• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa usulan Reformasi Pendidikan

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 60-66)

Pada Mei atau Juni 1908,33 Said menyerahkan sebuah petisi yang membeberkan gagasan-gagasan reformasi pendidikannya ke istana. Teks tersebut kemudian dicetak dalam Şark ve Kürdistan Gazetesi (Surat Kabar

Kurdistan dan Timur), tertanggal 19 November 1908. Namun sebagaimana

ditunjukkan pada pendahuluan artikel tersebut, rencana ini akan mem-berikan dampak yang tidak menyenangkan. Baru sebentar berada di Is-tanbul, Nursi sudah banyak menyedot perhatian, baik yang menguntung-kan maupun yang (sejauh berhubungan dengan pemerintah) merugimenguntung-kan. Sebagaimana lazimnya pada masa represif tersebut, menjadi seorang to-koh yang kontroversial membuatnya mendapatkan pengawasan ketat.34 Dia juga mengundang permusuhan dari orang-orang lain yang berprofesi sama dengannya karena cemburu atas pengetahuan serta ketenaran nya. Bagaimanapun, tujuan Nursi hanya satu: berjuang demi cita-cita Islam dan kekaisaran, dan dia tidak kenal takut dalam melakukannya. Teks terse-but diawali dengan beberapa kata pembuka oleh koran, Sark ve Kӥrdistan

Gazetesi. Teks petisinya sebagai berikut:

Kami bangga dapat menyertakan teks lengkap usulan yang Badiuzza-man Molla Said Efendi serahkan ke istana, yang akibatnya menjadi sa-sar an berbagai kecaman:

Dalam rangka menyelaraskan dengan perkembangan saudara-sau-dara kami di dunia yang beradab dan zaman yang maju serta penuh kompetisi ini, maka diperintahkanlah pendirian dan pembangunan sekolah-sekolah di kota-kota dan desa-desa Kurdistan—hal ini disambut dengan rasa syukur. Tetapi, hanya anak-anak yang bisa berbahasa Turki saja yang dapat memetik keuntungan dari sekolah-sekolah itu. Karena anak-anak Kurdi yang belum mengerti bahasa Turki menganggap satu-satunya sumber menimba pengetahuan adalah madrasah-madrasah, dan para guru di mekteb-mekteb [sekolah-sekolah sekuler yang baru] tidak menguasai bahasa daerah, maka anak-anak itu tetap ti dak mendapatkan pendidikan. Perilaku tidak beradab serta ketidakteraturan mereka karena kurangnya pendidikan itu membuat bangsa Barat bergembira melihat kemalangan kita. Terlebih lagi, karena orang-orang itu tetap dalam ke-adaan primitif, tidak beradab dan suka begitu saja meniru, maka mereka menjadi mangsa keraguan dan kecurigaan. Seakan-akan, ketiga hal ini sedang mempersiapkan pukulan telak kepada bangsa Kurdi di masa yang akan datang. Hal ini menjadi sumber kecemasan bagi mereka yang ber-wawasan.

Untuk menanggulanginya: harus dibangun tiga lembaga pendidikan di tiga tempat di Kurdistan untuk dijadikan contoh yang harus ditiru, dan juga sebagai penyemangat serta perangsang. Satu di Beitussebab, yang berada di tengah suku-suku Ertusi; satu lagi di tengah-tengah suku Mutkan, Belkan, dan Sasun; dan satu di Van sendiri, yang berada di tengah-tengah suku Haydar dan Sipkan. Sekolah-sekolah ini harus diperkenalkan dengan istilah yang sudah akrab, yaitu madrasah, dan harus mengajarkan ilmu-ilmu agama sekaligus ilmu-ilmu modern. Masing-masing sekolah harus memiliki paling sedikit 50 murid, dan sarana pendukungnya harus disediakan oleh pemerintah yang mulia. Dan juga, revitalisasi sejumlah madrasah lain akan menjadi cara yang efektif untuk menyelamatkan masa depan Kurdistan—baik secara mate-riel, moral, maupun spiritual. Dengan begitu, akan terbangun landasan pendidikan, dan dengan menyerahkan pembaruan kekuatan besar yang sedang diguncang konflik ini kepada pemerintah, maka dari luar akan terlihat bahwa kekuatan ini telah berkembang. Hal ini juga akan

menun-jukkan bahwa mereka (bangsa Kurdi) benar-benar layak mendapatkan keadilan dan mampu dijadikan bangsa beradab, selain juga mampu menunjukkan kecakapan alami mereka.35

