Pemesanan kedelai dilakukan saat persediaan kedelai di dalam gudang sudah hampir habis atau hingga menyisakan sejumlah kebutuhan untuk esok harinya yaitu sekitar 200 kg. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas kedelai agar tidak menumpuk di gudang terlebih lagi luas gudang hanya dapat memuat sekitar 9.000 kg kedelai. Setiap bulannya kedelai dipesan melalui telepon ke distributor sehingga dalam satu tahun Industri melakukan 16 kali pemesanan. Kuantitas kedelai dalam satu kali pemesanan adalah sebesar 6.000 kg, penentuan kuantitas ini didasarkan pada perkiraan kebutuhan kedelai untuk satu bulan.
Jeda waktu antara pemesanan dan barang datang adalah satu hari sehingga rata-rata jeda waktu atau lead time adalah 1 hari. Jeda waktu ini terbilang singkat karena distributor berada di kota dan distributor tersebut merupakan saudara dari pemilik industri kecil.
Kedelai yang digunakan merupakan kedelai impor dari Amerika Serikat. Seperti telah disebutkan bahwa kedelai diperoleh dari distributor yang berada di Kota Sumedang dimana hubungan antara distributor dan pemilik adalah saudara. Hal ini membuat kedua pihak lebih mudah dalam melakukan pemesanan dan transaksi kedelai. Berikut alur
pengadaan kedelai dari negara pengimpor hingga ke gudang industri kecil Sari Kedele :
Gambar 3. Alur Pengadaan Kedelai
Penyimpanan kedelai yang diterapkan di industri kecil ini masih sangat sederhana, Tidak ada sistem keamanan gudang maupun adminstrasi keluar-masuknya kedelai dari gudang. Sistem pemakaian kedelai yang diterapkan adalah metode First In First Out yaitu kedelai yang pertama masuk ke gudang akan menjadi yang pertama kali digunakan. Kedelai dikemas di dalam karung plastik putih dengan berat setiap karungnya 50 kg. Kedelai yang sudah tiba akan segera diangkut dan disimpan di dalam gudang. Karung-karung kedelai ditumpuk sampai memenuhi tiga per empat bagian gudang. Gudang berada di dalam pabrik tahu dengan luas 2×8 meter persegi. Gudang hanya memiliki satu saluran udara dari pintu masuk dan sebuah lampu sebagai penerang.
Biaya-Biaya Persediaan 1. Biaya Pemesanan
Pemesanan kedelai dilakukan melalui telepon dengan distributor dan dilakukan 16 kali dalam satu tahun. Setelah itu distributor akan menyiapkan sejumlah kedelai yang dipesan dan segera diantar sesuai dengan permintaan. Biaya yang dikeluarkan untuk pemesanan kedelai ini hanya terdiri dari biaya komunikasi sebesar Rp 3.750. 2. Biaya Penyimpanan
Penyimpanan kedelai dalam gudang bertujuan untuk menjaga kualitas kedelai agar tidak cepat rusak. Biaya yang ditimbulkan akibat penyimpanan kedelai ini hanya biaya penyusutan gudang selama 20 tahun dan biaya listrik saja. Tabel 6. Biaya Penyimpanan Kedelai
Jenis Biaya Penyimpanan Jumlah (%) Biaya Penyusutan Gudang 0,05% Biaya Listrik 0,05% Total 0,1%
Biaya penyimpanan kedelai dalam hal ini dinyatakan dalam bentuk persentase dari nilai persediaan, sehingga diperoleh biaya penyimpanan
Tahap
Pencucia
n dan
Perenda
man
Tahap
Penggilin
gan
Tahap
Perebusa
n
Tahap
Penyarin
gan
Tahap
Pemadata
n
Tahap
Pencetak
an
Tahap
Pemoton
gan dan
Perenda
man
dalam
Bumbu
Tahap
Penggore
ngan
Amerika Serikat Importir di Banten Distribu tor di Sumeda ng Sari Kedele128
kedelai sebesar Rp 8,2/kg/tahun.
Perhitungan Persediaan Kedelai dengan Model Economic Order Quantity (EOQ)
Perhitungan persediaan kedelai dengan menggunakan model EOQ ditujukan untuk memperoleh kuantitas pesanan kedelai yang meminimalkan total biaya persediaan dan biaya- biaya pemesanannya. Untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan perbandingan antara perhitungan persediaan aktual dengan perhitungan persediaan dengan model EOQ.
