Amy Fauziah1*, Kuswarini Kusno2
1Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung,
2Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Bandung A B S T R A K Kata Kunci: Kedelai Tahu Sumedang Keragaan Proses Produksi
Model Economic Order Quantity.
Tahu sumedang adalah produk olahan kedelai yang merupakan makanan khas Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Terdapat ratusan produsen tahu sumedang di kabupaten Sumedang ini. Penelitian dilakukan di Industri Kecil Sari Kedele yang terletak di Kecamatan Jatinangor karena permintaan terhadap produknya cukup tinggi sehingga perlu pengendalian persediaan. Ada dua tujuan dalam penelitian ini; yang pertama adalah untuk mengetahui keragaan proses produksi tahu sumedang yang dilakukan oleh Industri Kecil Sari Kedele dan yang kedua adalah untuk mengetahui kuantitas persediaan kedelai yang ekonomis serta biaya persediaannya. Desain penelitian adalah kualitatif dan kuantitatif dengan teknik penelitian studi kasus. Untuk mencapai tujuan yang pertama dilakukan analisis deskriptif, sedangkan untuk mencapai tujuan ke dua digunakan model kuantitatif Economic Order Quantity (EOQ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan yang digunakan dalam proses produksi adalah kedelai impor, penggumpal, bawang putih, garam dan minyak goreng. Proses produksi meliputi pencucian dan perendaman, penggilingan, perebusan, penyaringan, pemadatan, pencetakan, pemotongan, perendaman dalam bumbu, serta penggorengan. Selanjutnya, industri kecil hanya perlu melakukan pemesanan kedelai 10 kali dalam satu tahun sebanyak 9.481 kg per sekali pesan. Akibatnya, industri kecil dapat menghemat biaya persediaan 9,6% dalam satu tahun. Dengan demikian, proses produksi menjadi lebih efisien, sehingga industri kecil dapat menjadi lebih kompetitif dalam jangka panjang.
ABSTRACT Keywords: Soybean “Tahu Sumedang” Performance Production Process Model Economic Order Quantity.
“Tahu sumedang” is a processed soybean product which is a typical food of Sumedang District, West Java. There are hundreds of producers of “tahu sumedang” in
Sumedang District. The study was conducted in Small Industry “Sari Kedele” located in Jatinangor Sub District as the demand for its product is high enough so that the inventory control is necessary. There are two objectives in this study. The first one is to determine the performance of the production process of “tahu sumedang” applied
by a small industry“Sari Kedele”,and the second one is to determine the economic
order quantity of soybean inventory a s well a s the cost of the inventory. Design of the resea rch wa s qualitative and quantitative, with a case study resea rch technique. To achieve the first objective, it is used a descriptive analysis, while for the second, a quantitative model : Economic Order Quantity (EOQ). The results showed that the materials used in the production process a re imported soybean, coagulant, garlic,salt and cooking oil. The production process includes washing and soaking, grinding, boiling, filtering, compacting, printing, cutting, soaking in seasoning and frying. The small industry just have to order soybean 10 times in one year, a total of 9481 kg per one order. As a result, the small industriy can save the cost of inventory 9.6% in one year.Thus,the production process becomes more efficient so that the small industry can be more competitive in the long run.
* Korespondensi Penulis
120
PENDAHULUAN
Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kedelai termasuk dalam kelompok legum pangan dimana sekitar 90% kedelai yang tersedia di Indonesia digunakan sebagai bahan pangan, dan sisanya untuk pakan ternak dan benih (FAO, 2005 dalam Ginting, dkk. 2009). Di Indonesia, produksi kedelai pada tahun 2013 adalah 779,99 ribu ton biji kering. Angka ini menurun 63,16 ribu ton atau 7,49 % dibandingkan pada tahun 2012. Hal ini disebabkan oleh penurunan luas panen seluas 16,83 ribu hektar atau 2,97% dan penurunan produktivitas sebesar 0,69 kwintal/ hektar.
Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Menurut Wilayah
Uraian 2012 2013
1. Luas Panen (ha)
Pulau Jawa 382.039 342.796 Luar Pulau Jawa 185.585 207.997
Indonesia 567.624 550.793
2. Produktivitas (kw/ha)
Pulau Jawa 15,80 15,23
Luar Pulau Jawa 12,91 12,41
Indonesia 14,85 14,16
3. Produksi (ton)
Pulau Jawa 603.641 521.954 Luar Pulau Jawa 239.512 258.038
Indonesia 843.153 779.992
Keterangan: Bentuk produksi kedelai adalah biji kering
Sumber: Badan Pusat Statistik Tahun 2013
Banyak makanan khas Indonesia yang berbahan dasar kedelai, seperti tahu dan tempe. Makanan ini dianggap sebagai sumber protein selain daging. Selain itu makanan yang berasal dari kedelai memilki harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan harga daging. Produk olahan kedelai dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu makanan non fermentasi dan terfermentasi. Produk fermentasi hasil industri tradisional yang populer adalah tempe, kecap dan tauco, sedangkan produk non fermentasi hasil industri tradisional adalah tahu dan kembang tahu.
Tabel 2. Konsumsi Kedelai dan Produk Turunannya per kapita (Kg/Tahun)
Uraian 2009 2010 2011 2012 2013
Kacang
Kedelai 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 Tahu 7,039 6,987 7,404 6,987 7,039 Tempe 7,039 6,935 7,300 7,091 7,091 Sumber: Susenas Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 2, total konsumsi kedelai dan produk turunannya dapat dikatakan stabil dari tahun ke tahun hingga tahun 2013, dengan rata-rata kenaikan yang sangat kecil yakni 0,154%. Dari itu pula dapat diketahui bahwa selama lima tahun tersebut rata-rata total konsumsi pada per kapita adalah sebesar 14,24 kg/tahun.
Tahu sumedang adalah salah satu produk olahan kedelai yang menjadi makanan khas Kabupaten Sumedang. Tahu sumedang merupakan tahu yang dijajakan dalam bentuk sudah digoreng, tidak kosong, dan masih berisi sari kedelai yang berwarna putih. Tahu sumedang mempunyai kulit luar yang berintik-bintik yang khas membedakan dari jenis tahu lainnya. (Supriatna, 2005 dalam Yusup, 2012).
Industri kecil tahu sumedang Sari Kedele merupakan salah satu tempat yang menjual tahu sumedang sekaligus rumah makan dan pabrik pembuatan tahu sumedang. Permintaan tahu sumedang pada industri kecil ini cukup tinggi. Dalam satu hari industri ini dapat memproduksi tahu hingga 250 ancak atau 42.250 buah tahu sumedang. Setiap harinya industri ini selalu dipadati oleh konsumen dari luar Kabupaten Sumedang maupun masyarakat sekitar. Berikut produksi tahu sumedang pada bulan Maret hingga Mei 2015.
Tabel 3. Produksi Tahu Sumedang Industri Kecil Sari Kedele Bulan Jumlah Produksi Tahu Sumedang (Buah) Maret 697.801 April 698.815 Mei 798.271
Sumber: Data Produksi Tahu Sumedang Industri Tahu Sumedang Sari Kedele Tahun 2014 Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat besarnya produksi tahu sumedang pada industri kecil ini. Untuk menghasilkan tahu sumedang dengan jumlah yang besar seperti itu tentunya dibutuhkan kuantitas kedelai yang sangat besar dalam satu bulannya.