Tidak diketahui bagaimana Said menyampaikan petisinya dan apa yang terjadi di antara dia dan para Pasya “Mabein.” Inilah bagian dari istana tempat para sultan sejak zaman dahulu menerima pengunjun g. Pada masa Abdulhamid telah berubah “menjadi sebuah birokrasi yang menakutkan,”36 menggantikan Porte sebagai pusat pemerintahan. Dalam kedudukan mereka sebagai pejabat tingkat tinggi rumah tangga sul ta n, para Pasya pasti menganggap tindakan seorang molla muda denga n se-dikit mandat dari kawasan terbelakang di kekaisaran yang begitu ber-aniny a membuat usulan yang mengkritik secara langsung kebijakan-ke-bijakan pendidikan Yang Mulia Kaisar itu sebagai tindakan yang sombong dan kurang ajar. Kemungkinan besar mereka sudah mengetahui kegiat-an-kegiatannya dari kawanan agen dan mata-mata pemerintah yang mem berikan laporan harian ke kantor sultan mengenai apa saja yang di jalankan semua orang. Mungkin Said juga memicu kemarahan mereka ka rena meminta dan menuntut untuk bisa bertatap muka dengan sang sultan sendiri. Tetapi, kita bisa yakin bahwasanya dia berbicara dengan sikap blak-blakan yang tidak biasa mereka temui. Apa pun yang terjadi, yang jelas mereka memerintahkan agar dia ditangkap dan, setelah dipe-riksa tim dokter, yang setidaknya salah satu adalah orang Armenia, mere-ka mengirimnya ke Rumah Sakit Jiwa Toptasi. Lagi-lagi, atas laporan yang menguntungkan dari seorang dokter yang takjub, dia dipindahkan dari rumah sakit ke penjara. Bagian dari wawancaranya dengan dokter ini berisi pemaparan gagasan-gagasannya mengenai reformasi pendidikan, maka pada titik ini sebelum mendeskripsikan wawancaranya, kami akan menyertakan uraian gagasan-gagasannya secara menyeluruh, didahului dengan penelusuran singkat mengenai kondisi madrasah-madrasah pada akhir masa pemerintahan Sultan Abdulhamid.

Dengan silabus dan kurikulum yang tidak pernah diubah sejak abad ke-15,37 bangunan-bangunan madrasah yang benar-benar sudah menye-dihkan,38 ketidaktersediaan fasilitas-fasilitas untuk para siswa, dan sum-ber-sumber penghasilan mandiri mereka (yayasan-yayasan agama) yang telah disediakan oleh pemerintah pusat pada 1840,39 kondisi madrasah-madrasah tersebut pada akhir masa pemerintahan Sultan Abdulhamid

hanya bisa diwakili dengan satu kata “menyedihkan”. Itu adalah hasil akhir dari sebuah masa kemerosotan yang panjang yang dipercepat oleh reformasi pendidikan yang pertama oleh Tanzimat, dan kemudian oleh Abdulhamid. Sebagaimana dicatat di atas, madrasah-madrasah dan se-luruh lembaga ahli telah digantikan dengan sistem-sistem pendidikan dan hukum ala Barat yang diperkenalkan oleh Tanzimat, sebuah proses yang (mungkin dengan tidak disangka-sangka) diteruskan oleh Abdulha-mid. Dengan kebijakan-kebijakan resminya berupa islamisasi dan Pan-Islamisme, para ulama mungkin telah menunggu dukungan efektif—yang bersifat moral, finansial, dan sebagainya—tetapi mereka benar-benar diabaikan, dan madrasah-madrasah tersebut, yang seharusnya mendidik para ulama generasi baru, bahkan semakin parah.40 Mungkin, yang me-nyebabkan hal ini pada kedua zaman itu adalah ketakutan kepada pe-ngaruh para ulama dan hasrat untuk menyingkirkannya.41 Sebagaimana telah ditunjukkan pada Bab 1 di atas, keadaan di Anatolia Timur telah ditebus hingga tataran tertentu oleh Ordo Naqsyi/Khalidi dan madrasah-madrasah yang telah dibangunnya. Profesi terpelajar itu sebaliknya malah dicitrakan dengan sangat buruk.

