pajak.
2. Kebijakan Input a. Transfer Input (TI)
Transfer input menjelaskan besaran penerimaan pemerintah yang ditandai positif atau negatifnya nominal yang dihasilkan matrix PAM. Matrix PAM menunjukkan nominal sebesar negatif Rp. 5.421.896,00/hektar yang berarti kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima secara finansial lebih kecil dibandingkan tanpa adanya kebijakan.
b. Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) Hasil matrix PAM menunjukkan nominal sebesar 0,645 yang berarti adanya hambatan ekspor yang menyebabkan produksi menggunakan input lokal. Hal ini mengindikasikan adanya subsidi yang diberikan pemerintah terhadap input tradabel sehingga petani mengeluarkan biaya yang lebih rendah dibanding biaya input tradabel sosialnya. 3. Transfer Faktor (TF)
Nilai transfer faktor menunjukkan besarnya subsidi terhadap input non-tradabel. Hasil matrix PAM menunjukkan nominal sebesar 0 yang berarti tidak ada subsidi pemerintah pada input non-tradabel.
Kebijakan pemerintah dapat berupa meningkatkan ataupun menghambat. Kebijakan itu berupa subsidi/pajak. Dampak kebijakan pemerintah dilihat dari nilai TO dan NPCO. Secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan hambatan beupa pajak dilihat dari nilai NPCO sebesar 0,078 dan secara implisit terdapat transfer dari konsumen kepada produsen tembakau di Desa Sukasari.
Besarnya dampak kebijakan pemerintah terhadap input produksi tembakau dilihat dari nilai TI, NPCI dan TF. Nilai TI menunjukkan harga input tradabel pada struktur harga privat lebih rendah dibandingkan pada struktur harga sosial. Diduga pemerintah melakukan subsidi terhadap input tradabel sehingga biaya input petani berkurang tetapi keuntungan pemerintah berkurang. TF memiliki nilai sebesar 0 yang berarti bahwa petani membayar biaya input domestik setara dengan struktur sosialnya.
Hasil analisis menunjukkan nilai NPCI sebesar 0,645. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap input mendorong peningkatan daya saing komoditas tembakau di lokasi penelitian. NPCI yang bernilai kurang dari 1 menggambarkan bahwa harga privat input tradabel
lebih rendah dibanding harga sosialnya sebesar 64,5%.
Menghitung Kebijakan Input-Output 1. Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
EPC menunjukkan arah kebijakan pemetintah apakah bersifat melindung atau menghambat
produksi domestik secara efektif. Hasil matrix PAM menunjukkan angka sebesar 0,066 yang berarti rendahnya proteksi yang diberlakukan pemerintah dalam sistem produksi.
2. Transfer Bersih (TB)
Transfer bersih menunjukkan ketidakefisienan dalam sistem produksi. Matrix PAM menujukkan nilai transfer bersih sebesar negatif Rp. 712.556.752,00/Hektar yang berarti adanya kerugian finansial produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan pada input dan output.
3. Koefisien Keuntungan (PC)
PC menunjukkan dampak kebijakan pemerintah terhadap keuntungan yang diterima oleh produsen. Matrix PAM menunjukkan nilai PC sebesar 0,044 yang berarti kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih besar daripada tanpa adanya kebijakan.
4. Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP)
Matrix PAM menunjukkan nilai SRP sebesar negatif 0,956 yang berarti kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih kecil dari biaya imbangan untuk berproduksi.
Analisis Sensitivitas
Untuk mengukur sensitivitas hasil analisis terhadap berubahnya asumsi nilai tukar, digunakan tiga kemungkinan nilai tukar. Sebagai basis, nilai tukar yang dipakai adalah nilai tukar per 8 agustus 2015 sebesar Rp. 13.604,00/Dollar. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengukur dampak berubahnya nilai tukar terhadap keuntungan sosial. Komponen Pendapatan Input Keuntungan Keuntungan Privat Perbandingan Tradabel Non- Tradabel Apresiasi 19992638736 575938800 409812500 19006887436 12331195827 154,137 Depresiasi 24540214813 494620362,7 409812500 23635781951 12331195827 191,675
152
Dua kemungkinan yang digunakan adalah Rp. 14.964,00 diumpamakan apabila nilai tukar mengalami apresiasi dan Rp. 12.244,00 diumpamakan apabila nilai tukar mengalami depresiasi. Nilai apresiasi dan depresiasi tersebut berkisar 10 persen dari nilai tukar basis.
