• Tidak ada hasil yang ditemukan

nursi Memerangi Perpecahan

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 83-87)

Pengenalan kebebasan berekspresi dan berkumpul setelah tiga pu-luh tahun represi Sultan Abdulhamid dan aparatnya, dan berakhirnya penyensoran serta penyebutan hukum pers mengarah pada meledaknya aktivitas politik. Ratusan selebaran, surat kabar, dan jurnal muncul, me-wakili berbagai corak pandangan. Selanjutnya, terjadilah politisasi rakyat yang cepat dan tidak disangka-sangka ketika politik menjadi satu-satu-nya topik perbincangan di antara seluruh kelas, bahkan mulai dari tukang kayu hingga kuli angkut.90 Beragam minat mendapatkan penyalurannya dengan berdirinya begitu banyak klub dan perkumpulan sosial, politik, kultural, dan profesional.91 Kekuatan-kekuatan oposisi juga segera tera-sa melalui klub-klub tersebut92 dan pembentukan partai-partai politik. Yang paling menonjol di antara partai-partai ini ialah Partai Serikat Libe-ral (Osmanli Ahrar Firkasi), yang dengan persiapan terburu-buru hanya menjadi partai untuk menantang rezim baru tersebut dalam pemilu pada akhir 1908. Pimpinannya adalah Sabahadin Bey, seorang keponakan Sul-tan Abdulhamid dan musuh bebuyuSul-tan Ahmet Riza, positivis yang meru-pakan salah satu ideolog utama CUP, selama masa pengasingan mereka di Paris. Ahmet Riza telah kembali ke Istanbul disambut dengan upacara layaknya kedatangan seorang pahlawan dan ditunjuk sebagai Presiden Dewan Deputi setelah pemilihan umum. Sementara CUP berkomitmen menerapkan kebijakan pemerintahan pusat yang kuat, Sabahaddin telah mengembangkan apa yang dia yakini sebagai solusi bagi kekaisaran ber-dasarkan prinsip-prinsip yang sangat berlawanan, yaitu “inisiatif swasta dan desentralisasi”. Gagasan-gagasan ini, yang melibatkan pengiriman

utusan kekuasaan dari pemerintah ke berbagai minoritas agama dan et-nis, memunculkan oposisi yang kuat.

Sebuah surat terbuka kepada Sabahaddin yang berjudul “Jawaban un-tuk Gagasan Pangeran Sabahaddin yang Bagus Tetapi Disalahpahami,”93 disertakan dalam karya pertama Nursi, Nutuk (Pidato), yang diterbitkan pada 1910,94 menggambarkan dengan jelas pandangan-pandangannya mengenai pertanyaan fundamental ini, serta menunjukkan pendekatan-nya yang memiliki dasar kuat serta masuk akal.

Dalam surat tersebut, Nursi menegaskan bahwa secara teori sistem federal untuk Kekaisaran Usmani tersebut bisa diterapkan, tetapi karena tingkat perkembangan bermacam-macam kelompok agama dan etnis sa-ngat beragam, maka sistem tersebut tidak bisa diterapkan pada saat itu. “Kehidupan itu terletak pada persatuan,” tulisnya. Penggunaan metafora-metafora ilmiahnya menarik, menunjukkan harapannya untuk memberi penekanan kepada pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kemajuan.

Nursi menyamakan “cinta kepada bangsa” dengan tarik-menarik an-tar partikel; sebagaimana an-tarik-menarik anan-tarpartikel tersebut menye-bab kan terbentuknya sebuah benda, begitu juga “cinta kepada bangsa,” ia akan menyebabkan terbentuknya keutuhan yang kohesif. Dengan mem perkuat ikatan-ikatan persatuan dan kepedulian serta cinta kepada bang sa yang bisa mempersatukan, prinsip-prinsip “sentralisasi” (yang di miliki bersama) bisa diterapkan dan keselarasan kemauan bisa diraih. Nursi tidak percaya bahwa perbedaan-perbedaan etnis bisa dihapuskan; sebaliknya, sebagaimana telah kita lihat, Nursi memiliki pandangan yang menyatakan bahwa pemerintah harus berupaya mengangkat seluruh ele-men kekaisaran hingga mempunyai derajat yang sama melalui program-program yang disesuaikan dengan “kapasitas intelektual, bahasa-bahasa daerah, dan budaya nasional masing-masing.” Hal ini akan menghasilkan kompetisi yang sehat, “uang dari mesin kemajuan peradaban.”