Tabel 4. Pengelolaan Persediaan Kedelai di Industri Kecil Tahu Sumedang Sari Kedele
Uraian Jumlah Aktual
Jumlah Pemesanan 6.000 kg Kebutuhan Kedelai dalam
Satu Hari
273 kg Frekuensi Pemesanan 16 kali
121
Jeda waktu antar tiap pemesanan
21 hari Waktu Tenggang Pemesanan 1-2 hari Sumber: Hasil wawancara dengan Industri Kecil
Tahu Sumedang Sari Kedele. Tahun 2015 Dalam sehari industri kecil ini dapat menghabiskan 273 kg kedelai atau bahkan lebih. Kedelai yang dipesan sebanyak 9.000 kg didistribusikan 6.000 kg ke cabang Jatinangor dan 3.000 kg ke cabang Limbangan. Penentuan kuantitas ini didasarkan pada perkiraan kebutuhan dalam sehari, dan juga disebabkan industri hanya memiliki gudang dengan kapasitas kecil. Luas gudang milik Sari Kedele hanya 16 m2 dan hanya mampu menampung kedelai kurang lebih 9.000 kg. Kuantitas tersebut juga tidak memenuhi satu gudang penuh namun hanya ¾ bagiannya saja. Hal ini disebabkan ¼ bagian lainnya digunakan sebagai ruang kosong tempat keluar-masuknya kedelai dan agar ada ruang udara sehingga tidak cepat lembab.
Kuantitas sebesar 6.000 kg hanya akan memenuhi kebutuhan produksi selama 22 hari. Pada hari ke-21 industri kecil ini harus melakukan pemesanan kembali sebelum persediaan kedelai di gudang habis. Pemesanan kedelai hanya akan dilakukan jika kedelai di gudang ada 200 kg atau dapat memenuhi kebutuhan produksi untuk esok harinya. Sistem pengadaan kedelai yang diterapkan tersebut membuat gudang tidak pernah kekosongan kedelai dan juga membuat kualitas kedelai tidak menurun. Gudang yang mampu menampung kedelai hingga 9.000 kg cendurung tidak dimanfaatkan secara optimal. Akibatnya, terjadi biaya tambahan seperti biaya pemesanan yang mana seharusnya hal ini tidak akan terjadi jika kuantitas pemesanan kedelai dapat dioptimalkan.
Sebagai salah satu usaha yang mengutamakan produk tahu sumedangnya, industri kecil tahu sumedang Sari Kedele ini belum menerapkan model pengendalian persediaan tertentu untuk menjaga keberlangsungan produksi tahunya. Sebagai industri tahu yang setiap harinya berproduksi, seharusnya Sari Kedele selalu menjaga ketersediaan kedelai sebagai bahan bakunya. Melihat situasi tersebut, dibutuhkan manajemen pengendalian persediaan kedelai sebagai bahan baku utama dalam pembuatan tahu sumedang. Hal ini dilakukan agar kedelai dapat selalu tersedia tanpa perlu ada penambahan biaya persediaan akibat melakukan pemesanan kembali dengan jadwal yang tidak teratur. Selain itu, industri kecil tahu sumedang yang sangat banyak di Kabupaten Sumedang, yakni 282 buah (Deperindag, 2014) memungkinkan terjadinya persaingan bisnis yang ketat. Karena itu, penting mengantisipasi situasi ini dengan
merencanakan manajemen persediaan kedelai secara terstruktur agar Industri Kecil Sari Kedele dapat memenangkan kompetisi dalam jangka panjang. Berdasarkan berbagai uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengendalian Persedian Kedelai Sebagai Bahan Baku Tahu Sumedang (Studi Kasus pada Industri Kecil Sari Kedele di Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat)”.
KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP Kedelai
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang dikenal sekarang kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Kedelai dibudidayakan di Indonesia mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria : Jepang (Asia Timur) dan negara-negara lain di Amerika dan Afrika. (AAK,1989 dalam Wiwin Nilasari, 2012).
