• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jatuhnya Bitlis dan Penangkapan nursi

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 174-182)

Pasukan Rusia bersiap menyerang dengan tiga divisi, yaitu guber-nur baru Bitlis, Memduh Bey, dan Kel Ali,39 salah seorang komandan. (Kel Ali mengambil alih komando dari Yakub Jemil, yang telah dikirim Halil Pasya ke Baghdad.40 Mereka bertiga merupakan anggota Fedai Zabitan

Grubu dari Teskilat-i Mahsusa.41 Gubernur dan Kel Ali mendekati Nursi dan mengatakan kepadanya bahwa karena hanya memiliki satu resimen

dan sekitar dua ribu relawan, mereka tidak punya pilihan lain kecuali mundur. Nursi menjawab bahwa jika mereka melakukan itu, maka semua orang yang pergi dari kawasan tersebut dan Bitlis dengan membawa se-luruh harta benda dan keluarga mereka itu akan jatuh ke tangan musuh. Oleh karena itu, mereka harus menahan serangan selama beberapa hari, agar para penduduk bisa benar-benar meninggalkan kawasan itu. Mereka menginformasikan kepadanya bahwa Mus42 telah diserang dan tentara mereka berusaha menyelamatkan tiga puluh senjata berat. Jika Nursi dan para relawan bisa mengambil senjata itu dan membawanya ke Bitlis, ada kemungkinan untuk mempertahankan kota selama beberapa hari. Kata Nursi kepada mereka: “Lebih baik aku mati jika tidak bisa mengambil-nya!” dan dia berangkat pada malam hari bersama sekitar 300 orang ke arah Nursin.

Ketika sudah mendekati Mus, dia menyuruh seorang mata-mata un-tuk mengirim informasi bohong kepada resimen Cossack yang berusaha mengambil senjata bahwa ada sebuah pasukan besar-besaran dipimpin oleh seorang bandit terkenal yang sedang berusaha merampas senjata-senjata itu. Hal ini membingungkan pasukan Rusia sehingga mereka menghentikan usaha mereka.43 Murid termuda Nursi yang menemaninya, Ali Cavus, yang baru berusia enam belas atau tujuh belas tahun, menyam-paikan kisahnya: “Ketika mereka bepergian pada malam hari untuk meng-ambil senjata, mereka bertemu dengan para penduduk dan prajurit yang turun ke jalan dan memberitahu mereka bahwa Rusia telah menguasai Mus. Nursi membagi milisinya menjadi kelompok-kelompok yang berang-gotakan empat belas orang dan dia memerintahkan agar masing-masing kelompok mengambil satu senjata berat.”44 Dia menugaskan sebuah regu yang beranggotakan enam orang untuk membawa amunisi, dan mereka semua bersama-sama menyeretnya di atas salju hingga sekurang-kurang-nya sejauh 60 km sampai mereka menyerahkansekurang-kurang-nya kepada sebuah resi-men yang berjaga di tengah perjalanan antara Bitlis-Tatvan.

Pasukan Rusia menyerang dari tiga sisi, tetapi pergerakan mereka terhenti ketika mereka mendapat perlawanan sengit—untuk sementara waktu—dari pasukan Turki dan milisi relawan di garis pertahanan Gu-nung Dideban. Nursi dan orang-orangnya terperangkap di jalan sempit sebelum Bitlis tetapi berhasil melarikan diri. Pertempuran berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Sebagaimana biasanya, untuk

membang-kitkan semangat para milisi, Nursi tidak masuk ke parit-parit; dia malah memacu kudanya ke sana kemari dengan kecepatan tinggi di garis de-pan. Ketika terkena empat butir peluru, dia tidak juga mundur. Kebetulan sekali, salah satu peluru mengenai gagang pedang pendeknya, satu lagi di kotak tembakaunya, dan yang ketiga di ujung pipa rokoknya. Yang keem-pat menyerempet lengan kirinya. Dia sama sekali tidak terluka.45 Kel Ali mengamati hal ini dan mengatakan bahwa peluru-peluru itu sama sekali tidak mengenainya. Nursi mengatakan kepadanya: “Jika Allah melindung i seseorang, jangankan sebutir peluru, sebuah meriam pun tidak bakal membunuhnya!”46