Tabel 3. Matrix Kuntungan dengan Asumsi Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar
Hasil analisis menunjukkan betapa sensitifnya usahatani tembakau terhadap perubahan nilai tukar. Keuntungan sosial akan menurun apabila nilai tukar menguat dan sebaliknya, keuntungan sosial akan meningkat apabila nilai tukar menurun. Hal ini diakibatkan tingkat harga internasional tembakau yang tinggi bilai dibandingkan dengan harga privat (petani).
Implikasi Kebijakan
Hasil analisis menunjukkan petani memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif apabila dilihat dari keuntungan sosial dan keuntungan privat serta kebijakan pemerintah yang menghambat ekspor tembakau dan menimbulkan ketidakefisienan pada input dan output tembakau.
Pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan terhadap faktor input dan output. Hasil analisis matix PAM menunjukkan bahwa ada beberapa poin akibat penerapan kebijakan pemerintah.
1. Keuntungan yang diterima pemerintah secara finansial lebih kecil dibandingkan tanpa adanya kebijakan.
2. Adanya proteksi yang menyebabkan petani menggunakan produksi dalam negeri.
3. Tidak ada subsidi terhadap input non-tradabel. 4. Rendahnya proteksi terhadap sistem produksi. 5. Adanya ketidakefisienan dalam sistem produksi
karena kebijakan yang diterapkan pada input dan output.
6. Kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih kecil dari biaya imbangan untuk berproduksi.
7. Nilai tukar memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap keuntungan sosial.
Pemerintah memiliki kebijakan yang ketat terhadap komoditas tembakau. Seperti yang telah dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 bahwa ada 3 pokok pembahasan dalam peraturan pemerintah yaitu pembatasan, perizinan dan pengujian. Pembatasan tersebut dikenakan pada produksi tembakau sampai pada pemasaran produk olahan tembakau atau rokok. Pembatasan ini akan mempengaruhi secara signifikan terhadap keuntungan privat para petani karena apabila permintaan ekspor turun maka
perusahaan pengolah tembakau akan sulit untuk memasarkan hasil olahan tembakaunya. Oleh karena itu, petani pun akan mengurangi hasil produksi hasil tembakau dan pemasukannya pun akan berkurang1. Selain itu, pembatasan iklan hasil olahan tembakau dan area bebas rokok akan mengurangi konsumsi masyarakat terhadap rokok. Besarnya biaya input pun akan memperkecil keuntungan yang diterima petani.
Perizinan yang dimaksud adalah bahwa untuk memproduksi tembakau produsen harus memiliki izin yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang- undangan. Pengujian yang dimaksud adalah semakin ketatnya pengedaran tembakau tanpa hasil pengujian laboratorium terakreditasi sehingga seluruh produsen tembakau wajib menguji kadar kandungan yang dimiliki tembakau yang dihasilkannya (Departemen Kesehatan, 2012). Keadaan tersebut akan mempersulit petani-petani kecil karena kebanyakan petani yang belum mengetahui pengetahuan mengenai perizinan dan pengujian tembakau terlebih hal tersebut akan meningkatkan pengeluaran petani.
Subsidi dan pajak pun sangat berpengaruh terhadap pendapatan petani. Hal tersebut dijelaskan pada hasil analisis Matrix PAM yang menjabarkan bahwa terjadi ketidakefisienan dalam sistem produksi. Ketidakefisienan tersebut terlihat dari perbedaan keuntungan sosial dan keuntungan privat dan didukung dengan kondisi petani yang sulit berkembang walaupun menurut salah satu responden “tembakau jarang merugi”.
Pemerintah juga melakukan proteksi terhadap bahan-bahan produksi dalam negeri. Ketentuan tentang besarnya tarif impor mendukung hasil analisis tersebut. Tingginya tarif impor menyebabkan petani menggunakan bahan-bahan produksi dalam negeri.
Kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai pembatasan, perijinan, pengujian, subsidi, pajak hingga proteksi secara keseluruhan menyudutkan pihak petani. Responden penelitian pun menjelaskan bahwa banyak kebijakan pemerintah yang tidak mendukung petani tembakau. akan tetapi, tembakau masih menjadi andalan Indonesia dengan pemasukan pajak hasil olahannya yang besar tiap tahunnya. Dengan kata lain, walaupun kebijakan pemerintah tidak berpihak pada petani tembakau pemerintah masih membutuhkan peran petani tembakau dengan hasil olahannya. Oleh karena itu, perlu ada pembahasan lebih lanjut mengenai kebijakan yang lebih berperan netral dan saling mendukung diantara kedua pihak.
Sejauh ini petani masih terbantu oleh harga interansional tembakau yang tinggi sehingga harga jual tembakau daerah pun masih bisa menutupi kebijakan pajak. Hasil analisis matrix PAM juga