• Tidak ada hasil yang ditemukan

167 adanya program tersebut Kini terdapat 3 unit usaha

Dalam dokumen M02070 (Halaman 179-181)

olahan pangan yang aktif membuat dan memasarkan produk olahan singkong sehingga produk khas Cireundeu bisa dikenal oleh masyarakat diluar daerah Cireundeu, memperluas lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. 3. Peningkatan Usaha dan Entrepreuneurship

Para pelaku usaha mikro pada umumnya tidak mengetahui secara rinci biaya produksi dari produk yang dihasilkan. Sehingga permasalahan yang muncul adalah sulit menentukan harga jual serta keuntungan/ laba dari usaha yang mereka jalankan. Oleh karena itu, dibutuhkan pemberian materi serta pelatihan keterampilan dalam penentuan harga pokok produk perlu diberikan pada para pelaku usaha mikro sebagai dasar penentuan harga jual produk. Peserta pelatihan adalah para pengusaha mikro yang berjumlah 25 orang. Adapun materi yang disampaikan adalah sebagai berikut:

 Pengertian Harga Pokok Produk  Manfaat Harga Pokok Produk

 Unsur biaya pembentuk Harga Pokok Produk

 Contoh sederhana perhitungan Harga Pokok Produk

 Praktik menghitung Harga Pokok Produk Pelatihan penentuan harga pokok produk sangat bermanfaat bagi para pelaku mikro di Cireundeu. Sekarang para pelaku usaha mikro sudah mulai membuat pembukuan sederhana usaha mereka. Bagi pelaku usaha mikro di bidang olahan singkong penentuan HPP cukup bermanfaat dikarenakan harga bahan baku yaitu tepung aci kini cukup tinggi yaitu Rp. 8.000,- berbeda dengan dulu sekitar 3 tahun yang lalu yaitu Rp. 5.000,-. Kenaikan harga tersebut tentu memberikan peningkatan pada biaya produksi sehingga pelaku usaha harus pintar dalam menentukan harga jual.

4. Pembangunan Salad Park

Pembangunan Salad Park dilakukan dalam bentuk pembangunan green house pertanian organic berukuran ± 6m x 3m untuk memproduksi benih/ bibit lalaban, dan tanaman pangan non beras lainnya. Tanaman tersebut terdiri dari seledri, pakcoy dan tanaman salad lain yang ditanam didalam poly bag. Beberapa keluarga bertugas unt

uk menyiram 10 tanaman yang ada di poly bag. Program ini bertujuan untuk menambah daya tarik terhadap pengunjung namun pada kenyataanya dilapang mengalami banyak kendala. Kendala yang dialami menurut persepsi salah seorang masyarakat ialah tidak adanya pendampingan yang berkelanjutan sehingga menyulitkan masyarakat dalam pemeliharaan tanaman. Selain itu, faktor cuaca juga menyebabkan banyaknya tanaman yang mati

sehingga masyarakat kurang merasakan manfaat dari program pembuatan salad park tersebut.

1.2 Program Tidak Terlaksana

Program-program pada tahap 1 telah sepenuhnya dilakukan. Pada tahap 2 dan 3 banyak program yang tidak dilakukan. Berikut ini program- program DEWITAPA yang tidak dilaksanakan: 1. Kegiatan Pemetaan Lahan dan Sosial

2. Menjalin Kemitraan dengan Salah Satu Toko Kue 3. Kegiatan Promosi dan Launching DEWITAPA

Kegiatan tersebut diatas belum atau tidak dilaksanakan dikarenakan kebutuhan dana yang diperlukan untuk melakukan program DEWITAPA mengalami kendala. Namun dana yang seharusnya direncanakan untuk program yang tidak dilaksanakan, dialihfungsikan untuk kegiatan lain, diantaranya: (a) Pelatihan pengemasan produk olahan pangan, (b) menunjang kegiatan tahun ke-2 yaitu membangun salad park, dalam bentuk pembangunan green house pertanian organik untuk memproduksi benih/ bibit lalaban, dan tanaman pangan non beras lainnya.

Kegiatan penataan wilayah serta promosi dan launching merupakan kegiatan yang penting namun tidak dilakukan. Meskipun tidak dilaksanakannya program promosi dan launching, masyarakat luas sudah mengenal Cireundeu sebagai desa wisata.Banyak masyarakat terutama dari luar Jawa Barat yang datang untuk belajar mengenal budaya masyarakat Cireundeu yaitu mengkonsumsi singkong dan melihat atraksi kesenian sunda. 1. Kendala Pengembangan DEWITAPA Cireundeu

Pengembangan Cireundeu sebagai sebuah kawasan wisata dinilai belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang datang masih fluktuatif, sarana dan prasarana yang masih minim serta serta pengelolaan desa wisata masih belum terstruktur. Hal tersebut sungguh disayangkan mengingat Cireundeu memiliki peluang untuk menjadi sebuah kawasan pariwisata yang berkembang. Peluang tersebut diantaranya :

1. Wisata edukasi yang ditawarkan cocok untuk target pasar sekolah-sekolah yang ada di daerah Cimahi maupun di luar Cimahi. Tinggal bagaimana masyarakat menyampaikan edukasi semenarik mungkin sehingga memberikan kesan kepada pengunjung.