Sesudah pertempuran sengit selama seminggu, pasukan Rusia tetap tidak mampu menembus pertahanan Usmani, dan mereka sudah nyaris mundur jika saja sejumlah pasukan Armenia tidak memandu mereka ke selatan Bitlis. Mereka memotong jalan Bitlis-Siirt dan menguasai jem-batan Arab. Pasukan Armenia juga membuka jalan dengan menguasai Gunung Dideban, memasang senapan mesin di titik-titik penting dan menembaki banyak orang. Karena itu, akhirnya mereka berhasil mema-suki kota. Pada saat itu, Kel Ali, sang gubernur, sebagian besar pasukan, dan penduduk sudah melarikan diri. Pada Februari 1916, kondisi Anato-lia Timur sungguh mengenaskan: salju setebal tiga sampai empat meter, sekali lagi kaum wanita dan anak-anak, orang-orang sakit dan pincang, para pejabat pemerintah dan tentara mundur sebelum musuh maju.47 Hanya sebuah detasemen kecil yang tersisa. Mereka berjuang sampai titik darah penghabisan. Menurut salah satu di antara empat murid Nursi yang selamat, yang tersisa hanyalah Nursi beserta dua puluh lima relawan.

Penjelasan murid yang bernama Ali Cavus itu selengkapnya seperti di bawah ini. Penjelasan itu juga menyertakan sebuah uraian yang cemer-lang tentang Nursi dan orang-orang Rusia yang menawannya.

Hari itu, (3 Maret 1916) mereka mulai menyerang Bitlis selepas tenga h malam. Kami bertempur dengan pasukan Rusia dalam jarak dekat di ja-lanan. Terjadi pertempuran amat sangat. Semua teman kami tewas ke-cu ali empat orang. Ubeid, keponakan Ustad yang sangat beliau sayangi,4 8 tewas tepat di samping saya. Dia berkata kepada saya ketika jatuh: “Am-billah emas dari sabukku dan pakaianku supaya tidak jatuh ke tangan mereka.”

ustaz. Kami terus mengisi senapan-senapan dan memberikannya kepada ustaz, lalu beliau menembakkannya ke arah mereka. Beliau mengguna-kannya dengan sangat cepat bagaikan menggunakan senapan oto matis. Suatu kali kami memberi beliau sebuah senapan tanpa membuk a pe-ngamannya. Ketika senapan itu tidak bisa ditembakkan, beliau marah-marah. Cuma saat itulah beliau berbicara kepada kami dengan cara se per ti itu. Beliau berteriak: “Kenapa kalian memberiku senapan yang tidak bisa meletus?” Lalu membantingnya ke atas batu. Kami segera mem berikan senapan lain kepada beliau. Baru kemudian beliau mener-jang empat baris tentara yang ada di sekitar kami. Kami ingin menye-berang ke sisi Kizilmesjid kota ini. Kami sampai pada sebuah tembok yang tampak seperti sebuah saluran air; kami meloncatinya dari atas. Saluran air itu berada di bawah bangunan sebelahnya yang sekarang menjadi Sekolah Dasar Kasim Pasya. Karena air tertutup salju dan saat itu malam hari, kami tidak dapat memperkirakan tanah lapangnya dan kaki Ustad mengenai batu dan patah. Menunjuk ke bawah saluran, be-liau berkata: “Bawa aku ke sana, lalu pergilah. Aku ijinkan kalian. Insya Allah, kalian bisa melarikan diri.” Kami meletakkan beliau di sana dan mendudukkannya. Kami meletakkan kakinya di atas dua senapan agar sedikit nyaman. Beliau bersikeras agar kami pergi, tapi ketika kami me-ngatakan bahwa kami ingin mati syahid bersama beliau, beliau tersen-tuh dan berkata: “Kita ditakdirkan menjadi tawanan.” Kami mengatakan bahwa kami sudah pasrah kepada takdir.

