokumen SPIRITUALITAS FUNDAMENTAL Diktat docx 1 (Halaman 62-67)