• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Pemberontakan

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 103-109)

Komite Persatuan dan Kemajuan (CUP) menyatakan bahwa Insiden 31 Maret merupakan sebuah gerakan reaksioner36 dan juga menyatakan bahwa Sultan Abdulhamid bertanggung jawab atas hal ini.37 Tetapi meski-pun banyak faktor yang dianggap berperan dalam meningkatnya kema-rahan terhadap CUP, pengkhianatan itu sendiri masih belum bisa dijelas-kan secara memuasdijelas-kan. Sebagaimana telah disebutdijelas-kan di atas, sebuah penyelidikan yang objektif telah menunjukkan hasil berikut: berlawanan

dengan apa yang telah diulang-ulang pada banyak buku yang menying-gung insiden tersebut, surat kabar Volkan, serta tulisan-tulisan Dervis Vahdeti di dalamnya, dan Serikat Muhammad tidaklah cukup provokatif hingga dapat memicu pemberontakan tersebut. Sumber penafsiran yang salah tersebut tampaknya berasal dari CUP dan para pendukungnya, dan versi kejadian-kejadian inilah yang lebih disukai para penulis sesudahnya. Menurut versi ini, pemberontakan tersebut bersifat reaksioner dalam ar-tian menolak rezim konstitusional liberal dan menginginkan kembalinya autokrasi Sultan Abdulhamid. Bagaimanapun, sebagaimana disebutkan di atas, ini bukanlah harapan para anggota Serikat Muhammad sebagaimana disebutkan di dalam Volkan. Terlebih lagi, sebagaimana telah ditegaskan oleh seorang sejarawan terkenal, CUP memberi cap para penentang me-reka “reaksioner (murteci)”, dan kata “reaksi (irtica)” menjadi sama artinya dengan “oposisi”.38

Menurut sumber-sumber utama yang mengemukakan pandangan-pandangan di atas,39 pemberontakan itu dipicu oleh kaum liberal (Ahrar) yang bekerja sama dengan Inggris dan dipimpin oleh Vahdeti, yang kemu-dian tidak mampu mengendalikan lajunya,40 dan merupakan wujud dari perjuangan politis yang sengit terhadap CUP. Tentulah ketakpuasan itu diperkuat oleh banyak sumber, dan semua memperkuat oposisi tersebut. Penjelasan lainnya, yang disebutkan oleh Nursi sendiri,41 adalah bahwa pemberontakan itu dirancang oleh golongan-golongan yang ingin mem-percepat sekularisasi dan westernisasi dan menyingkirkan kekuatan-ke-kuatan yang tak sejalan dengannya. Salah satu yang dianggap tidak sejalan adalah CUP. Sumber-sumber lain menyalahkan Badan Intelijen Inggris.42 Sumber-sumber yang beranggapan bahwa CUP bertanggung jawab atas insiden ini menunjukkan bahwa peran Vahdeti sangatlah kecil.43 Tidaklah pada tempatnya jika buku ini menjelaskan insiden tersebut secara men-detail, tetapi karena insiden tersebut maupun peran Nursi di dalamnya telah disalahpahami, kami harus berusaha memberikan perspektif yang lebih jelas dengan menyertakan uraian singkat berikut ini mengenai se-bab-sebab utama dan jalannya kejadian tersebut.

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, ketika harapan-harapan besar yang diberikan proklamasi dan konstitusi tak bisa tercapai, muncul kekecewaan dan ketidakpuasan di mana-mana. Kebencian terha-dap CUP meningkat setiap hari ketika wujud asli CUP semakin tampak.

Dengan tetap berada di belakang panggung, CUP bukanlah partai politik resmi, dan para anggotanya tidak bertanggung jawab kepada siapa pun. Namun campur tangan mereka dalam urusan-urusan pemerintahan kian meningkat. Dan baru sehari sebelum terjadi pemberontakan, CUP muncul dan menyatakan bahwa ia telah menjadi sebuah partai politik.44 Terlebih lagi, berbeda dengan Sultan Abdulhamid, mereka belum berpengalaman, dan penolakan mereka untuk mengakui hal ini langsung mengakibatkan hilangnya wilayah dan keruntuhan kekaisaran dengan cepat. Penyensoran dihapuskan. Para pendukung Serikat mulai melancarkan serangan tanpa henti kepada sultan di media. Dengan mengklaim konstitusionalisme se-ba gai milik mereka, mereka mencose-ba memaksakan pandangan-pandang-an pada rakyat bpandangan-pandang-anyak. Kecenderungpandangan-pandang-an-kecenderungpandangan-pandang-an otokratik mereka menjadi jelas. Tetapi semakin menunjukkan wujud aslinya, semakin pula mereka tidak dipercaya dan dibenci, dan semakin keras pula pertarungan antara partai-partai dan perkumpulan-perkumpulan. Pers menjadi meda n pertempuran. Sebagai tanggapannya, para pendukung serikat terpaksa me nerapkan metode ilegal dan sembunyi-sembunyi untuk semakin mem-perkukuh diri mereka sendiri, memperbanyak penggunaan kekuatan un-tuk menyingkirkan lawan. Mereka menindak keras segala macam oposisi, meyakini diri mereka sebagai “Perkumpulan Suci” (Cem’iyet-i Mukaddes) dan “Penyelamat Bangsa” (Munci-i Millet).