Menarik sekali jika diperhatikan bagaimana pernyataan-pernyata-an ypernyataan-pernyata-ang diperoleh pada Juni 1917 dari dua orpernyataan-pernyata-ang Turki ypernyataan-pernyata-ang selamat dan menjadi saksi bahwa mereka benar-benar terkepung musuh. Hal ini menunjukkan bahwa Nursi dan para muridnya begitu terpojok karena serangan “para bandit Armenia”, yang menghujani mereka dengan pe-luru dan menusuk-nusuk mereka dengan bayonet hingga mereka mengira bahwa mereka semua sudah mati.49

Suatu kali ketika bersembunyi di bawah saluran air, Nursi meminta mereka pergi dan memberitahu pasukan Rusia tentang keberadaan me-reka, tetapi keempat muridnya takut hal itu akan membuat Nursi ter-bunuh. Lalu mereka mencoba memikirkan tindakan yang lain. Mereka tetap di sana berkubang lumpur yang dingin luar biasa, kelaparan, dan kelelahan selama sekitar tiga puluh tiga jam.50 Akhirnya, mereka mengi-rim Abdulwehhab, yang menguasai bahasa Rusia sedikit-sedikit, untuk

melapor kepada pasukan Rusia. Keterangan berikut—yang sebenarnya merupakan gabungan dari dua keterangan Ali Cavus yang diberikan se-cara terpisah—menambahkan:

Pasukan Rusia telah menduduki bangunan di atas saluran air, dan suara mereka bisa terdengar dari bawah. Sekitar satu jam berlalu, dan kami mendengar tembakan senapan. Kami kira Abdulwehab ditembak. Kemu-dian kami dengar derap langkah kaki. Kami mengangkat senapan dan menunggu. Kemudian kami lihat Abdulwehab beserta sebuah regu yang terdiri atas 50 tentara Rusia. Mereka mengeluarkan kami dan membawa tandu untuk ustaz, lalu membawa kami ke sebuah bangunan yang da-hulunya adalah sebuah hotel sekaligus asrama Pasukan Kedua Rusia. Dalam perjalanan kami menuju ke sana, pasukan Armenia mendengar kalau kami sudah ditemukan dan mulai mengitari kami. Mereka tidak akan membiarkan kami hidup, sekiranya tidak ada tentara Rusia. Seorang komandan resimen menemui kami. Mereka menempat-kan kami di sebuah ruangan dan memberi beberapa potong roti apak yang mereka temukan. Kami belum makan selama tiga hari, dan ini jauh lebih baik dibandingkan baklawa terbaik sekalipun. Kemudian mereka membawa Ustad ke ruangan lain dan membawakannya sepotong ayam panggang. Dua orang komandan Rusia mulai menanyainya. Jelas mereka berbicara soal perang. Ustaz berbicara dengan mereka sambil berdiri di atas satu kaki. Tampak seolah-olah ustaz adalah komandannya dan ke-dua komandan Rusia itu adalah tawanannya. Beliau tidak membungkuk sama sekali kepada mereka. Kemudian mereka menyadari bahwa kaki ustaz patah dan memanggil tim medis, yang kemudian memasang ples-ter. Setelah sekitar dua setengah jam, sepasukan detasemen mengan-tarkan kami ke bangunan pemerintah. Seorang pejabat Tartar, yang ke-mudian kami ketahui ternyata seorang Muslim, merasa kasihan kepada kami. Dia membawa kami ke dalam dan menempatkan di dalam ruang gubernur.