Reformasi madrasah mendapat serangan yang berat ketika pemerin-tahan Abdulhamid secara efektif berhenti setelah Revolusi Konstitu-sional. Sebelumnya, beberapa sarjana telah menerbitkan sejumlah artikel dan risalah mengenai persoalan itu, tetapi gagasan-gagasan mereka be-lum diterapkan. Yang menonjol di antara nama-nama itu antara lain: Ali Suawi42 dan Hoca Muhyiddin.43 Dapat ditemukan kesamaan-kesamaan gagasan antara Nursi dan nama yang disebut terakhir, khususnya menge-nai pengenalan ilmu-ilmu modern ke dalam madrasah-madrasah, kuri-kulum yang ketinggalan zaman, dan pemberian status yang setara antara madrasah-madrasah yang telah diperbarui dengan sekolah sejenis yang sekuler. Bagaimanapun, usulan-usulan Nursi itu berbeda karena secara khusus mengacu pada masalah-masalah kawasan timur.

Inti dari proposal-proposal Said Nursi terletak pada “penyatuan tiga cabang utama” sistem pendidikan—madrasah atau sekolah agama tradi-sional, mekteb atau sekolah sekuler baru, dan tekke atau lembaga-lembaga sufi—serta disiplin ilmu yang mereka wakili. Pengejawantahan usaha pe-nyesuaian ini adalah Medresetuz Zehra, yang telah disebutkan terdahulu. Nursi menganggap sangat pentingnya pendirian universitas ini, di mana

ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu modern akan diajarkan secara berdam-pingan dan “digabungkan”, dan Nursi memperjuangkan cita-cita ini hing-ga akhir hayatnya.

Bidang kedua dari usulan-usulan Nursi terletak pada restrukturisasi pendidikan madrasah secara menyeluruh. Pendekatan usulan-usul a n tersebut benar-benar modern. Isinya bisa digambarkan sebagai demok-ratisasi sistem madrasah serta diversifikasinya sehingga “kaidah pemba-gian tugas” bisa diterapkan.

Bidang ketiga menyangkut para khatib, yang “membimbing publik secara umum.” Meskipun Nursi menganggap peran yang akan dimainkan Medresetuz Zehra tersebut sangat vital untuk menyelamatkan masa de-pan Kurdistan dan persatuan kekaisaran, prinsip-prinsip umum yang dia kemukakan bisa diterapkan pada semua madrasah. Dalam petisi tersebut, Nursi menyebutkan beberapa syarat yang dia anggap esensial: Madrasatu s Zehra dan dua lembaga kembarannya harus diperkenalkan dengan nama madrasah, dan bahasa pengantarnya harus bahasa yang dikuasai oleh calon-calon siswanya. Dalam sebuah karyanya yang lain, Munazarat, Nursi menyatakan bahwa sekolah-sekolah tersebut harus tribahasa, de-ngan bahasa Arab yang statusnya “wajib”, bahasa Kurdi “boleh”, dan ba-hasa Turki “perlu”.44 Pada karya yang sama, dia juga menyatakan bahwa para sarjana Kurdi yang dipercaya oleh bangsa Kurdi maupun Turki harus dipilih sebagai guru, sebagaimana juga mereka yang menguasai bahasa daerah, dan bahwa para guru itu perlu memperhitungkan kapasitas serta tingkat budaya masyarakat yang akan mereka layani. Selain itu, madra-sah-madrasah ini harus setaraf dengan sekolah-sekolah sekuler resmi, dan seperti mereka, ujian-ujian madrasah tersebut harus diakui. Landasan dari sistem yang Nursi tawarkan itu adalah pengajaran gabungan ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu-ilmu-ilmu modern.

Seiring berjalannya waktu, silabus madrasah telah menyempit dan tidak lagi mengandung perkembangan-perkembangan modern di dalam ilmu pengetahuan yang sekaligus ditolak, sehingga pada awal abad ke-20 madrasah-madrasah tersebut menghasilkan ulama-ulama yang memper-cayai—bersama orang-orang Eropa—bahwa terjadi benturan dan kontra-diksi antara sejumlah “ihwal di luar” Islam dengan ihwal-ihwal tertentu dalam ilmu pengetahuan yang sangat mendasar seperti bentuk Bumi yang bulat. Gagasan yang salah ini telah menyebabkan perasaan putus asa dan

hilangnya harapan, dan telah menutup pintu kemajuan dan peradaban. “Padahal”, tegas Nursi, “Islam adalah guru serta pembimbing ilmu penge-tahuan, dan pimpinan serta bapak dari segala pengetahuan.”45

Pada tataran manusiawi, Nursi berpandangan bahwa agama mewakili hati dan nurani, sedangkan ilmu pengetahuan mewakili akal budi; kedua-nya penting demi tercapaikedua-nya kemajuan sejati: “Ilmu-ilmu keagamaan adalah cahaya nurani dan ilmu-ilmu modern (arti harfiahnya “ilmu-ilmu peradaban”) adalah cahaya akal budi; kebenaran menjadi terlihat jelas dengan menggabungkan keduanya. Usaha dari para siswa akan membuat kedua sayap ini terbang. Ketika keduanya terpisah, akan muncul fanatisme kepada salah satu, dan tipu muslihat serta kesangsian pada yang lain.”46