Tabel 7. Perbandingan Persediaan Kedelai Aktual dengan Berdasarkan Model EOQ pada Tahun 2014
Uraian Aktual EOQ
Jumlah
Pemesanan (Q) 6.000 kg 9.481 kg Frekuensi
Pemesanan (F) 16 kali 10 kali Jeda waktu antar tiap pemesanan (T) 22 hari 37 hari Biaya Total Persediaan (TC) Rp 86.025 Rp 77.744 Selisih Biaya Total Persediaan Rp 8.281
Pada Tabel 7 dapat dilihat perbedaan hasil perhitungan antara pengelolaan persediaan aktual dengan pengelolaan persediaan berdasarkan model EOQ. Hasil perhitungan dengan model EOQ diperoleh bahwa industri kecil melakukan pemesanan kedelai 9.481 kg per sekali pesan, dengan frekuensi 10 kali pemesanan dalam satu tahun. Sedangkan pada perhitungan aktual, industri kecil melakukan pemesanan 16 kali dalam satu tahun dengan kuantitas 6.000 kg setiap kali pemesanan. Selanjutnya, hasil perhitungan dengan model EOQ menunjukkan bahwa frekuensi pemesanan dalam satu tahun lebih kecil dibandingkan frekuensi pemesanan aktual, namun kuantitas yang dipesan lebih besar 58% dari kuantitas aktualnya. Frekuensi pemesanan yang lebih kecil ini akan mengurangi beban biaya pemesanan 62,5% dari biaya pemesanan aktual. Dengan demikian, kuantitas sebesar 9.481 kg akan mengoptimalkan kapasitas gudang yang pada kondisi aktual hanya dimanfaatkan untuk 6.000 kg kedelai saja; padahal sesungguhnya gudang tersebut dapat menampung lebih dari 6.000 kg. Selain itu, seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
bahwa kebutuhan kedelai dalam satu bulan untuk memproduksi tahu sumedang mencapai angka 8.190 kg sedangkan industri kecil memesan kedelai hanya 6.000 kg untuk satu bulan. Sementara itu, menurut model EOQ industri kecil seharusnya memesan 9.481 kg kedelai untuk satu kali pemesanan. Artinya, model EOQ ini dapat memenuhi kebutuhan kedelai selama satu bulan dalam satu kali pemesanan.
Total biaya persediaan berdasarkan model EOQ adalah Rp 77.744 sedangkan total biaya persediaan aktualnya adalah Rp 86.025. Terdapat selisih antara keduanya yaitu Rp 8.281. Artinya, jika industri kecil memesan 9.481 kg kedelai, total biaya persediaannya akan lebih hemat 9,6% dibandingkan dengan total biaya persediaan aktualnya.
Gambar 4. Grafik Persediaan dalam Model EOQ Berdasarkan Gambar 4, jarak waktu antar pesanan (T) adalah 37 hari dengan waktu tenggang atau lead time 1 hari. Titik pemesanan kembali atau Re-Order Point adalah pada 1 hari sebelum masa pemesanan kedelai yang pertama selesai. Dengan demikian, pemesanan kembali menurut model EOQ dilakukan pada hari ke 36, 73 dan seterusnya.
Pada saat persediaan kedelai mencapai nol pesanan baru dapat diterima sehingga tingkat persediaan kedelai kembali naik ke titik Q sebesar 9.481 kg. Perlu diketahui bahwa model EOQ ini tidak mempertimbangkan adanya keterlambatan datangnya kedelai ke gudang sehingga kedelai selalu datang tepat waktu sebelum atau saat persediaan di gudang habis.
Kedelai sebagai bahan segar memiliki masa kadaluarsa yang perlu menjadi bahan pertimbangan. Untuk menjaga kualitas tahu maka kedelai sebaiknya tidak disimpan terlalu lama di dalam gudang yang akan menyebabkan kedelai cepat berbau apek. Oleh karena itu, perhitungan dengan model persediaan perlu mempertimbangkan waktu kadaluarsa kedelai yang diharapkan mampu memberikan tingkat pemesanan dan persediaan kedelai yang optimal.
129
ditemukan kedelai yang kadaluarsa. Penggunaan kedelai yang tidak berhenti setiap harinya membuat kedelai di gudang tidak tersimpan dalam waktu yang lama. Tidak adanya persediaan pengaman membuat industri kecil ini tidak menyimpan sejumlah kedelai, sehingga gudang hanya terisi oleh sejumlah kedelai untuk produksi esok harinya.
Analisis Sensitivitas dan Biaya Marjinal
Untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu persediaan perlu dihitung rasio senditivitas dan biaya marjinalnya. Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003) rasio sensitivitas adalah tingkat perbandingan antara total biaya persediaan yang dikeluarkan pada tingkat persediaan yang tidak optimal dibandingkan dengan total biaya persediaan pada tingkat persediaan optimal. Sementara itu biaya marjinal adalah biaya tambahan yang harus ditanggung oleh perusahaan karena jumalh persediaan yang tidak optimal.
Biaya persediaan akan optimal jika rasio sensitivitasnya adalah 1. Apalabila rasio sensitivitasnya lebih besar dari 1 maka biaya persediaan tersebut tidak optimal atau dengan kata lain perusahaan menanggung biaya marjinal. Tabel 8. Hasil Perhitungan Rasio Sensitivitas dan
Biaya Marjinal