Dalam sebuah argumen yang kelak terbukti, Nursi memperingatkan Sabahaddin Bey bahwa gagasan desentralisasi dan “saudara-saudaranya”, klub-klub serta organisasi-organisasi politik dari berbagai minoritas itu, akan diubah menjadi gaya sentrifugal karena adanya konflik di antara “ele men” yang berbeda-beda itu. Meningkatnya arus secara tiba-tiba akan menggulingkan kapal “perluasan kekuasaan”. Ini akan mengarah kepada otonomi dan, dengan “terkoyaknya selubung Usmanisme dan

konstitu-sionalisme,” akan mengarah pada usaha memerdekakan diri dan terben-tuknya negara-negara kecil. Kemudian setelah diperburuk oleh persaing-an dpersaing-an hasrat untuk mendominasi, akibat dari ketimppersaing-angpersaing-an, proses ini akan berujung pada kekacauan. Tidak pernah terpikir oleh Nursi bah-wasanya patriotisme dan kebangsawanan seseorang yang begitu berbakat dan sangat terdidik seperti Pangeran Sabahaddin membiarkan dirinya memecah belah kekaisaran, menciptakan kerusuhan, dan menghancur-kan masa depan. Di antara sebagian besar warga negara ada orang-orang yang meyakini persatuan dari Tuhan, dan mereka bertanggung jawab meningkatkan persatuan dan memupuk cinta kepada bangsa. Islam saja sudah cukup. Solusinya harus dicari di dalam kerangka Islam; katanya, “Jika pasti ada elemen—unsur—Islam sudah mencukupi bagi kita sebagai sebuah elemen.”

Dengan demikian, bagi Nursi, persatuan (ittihad) merupakan prioritas di atas segalanya; dalam menghadapi semua gaya “sentrifugal,” baik da ri dalam maupun dari luar, yang melawan Kekaisaran Usmani dengan tujuan meretakkan dan memecah belahnya, persatuannya harus dijaga dengan cara apa pun. Pengamatan terhadap tulisan-tulisannya pada ma sa itu menunjukkan bahwa dia menekankan persatuan pada beberapa tingkat. Dalam khotbah dan nasihat-nasihatnya kepada sesama orang Kurdi, dia memohon adanya persatuan, dengan mendiagnosa adanya kon fli k interna l sebagai salah satu penyakit mereka yang paling serius dan menyebabkan kemerosotan. Dengan kata lain, persatuan harus dikembang kan di dalam kekaisaran yang multi-etnis dan multi-agama; di dalam kekaisaran itu sendiri; dan pada tingkatan Islam. Bagi Nursi, Islam dan persatuan Islam merupakan bagian integral dari Usmanisme.

Dasar dari persatuan—serta kemajuan dan seluruh struktur gagasan Nursi secara menyeluruh yang terkait dengan kebebasan dan konstitu-sionalisme—adalah konsep “kebangsaan” (milliyet). Kesadaran kebang-saan meningkatkan rasa cinta, yang pada gilirannya akan menghasilkan kohesi sosial, yang memungkinkan terjadinya kemajuan. Hal ini juga benar pada tingkat-tingkat yang lebih luas. Salah satu kritik utama Nur-si terhadap kezaliman adalah bahwasanya ia membunuh rasa kebang-saan dan melahir kan kebencian dan perpecahan, sehingga meniadakan kemungkin an terjadinya perkembangan positif. Dengan demikian, dia menggunakan istilah bangsa (millet) maupun turunan-turunannya untuk

mengacu pada ketiga level tersebut—yaitu, kelompok-kelompok kom-ponen bangsa, kekaisaran, dan Islam—dan dia mengharap agar mereka bersatu. Posisi minoritas non-Muslim di dalam skema ini akan dibahas kemudian.