Pada skala yang lebih luas, Medresetuz Zehra akan menyatukan ke-tiga tradisi dalam sistem pendidikan itu dengan melambangkan “mekteb yang paling unggul sebagai akal budi, madrasah yang paling baik sebagai hati, dan zawiye yang paling suci sebagai nurani”. Karena nilainya yang unik bagi Dunia Islam inilah, suatu saat nanti ia akan mendapatkan ke-mandirian finansial melalui sumbangan-sumbangan dan warisan mulia yang akan ia terima.

Keuntungan dari sistem semacam itu akan bertumpuk-tumpuk. Se-lain menjamin masa depan para ulama di wilayah-wilayah timur, ia juga akan menjadi langkah maju menuju penyatuan dan reformasi sistem se-cara umum. Maka, ia akan mengentaskan Islam dari sekadar fanatisme, takhayul, dan keyakinan-keyakinan salah yang telah berkerak pada ba-gian-bagiannya selama berabad-abad. Yang lebih penting, ia juga akan menjadi sarana memperkenalkan pengetahuan modern ke madrasah-madrasah dengan cara yang akan menghilangkan kecurigaan para ulama terhadap ilmu modern. Ia juga akan “membuka pintu untuk penyebaran aspek-aspek menguntungkan dari konstitusionalisme.”47

Nursi berharap Islam bisa berfungsi sebagai sebuah dewan penasihat, yaitu melalui musyawarah (şura) yang saling menguntungkan di antara “ketiga divisi pasukan pendidikan Islam”—divisi madrasah, mekteb, dan

tekke—sehingga “ketiganya bisa saling melengkapi kekurangan

masing-masing.” Tujuannya adalah agar Medresetuz Zehra menjadi perwujudan dari hal ini.48

Menurut Nursi, upaya mengubah madrasah dari institusi “satu keahli-an” menjadi “multi-keahlikeahli-an” dan penerapan “kaidah pembagian tugas”

ini sejalan dengan kebijaksanaan dan hukum penciptaan. Kegagalan mem praktikkan hal ini pada abad-abad yang sebelumnya telah mengara h kepada kezaliman dan eksploitasi pendidikan hanya di madrasah, dan pengajaran yang dijalankan oleh mereka yang tidak memiliki kecakapan untuk melakukannya. Hal ini telah mengarahkan madrasah-madrasah ke-pada kehancuran mereka.49

Butir-butir yang lain disebutkan di bawah ini pada bagian “Percakap-an [Nursi] deng“Percakap-an Dokter.” Pada akhirnya, butir lebih jauh y“Percakap-ang bisa anggap radikal adalah pandangan Nursi bahwa “opini publik” harus di-pertimbangkan di kalangan ulama maupun siswa. Maksudnya, dia yakin bahwa “kezaliman akademik”, yang merupakan suatu bibit kezaliman po litik, “telah memberi jalan terjadinya peniruan tanpa pikir panjang (taklid), dan menghalangi pencarian kebenaran.” Agar masalah-masalah modern bisa diperjuangkan dan kemajuan bisa terjaga, “konstitusiona-lis me di kalangan para ulama” harus dibangun di “negeri ulama”. Dengan cara yang sama, di antara para siswa, “opini publik” atau gagasan-gagasan lazim yang muncul dari perdebatan serta pertukaran gagasan di antara murid dari berbagai disiplin harus diterima sebagai tuan. Nursi mempre-diksi bahwa hal ini akan memberikan rangsangan dan dorongan bagi ter-wujudnya kemajuan. Dengan demikian, “seperti halnya opini publik yang sifatnya sangat menonjol di suatu negara, opini-opini para ulama yang di terima juga harus dijadikan mufti, dan opini-opini para siswa yang di-terima harus dijadikan guru dan tuan.”50

Berapa tahun kemudian Nursi menulis: “Lahir di Desa Nurs di Pro-vin si Bitlis, ketika masih menjadi murid saya mengikuti adu pendapat dengan semua sarjana yang saya temui dan berkat rahmat Allah saya terus mengalahkan siapa saja yang menantang saya dalam perdebatan-perde-batan akademik, saya terus mengikuti acara-acara adu pendapat dengan berbagai risiko yang menyertai ketenaran saya, dan karena hasutan dari para musuh, saya diseret sampai masuk rumah sakit jiwa atas perintah Sultan Hamid.”51

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 60-66)