Selama minggu pertama ketika kami tinggal di kantor gubernur, datang seorang ajudan. Dia menanyakan tentang ustaz dan mengatakan bahwa jenderal memanggil beliau. Mereka menggotong ustaz dengan tandu ke tempat menginap jenderal di Mahallebasi. Ustaz masuk. Jen-deral mengajukan sejumlah pertanyaan. Pertanyaannya seputar sese-orang yang dikenal dengan nama Abdulmecit, yang telah pergi ke Iran dan dari sana berencana ke Kaukasus untuk mengorganisasi kaum Mus-lim untuk bertempur melawan Rusia.51 Mereka menginginkan

informa-si tentang dia dari ustaz. Ustaz menjawab sesuai yang diminta. Tanya jawab jenderal berlangsung sekitar dua minggu. Kami menunggu di luar ruangan dan kami bisa mendengar mereka bicara. Kami mendengar ja-waban ustaz yang singkat dan pedas, dan dari waktu ke waktu terdengar juga suara gebrakan di atas meja. Kami merasa khawatir dan takut kalau kami akan dibariskan lalu ditembak. Ketika akhirnya ustaz keluar dari ruangan, kami tidak menyalahkannya.

Pada hari kedua puluh tujuh kami berada di kantor gubernur, me-reka membawa kami ke pos polisi yang sekarang sudah menjadi gedung pengadilan. Ada sekitar dua puluh lima polisi dan pejabat pemerintah yang telah mereka tangkap, kebanyakan berpangkat tinggi. Ajudan jenderal datang dan berkata kepada Ustad: “Anda bisa membawa satu atau dua pembantu Anda, kami membebaskan Anda.” Ustad menjawab: “Mereka bukan pembantuku. Mereka itu saudara-saudaraku,” lalu be-liau mengajak salah satu dari kami yang bernama Said. Kami tidak ingin berpisah dengan ustaz. Untuk menghibur kami, beliau berkata kepada kepala polisi Irfan Bey, yang juga seorang tawanan: “Aku percayakan murid-muridku kepadamu. Bawalah mereka ke polisi di sana.” Mereka memisahkan kami dari ustaz dan mengirim kami ke Rusia.52

Kepahlawanan Nursi dan para relawan dalam mempertahankan ne-geri Timur melawan pasukan Rusia dan Armenia menjadi legenda rakyat di kawasan itu. Mereka menceritakan bagaimana pasukan Rusia berusaha membunuh Nursi ketika dia menyerah kepada mereka, dan bagaimana ke-inginan ini berubah menjadi kekaguman atas keberaniannya, yaitu ketika Nursi sama sekali tidak bergeming saat mereka memegangi kakinya yang patah.53 Salah seorang murid yang bertempur bersamanya menceritakan kemarahan Nursi ketika mengetahui bahwa saat ditanyai pasukan Rusia, juru bahasa Armenia salah menafsirkan ucapannya, sehingga pasukan Rusia membawa seorang juru bahasa Tatar; dan penolakan Nursi terha-dap usulan kepala suku Kurdi yang telah bergabung dengan pasukan Ru-sia bahwa sebagai penebus kebebasannya dia harus menulis surat kepada semua suku dan meminta mereka semua menyerah.54

Bitlis jatuh ke tangan Rusia pada 3 Maret 1916. Dokumen paling me-narik yang ditemukan bercerita tentang perjalanan menuju penangkapan hingga sejauh perbatasan Rusia. Itu adalah sebuah catatan perjalanan seorang polisi cadangan, Muhammad Feyyaz, seorang keturunan sufi ter-kenal, Ibrahim Hakki dari Erzurum, dan menyampaikan banyak rincian

menarik tentang perjalanan itu yang ditempuh bersama Nursi.