Gagasan-gagasan inilah yang berulang kali Nursi ajarkan kepada rakyat melalui tulisan-tulisan dan pidato-pidatonya. Dalam pembelaan-nya di Mahkamah Militer pada Mei 1909, dia mendeskripsikan bagaimana dia telah mengunjungi semua tempat minum dan tempat yang sering di-kunjungi oleh 20 ribu kuli angkut Kurdi di Istanbul, dan mengajarkan ke-pada mereka dengan bahasa yang sederhana tentang konstitusionalisme dan bagaimana mereka bisa mengambil keuntungan darinya. Mereka me-miliki tiga musuh: kemiskinan, kebodohan—di antara “empat ribu” orang Kurdi tidak lebih dari 40 yang bisa membaca surat kabar—dan konflik in-ternal. Yang mereka butuhkan untuk memeranginya adalah “tiga pedan g intan”: persatuan bangsa (yaitu, persatuan di antara mereka sendiri); berjuang dan bekerja (sa’y); dan cinta kepada bangsa (yaitu, cinta kepada bangsa Usmani). Dengan menekankan kepada yang terakhir, dan mung-kin untuk memacu mereka, dia memberitahu bahwa mereka memiliki “keberanian dan kekuatan fisik” yang bisa diberikan, sementara orang-orang Turki memiliki kecerdasan dan pendidikan: “Orang-orang-orang Turki adalah otak kita, sementara kita adalah kekuatan mereka. Bersama-sama kita akan menjadi manusia yang utuh ... Kita hanya akan melihat keun-tungan, karena pemerintahan konstitusional sebenarnya adalah pemerin-tahan yang berdasarkan pada syariat ... Dalam persatuan terletak kekuat-an; dalam serikat ada kehidupkekuat-an; dalam persaudaraan ada kebahagiakekuat-an; dalam kepatuhan kepada pemerintah ada kesejahteraan. Sangatlah pen-ting bagi kita untuk memegang erat tali persatuan dan ikatan cinta yang kuat.”95

Lagi-lagi kita mencatat bahwa kepedulian Nursi yang unik agar pesan kebebasan dan konstitusionalisme harus sampai kepada rakyat kecil, se-bagaimana juga praktik “cinta kepada bangsa” yang patut dicontoh dari dia sendiri.

Para kuli angkut Kurdi juga memainkan peran penting dalam boikot Austria. Pukulan keras pertama terhadap kekaisaran di bawah rezim yang baru muncul tidak lama setelah konstitusi diproklamasikan. Pada 5 Ok-tober 1908, Austria mencaplok Bosnia-Herzegovina, dan Bulgaria

mem-proklamasikan kemerdekaannya, sementara pada tanggal 6, Yunani men-caplok Kreta. Sebagai tanggapan atas hal ini, pada 10 Oktober orang-orang Istanbul, dengan diorganisasi CUP, menyatakan boikot96 terhadap barang-barang Austria dan tempat-tempat yang menjual barang-barang-barang-barang terse-but. “Karena bodoh dan naif”, dua puluh ribu kuli angkut atau lebih yang menjadi tulang punggung kehidupan perekonomian Istanbul menjadi sasaran empuk provokasi dari berbagai pihak, khususnya karena boikot tersebut berlanjut hingga sekitar lima bulan.97 Tetapi berkat sara n dan na-sihat Nursi yang menenangkan pada “saat kebingungan dan kegem paran hebat” itu, para kuli angkut bertindak bijak dan masuk akal,98 meskipun mereka sendiri yang menanggung beban terberat dari boikot tersebut.99

Kemiskinan dan keterbelakangan wilayah-wilayah timur, yang Nursi coba tanggulangi dengan pengenalan reformasi pendidikan, penyertaan ilmu pengetahuan modern, dan penyebaran pendidikan, terasa cukup parah untuk berulang kali dibahas di Dewan Deputi. Berbeda dengan mi-noritas-minoritas etnis lainnya, masalah-masalah suku Kurdi itu dibahas dalam kaitannya dengan kondisi-kondisi sosio-ekonomi timur. Tingkat buta huruf juga disebutkan; “tak satu pun di antara sepuluh ribu orang yang bisa membaca,” dan para deputi menginginkan dana untuk mengu-rangi rasio tersebut menjadi “satu orang di antara seribu”.100

Pendidikan adalah salah satu alasan kerja sama awal Nursi denga n CUP, karena pada bidang tersebut maksud dan tujuan mereka sama. CUP menganggap pendidikan sangat penting, lebih sebagai cara menuju pencerahan dan membuat “orang-orang Usmani lebih bisa menerima ga-gasan-gagasan konstitusional dan liberal” daripada sekadar mempersiap-kan calon birokrat dan tentara masa depan, sebagaimana telah dilakumempersiap-kan para pendahulu mereka.101 Mereka juga mendirikan klub-klub di banyak tempat, yang salah satu tujuan utamanya adalah memberikan pendidikan kepada publik dalam urusan agama dan politik.102

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 83-87)