Di salah satu negara bagian Amerika Serikat, terdapat areal pertumbuhan kedelai yang sangat luas sehingga menghasilkan 57% produksi kedelai dunia. Di Indonesia, saat ini kedelai banyak ditanam di dataran rendah yang tidak banyak mengandung air, seperti di pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Utara (Gorontalo), Lampung, Sumatera Selatan dan Bali. Kedelai (Glycine max (L) merrill) merupakan salah satu tanaman budidaya dengan kandungan nutrisi yang tinggi, diantaranya mengandung protein 30-50% (Richard et al., 1984 dalam Nilasari, 2012). Kandungan protein yang tinggi memberi indikasi bahwa tanaman kedelai memerlukan hara nitrogen yang tinggi pula. Di Indonesia sampai saat ini produksi kedelai belum dapat memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri. Tahu Sumedang
Tahu Sumedang merupakan makanan khas Kabupaten Sumedang. Tahu sumedang pertama kali dikenalkan di Sumedang oleh imigran dari Cina yang bernama Ong Kin No pada tahun 1900-an. Ong Kin No membuat tahu di kota Sumedang untuk mengenang kebiasaan di kampung halamannya. Keharuman tahu yang dibuatnya ternyata menarik perhatian seorang pangeran Sumedang untuk datang ke rumahnya di kawasan pusat kota Sumedang.
Kadang-kadang orang mengatakan bahwa tahu sumedang adalah tahu pong atau tahu kosong tanpa isi. Penilaian tentang tahu sumedang tersebut tercemari oleh tahu sumedang yang banyak dibuat oleh pabrik tahu yang tidak menjamin kualitasnya. Tahu sumedang berkualitas rendah tersebut banyak
122
dijajakan oleh pedagang di dalam bis umum yang melintasi kota Sumedang.
Tahu sumedang yang benar adalah tahu yang dijajakan dalam bentuk sudah digoreng, tidak pong atau tidak kosong, dan masih berisi sari kedelai yang masih putih. Sari kedelai tersebut memberikan rasa khas perpaduan rasa kulit tahu yang sudah kering digoreng dengan bagian dalam yang tidak kering. Tahu sumedang mempunyai kulit luar yang berintik- bintik atau curintik (bahasa Sunda) yang khas membedakannya dari jenis tahu lainnya. (Dadang Supriatna, 2005).
Persediaan
Persediaan merupakan salah satu unsur paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara continue diperoleh, diubah, yang kemudian dijual kembali. Sebagian besar sumber-sumber perusahaan juga sering dikaitkan dengan persediaan yang akan digunakan dalam perusahaan pabrikasi. Nilai dari persediaan harus dicatat, digolong-golongkan menurut jenisnya yang kemudian dibuatkan perincian dari masing- masing barangnya dalam suatu periode yang bersangkutan, pada akhir sutu periode. Pengalokasian biaya-biaya dapat dibebankan pada aktivitas yang terjadi dalam periode tersebut dan untuk aktivitas mendatang juga harus ditentukan atau dibuat. (Assauri, 1993)
Menurut Handoko (1984) dalam pembuatan setiap keputusan yang akan mempengaruhi besarnya (jumlah) persediaan, biaya-biaya variabel yang harus dipertimbangkan sebagai berikut :
1. Biaya penyimpanan (holding cost) terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas pesediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata- rata persediaan semakin tinggi.
2. Biaya pemesanan (order cost) yaitu biaya yang timbul di saat aktivitas pemesanan.
Manajemen Persediaan
Manajemen persediaan merupakan hal yang mendasar dalam penetapan keunggulan kompetatif jangka panjang. Mutu, rekayasa, produk, harga, lembur, kapasitas berlebih, kemampuan merespon pelanggan akibat kinerja kurang baik, waktu tenggang (lead time) dan profitabilitas keseluruhan adalah hal-hal yang dipengaruhi oleh tingkat persediaan. Perusahaan dengan tingkat persediaan yang lebih tinggi daripada pesaing cenderung berada dalam posisi kompetitif yang lemah. Kebijaksanaan manajemen persediaan telah menjadi sebuah senjata untuk memenangkan kompetitif.
Pengendalian Persediaan
Menurut Assauri (1993) pengendalian persediaan merupakan suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi persediaan komponen rakitan, bahan baku dan barang hasil (produk) sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan- kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien.