Pasukan Rusia menahan Nursi di Bitlis selama dua minggu,55 karena Muhammad Feyyaz melihatnya untuk pertama kali juga di Başhan, antara Bitlis dengan Tatvan di danau Van pada 18 Maret 1916. Dia menulis:

Mereka mencatat nama kami di Bitlis pada 18 Maret, dan pada siang hari kami dinaikkan unta. Para kusir unta adalah orang-orang Persia dan telah mengalami penindasan mengerikan di bawah tirani Rusia. Dengan keyakinan bahwa bangsa Turkilah yang bertanggung jawab atas hal ini, mereka menyiksa dan memperlakukan kami dengan buruk sebagai balas dendam. Kami sampai di Başhan malam hari, di mana kami saksikan sekitar 40 orang Turki yang dibantai, mayatnya ditumpuk begitu saja di luar Han ... Kami juga melihat sekelompok tentara Rusia berkumpul dan membahas sesuatu. Kami turun dari unta. Kami mendekat dan saya menyaksikan pasukan Cossack sedang berdebat dengan penjaga kami, yang menghendaki agar Said-i Kurdi diserahkan kepada mereka sehing-ga mereka bisa membunuhnya. Ada orang yang memerhatikan perteng-karan ini dengan tenang. Saya tidak bisa segera mengenalinya.

Kami ditempatkan di sebuah kandang kotor selama beberapa hari. Pada tanggal 20, kami pergi melewati Tatvan mengikuti tepian danau sampai ke desa yang tinggal reruntuhan, tempat kami bermalam. Salah seorang tentara Rusia, seorang Muslim Kazakistan, merasa kasihan pada para tawanan, yang semuanya kelaparan, lalu menyembelih seekor sapi jantan. Hari itu semua orang makan kenyang dan mengisi perbekalan dengan daging.

Kami berangkat pagi hari tanggal 21 Maret. Hari itu dingin dan ber-salju. Pakaian kami basah. Malam itu kami menginap di desa yang ting-gal puing-puing. Di situ kami menyalakan api dan mengeringkan badan. Hari berikutnya, 22 Maret, kami menyusuri tepian danau. Kondisinya licin dan berair. Selanjutnya, kami kesulitan menempuh sejumlah jalan. Malam harinya kami menginap di reruntuhan gereja. Terjadi percakapan telepon, dan para tentara Rusia berbagi roti dengan kami.

Karavan berangkat pada 23 Maret ketika matahari baru saja terbit. Hari yang cerah dan sinar matahari membuat kami gembira. Malamnya kami berhenti di samping danau di sebuah desa di Armenia yang hanya terdiri dari beberapa rumah. Para penduduk memberi kami daging yang diawetkan, roti, dan gula. Sebuah kesatuan Rusia ditempatkan di sana.

Pada 24 Maret, kami berangkat dengan naik keledai ... Kami sampai di Vastan pada siang hari. Kami turun di gubuk-gubuk bagus yang telah

dibuat pasukan Rusia. Mereka memberi kami makanan, teh, dan gula. Ada kompor-kompor bagus. Juga ada beberapa rumah kayu. Di sini kami dipisahkan dari yang lain [karena kami sebagai perwira].

Pada 25 Maret kami naik keledai lagi dan sampai di Van pada siang hari. Di sini mereka menempatkan kami bertiga—Molla Said, saya sen-diri, dan pelayannya—dalam satu ruangan. Kami tinggal di sini selama empat hari, dan tiap hari komandan datang dan memeriksa keadaan kami ...

Pada tanggal 29, kami diangkut dengan kereta ke Ercek, yang dihuni orang-orang Armenia. Mereka mengenal Molla Said. Kami dipertonton-kan di hadapan orang-orang. Mereka mengerubuti, mengutuk, dan me-nyumpahi kami. Jelas sekali mereka ingin membunuh kami malam itu. Salah satu penjaga yang bernama Seifullah, seorang Muslim, banya k membantu menyelamatkan nyawa kami. Kami sangat cemas malam itu. Pada pagi harinya komandan mengunjungi kami bersama istrinya. Me-reka membawa serta seorang bocah Muslim berusia dua belas tahun. Komandan itu sangat baik hati dan ramah. Istrinya adalah orang Rusia dan benci kepada orang Armenia. Katanya dalam bahasa Turki patah-patah, sebenarnya pemerintah kami telah melakukan kesalahan serius dengan tidak menghabisi orang Armenia ketika ada kesempatan. (Kelu-arga bocah itu telah dibantai oleh pasukan Armenia di Van, dan akhirnya komandan beserta istrinya melindungi bocah itu.)