2. Adanya dorongan dari pemerintah pusat untuk belajar mengenal budaya keunikan daerah sehingga dapat menjadi motivasi tersendiri bagi Cireundeuuntuk melakukan promosi.

3. Adanya kasus “Beras plastik” dan isu

“Indonesia akan rawan pangan” pada tahun 2025 sehingga semakin mendorong masyarakat untuk tidak bergantung pada beras dan budaya

168

Cireundeu akan semakin menarik untuk kita pelajari dan dipahami.

4. Sudah banyaknya pengunjung yang datang ke Cireundeu bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Cireundeu sebagai ajang promosi agar Cireundeu lebih dikenal oleh masyarakat luas.

Pada kenyataan di lapangan, Cireundeu masih memiliki kendala dalam pengembangan sebagai kawasan wisata diantaranya antara lain :

1. Sarana dan prasarana yang belum memadai di Cireundeu untuk dijadikan kawasan wisata. Tempat khusus untuk penginapan seperti kos- kosan belum tersedia serta fasilitas umum seperti toilet umum belum memadai.

2. Masyarakat belum seluruhnya ikut berkontribusi dalam kegiatan pariwisata sehingga pengelolaan masih belum terstruktur dengan baik. Dapat dilihat dari belum ada pembagian tugas yang jelas antar SDM, belum adanya paketan-paketan wisata yang disuguhkan, dll.

3. Belum adanya upaya promosi yang dilakukan oleh masyarakat sehingga pengunjung yang datang fluktuatif.

4. Kurangnya keterlibatan pihak swasta maupun pemerintah sehingga pembangunan kawasan pariwisata dinilai belum optimal.

SIMPULAN

1.

Program DEWITAPA pada kenyataan di lapangan hanya efektif pada tahun pertama dilihat dari program pada tahap 1 hampir semua program terlaksana. Tahun kedua dan ketiga terdapat beberapa program yang tidak terlaksana seperti: pemetaan wilayah, menjalin kemitraan dengan pihak luar, serta promosi dan launching.

2.

Kendala yang dihadapi Cireundeu dalam pengembangan sebagai kawasan pariwisata antara lain : sarana prasana, keterlibatan masyarakat sekitar, promosi yang belum dilakukan, serta keterlibatan pihak swasta maupun pemerintah.

SARAN

1. Cireundeu memiliki keunikan serta potensi yang cukup banyak sehingga dibutuhkan keterlibatan pihak luar yang lebih paham terhadap pariwisata untuk melakukan pembangunan dan pengembangan potensi yang ada.

2. Diperlukan tindak lanjut mengenai program DEWITAPA ini oleh pihak yang berwenang sehingga program kerja DEWITAPA dapat sepenuhnya terlaksana

3. Perlu adanya kesadaran dari seluruh masyarakat untuk bekerjasama dalam seluruh aktivitas pariwisata di Cireundeu sehingga tidak

menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ali. 2010. Kearifan Lokal. Jurnal Multicultural dan Multiregional Volume 9 Tahun 2010.

Azhari, Delima Hasri. 2008. Ketahanan dan Stabilitas Pasokan, Permintaan dan Harga Komoditas Pangan. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 6 No.2 Bulan Juli 2008. Halaman 114-139.

Badan Ketahanan Pangan. 2006. Direktori Pengembangan Konsumsi Pangan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan. Jakarta: Departemen Pertanian

Budi, Cahyo Utomo dkk. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial di Daerah Jawa Tengah. Jawa Tengah: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Budiarto,Tri. 2013. Sebuah Pengantar untuk Anda tentang Diversifikasi Pangan. www.kompasiana.com(Diakses 13 Januari 2015)

Hadari, Nawawi. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang Kompetitif. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Halimi. 2013. Kearifan Lokal dalam Upaya

Ketahanan Pangan di Kampung Adat Urug Bogor.Jakarta: Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif.

Hidayah, Nurul. 2012. Kesiapan Psikologis Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan Menghadapi Diversifikasi Pangan Pokok. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. Hurmayeni, Nia. 2014. Dampak Objek Wisata

Pemandian Bukit Jariang Punai Pada Masyarakat Sekitar Kampung Baliak Koto Kenagarian Pelangai Kaciak, Kecamatan Ranah Pesisir, Kabupaten Pesisir Selatan. STKIP PGRI Padang.

Irianto. 2011. Dampak Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Gili Tra wangan Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara. Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 7 No.3.

Irianingsih, Lilis.2014.One Day No Rice Alat untuk

Diversifikasi Pangan.

www.bkpd.jabarprov.go.id (Diakses 13 Januari 2015).

Lastinawati, Endang. 2010. Diversifikasi Pangan dalam Mencapai Ketahanan Pangan. Dalam AgronobiS, Vol.2 No.4, Sepetember 2010.

169

Dalam dokumen M02070 (Halaman 179-181)

Garis besar

Dokumen terkait