Model Economic Order Quantity
Handoko (1984) mengungkapkan bahwa, metode manajemen persedian yang paling terkenal adalah model-model Economic Order Quantity (EOQ). Metode-metode ini dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Model EOQ sendiri adalah nama yang biasa digunakan untuk barang-barang yang dibeli. Model ini digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya kebalikan (inverse cost) pemesanan persediaan. Model EOQ di atas dapat diterapkan bila anggapan- anggapan berikut ini dipenuhi:
Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui (deterministik).
1. Harga per unit produk adalah konstan.
2. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan.
3. Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan.
4. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang- barang diterima (lead time) adalah konstan. 5. Tidak terjadi kekurangan barang atau (back
orders). Alur Pemikiran
Permintaan tahu sumedang di Industri Kecil Sari Kedele cukup tinggi. Keadaan ini dapat dilihat dari kuantitas kedelai yang dihabiskan dalam sehari seperti tampak pada Tabel 4. Untuk memenuhi permintaan tersebut maka persediaan kedelai di dalam gudang tidak boleh kosong. Karena itu dibutuhkan pengelolaan persediaan yang baik untuk menghindari kehabisan persediaan. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan model persediaan. Tujuan dari penggunaan model persediaan ini adalah untuk mendapatkan kuantitas pemesanan kedelai yang optimal, yang berarti bahwa biaya haruslah minimum.
METODE PENELITIAN
Objek penelitian ini adalah keragaan proses produksi tahu sumedang dan pengendalian persedian kedelai dalam aktivitas bisnis tahu sumedang pada Industri Kecil Sari Kedele. Penelitian dilakukan di
123
industri kecil tahu sumedang tersebut, yang bertempat di Jalan Raya Ir. Soekarno No. 21, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi dua jenis data, yaitu:
1. Data primer diperoleh dari informan yang ditentukan secara sengaja (purposive). Cara memperoleh data dan informasi primer dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan panduan wawancara, dan observasi lapangan. Informan dalam penelitian ini adalah pemilik, manajer operasional dan tenaga kerja di industri kecil tahu sumedang Sari Kedele.
2. Data sekunder, diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pemerintahan terkait, studi kepustakaan, dan penelusuran pustaka atau laporan dari instansi terkait yang relevan.
Berikut merupakan rancangan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Untuk mengetahui bagaimana keragaan produksi tahu sumedang, dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan alat analisis berupa tabel- tabel.
2. Untuk mengetahui kuantitas pemesanan kedelai yang ekonomis (optimal dimana biaya persediaannya minimum), dianalis dengan menggunakan model EOQ yaitu:
= √
dimana
D :Jumlah kedelai yang dibutuhkan selama satu periode tertentu (kg)
O : Biaya pemesanan per sekali pesan H : Harga pembelian per unit per tahun
C : Biaya penyimpanan dan pemeliharaan gudang per unit per tahun dinyatakan dalam persen
Sementara itu, biaya yang dikeluarkan untuk pemesanan yang ekonomis adalah:
= ( ) × + (
+ ) ×
dimana:
TC : Total biaya pemesanan yang ekonomis D : Jumlah kebutuhan setahun
Qe : Jumlah pesanan yang ekonomis Ss : Persediaan pengaman yang seharusnya H : Haga bahan per kilogram
O : Biaya pemesanan
C : Biaya penyimpanan per tahun
Rasio Sensitivitas adalah tingkat perbandingan antara total biaya persediaan yang dikeluarkan pada tingkat persediaan yang tidak optimal dibandingkan dengan total biaya persediaan pada tingkat persediaan optimal.
(
�
(
∗)
=
× +
+
×
∗
× +
∗
+
×
)
Sedangkan biaya marjinal adalah biaya tambahan yang harus ditanggung oleh industri kecil karena jumlah persediaan yang ada tidak optimal. Berikut ini adalah rumusnya :
� = � −
×
HASIL DAN PEMBAHASAN