Kami marah mendengar cerita yang disampaikan bocah itu sehingga kami tetap termenung ketika dia selesai bercerita. Akhirnya, Molla Said berbincang-bincang dengannya. Lalu mereka memberitahu bahwa ke-reta kami sudah siap. Komandan dan istrinya mengantarkan kami sam-pai kereta pergi. Hari itu tanggal 30 Maret 1916. Malam itu kami samsam-pai di Molla Hasen. Di sini komandan Rusia memastikan kondisi kami nya-man.

Pada 31 Maret kami sampai di Saray, lalu Kazimpasya; pada 1 April, di Kotur; 2 April, Kervanseray; dan pada 4 April kami melintas ke Khuy [di Iran]. Kami turun di pos karantina yang berjarak setengah jam dari kota. Di dalamnya ada delapan atau sepuluh gubuk panjang, tiga tenda, sebuah kamar mandi dan rumah sakit. Kami tinggal di sana selama dua puluh satu hari. Kami bisa menyalakan api dan mandi kapan saja kami mau. Setiap pagi, dokter Georgia dari rumah sakit dan seorang perawat yang sangat baik membawakan masing-masing tiga butir telur dan dua potong biskuit untuk Molla Said dan saya, lalu berbincang-bincang de-ngan kami dede-ngan ramah. Kami mendapat makanan yang sangat lezat,

yang dikirimkan dua kali sehari dari kota.

Setelah dua puluh satu hari di sini, kami pergi naik kereta ke Julfa pada 25 April. Kami beristirahat di kawasan pemukiman pada malam hari ... Pada 26 April, kami melintasi perbatasan Rusia di Julfa .... 40 delapan jam kemudian kami langsung dibawa ke Kosturma dengan kere-ta api melalui Dagiskere-tan.”56

Catatan harian berhenti sampai di sini, dan tidak ada lagi penyebutan tentang Nursi. Dia tinggal di Tiflis (Tiblisi), Ibu Kota Georgia, dan tidak melanjutkan perjalanan bersama tawanan lainnya.

Bahkan dokumen-dokumen yang ditemukan dalam arsip Kantor Per-dana Menteri di Istanbul menunjukkan bahwa pada September 1916 Nursi masih berada di Tiflis—diduga dia mendapat perawatan karena patah tu-lang kakinya. Dokumen pertama, tertanggal 9 Agustus 1332 (22 Agustus 1916), berasal dari Memduh, wakil gubernur Bitlis, Kementerian Dalam Negeri di Istanbul. Di situ disebutkan bahwa para pejabat yang menjadi tawanan perang di Tiflis meminta agar gaji mereka dikirimkan. Salah satu yang juga membutuhkan uang adalah Badiuzzaman Said-i Kurdi, yang telah berhasil mengamankan delapan senjata berat dari Mus selama jatuhnya Bitlis ke tangan musuh dan telah mendaftar sebagai relawan. Dokumen kedua, tertanggal 7 Eylul 1332 (20 September 1916), dikirimkan oleh Menteri Dalam Negeri, Tal’at Bey, kepada direktur Masyarakat Bulan Sabit Usmani, Besim Omer Pasya. Dalam dokumen itu dia meminta Besim Omer Pasya mengirimkan 60 lira kepada Nursi di Tiflis melalui kurir khu-sus. Dan dokumen ketiga, yaitu jawaban Besim Omer Pasya, tertanggal tiga hari kemudian, memberitahukan kepada Ta’lat Pasya bahwa 60 lira itu sudah dikonversi menjadi 1254 mark dan telah dikirim sebagaimana diminta.57

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 174-182)