Intimidasi dan kekerasan politik menciptakan suasana teror. Semen-tara itu hal-hal yang memicunya masih tidak jelas. Pada 15 Desember 1908, salah satu anak buah sultan, Ismail Mahir Pasya, dibunuh. Kematian-nya disusul kematian tokoh-tokoh lain, termasuk para jurnalis terkemuka yang salah satunya adalah Hasan Fahmi Bey. Dia adalah editor Serbesti, salah satu jurnalis yang menyuarakan oposisi paling keras terhadap CUP. Sebagaimana disebutkan di atas, Serbesti telah menyerukan agar diadakan demonstrasi massa untuk memprotes rancangan Hukum Pers; semestinya demonstrasi itu diadakan pada 8 April, sehari setelah kematiannya. Tetapi nasib berkata lain, pemakamannyalah yang dihadiri kerumunan banyak orang itu.45 Dalam surat kabar Volkan nomor 97 (7 April, 1909) muncul sebuah pengumuman akan adanya demonstrasi untuk “kebebasan pers”. Pembunuhan Hasan Fahmi Bey pada malam 6/7 April 1909 menyebabkan munculnya tuntutan keadilan di mana-mana. Namun tuntutan-tuntutan itu tidak ditanggapi. Hal itu sama dengan kembalinya kezaliman dalam

bentuk yang lebih buruk dari sebelumnya.46

Pada saat yang sama, CUP memulai gerakan menyingkirkan para pe-jabat pemerintahan dan menggantikan mereka dengan para pendukung-nya sendiri, baik yang berpengalaman maupun yang tidak. Yang terlibat lumayan banyak, membengkak hingga ribuan mata-mata dan agen raha-sia dari rezim sebelumnya. Kebijakan yang sama yang juga diikuti Angkat-an Darat. Para tentara terbagi menjadi dua: mereka yAngkat-ang pAngkat-angkatnya di-naikkan karena pengalaman dan jasa mereka, dan mereka yang dididik di sekolah-sekolah militer baru. CUP mulai menggantikan para tentara yang disebutkan terdahulu dengan yang terakhir, di mana sebagian besarnya adalah pendukung CUP. Jumlah personel yang dikeluarkan dari semua unit angkatan bersenjata mencapai ribuan. Banyak di antara para perwira baru itu tidak berpengalaman, dan beberapa di antara mereka menghina Islam dan mencoba mencegah para tentara biasa menjalankan ibadahnya. Dengan demikian, ketidakpuasan di kalangan angkatan bersenjata men-capai tingkat yang serius—sudah terjadi sebuah pengkhianatan pada Ok-tober 1908.47 Para pejabat dan perwira yang dikeluarkan itu membentuk sebuah badan penting yang siap memberontak melawan pemerintah.

Kemudian rancangan hukum yang berkaitan dengan para murid ma-drasah dan dinas militer telah memosisikan sejumah besar opini publik sebagai oposisi. Selain itu, muncul perasaan tidak percaya di antara rakyat banyak sehubungan dengan sikap CUP yang longgar terhadap agama. Ke-bebasan telah mempercepat masuknya budaya, perilaku, dan moralitas Barat, dan telah menyebabkan merosotnya standar moral. Tersibaknya keterlibatan sejumlah anggota CUP dengan kelompok Farmason (Freema-son)48 juga memperburuk reputasi mereka.

Pada akhirnya, muncullah sikap saling dukung di antara partai-partai dan perkumpulan-perkumpulan. Perang yang semakin gencar dan keras di antara surat kabar-surat kabar yang mewakili CUP dan para musuh mereka terus-terusan memperburuk keadaan.

Pemberontakan

Terjadilah pemberontakan di antara salah satu Batalion Infanteri Ringan yang baru beberapa minggu sebelumnya dibawa kembali ke Istan-bul dari Selonika sebagai pembela kebebasan. Salah satu penjelasan untuk

kejadian yang tidak disangka-sangka ini adalah bahwa para perwira muda yang mendapatkan pendidikan modern telah meninggalkan anak buah mereka dan memasuki “kehidupan politik ibu kota yang menggiurkan.”49 Hal ini berawal pada tengah malam 12/13 April. Setelah menyekap semua perwira di kamar mereka, para serdadu menguasai barak, kemudian tum-pah ke jalan-jalan. Saat mereka menuju Aya Sofia dan Dewan Perwakilan yang tidak jauh dari sana, rombongan itu bertambah dengan bergabung-nya para tentara lain, murid-murid madrasah, dan rakyat umum. Mereka menuntut syariat. Mereka tiba di Aya Sofia pada saat hari sudah terang. Mereka mengepung dewan dan menyampaikan tuntutan mereka. Tun-tuta n-tunTun-tutan ini mencakup penghapusan Dewan Tertinggi, Menteri Urusan Perang, dan Komandan Garda Kekaisaran, dan pemecatan Ahmet Reza yang telah bertindak sebagai Presiden Dewan sejak proklamasi kon-stitusi, penerapan syariat secara penuh, pengembalian para perwira me-re ka yang telah disingkirkan, dan jaminan bahwa para tentara yang telah ambil bagian dalam pemberontakan itu tidak dihukum.

Pada saat itu, para pemberontak sudah membunuh salah satu deputi karena salah mengiranya sebagai jurnalis terkemuka CUP Husein Jahid, dan Menteri Keadilan, sebagai anggota Dewan Tertinggi. Pemerinta h lengser, dan sultan menunjuk Dewan Tertinggi dan Menteri Urusan Pe-ran g yang baru. Pemberontakan berlanjut; terjadi penjarahan dan per-tum pahan darah. Kantor-kantor CUP dan media-media penyiaran utama mereka digarong. Semua ini bisa dianggap mengarah kepada motivasi politis, dan kaum liberal sebagai dalang dari pemberontakan itu.50 Bukan-nya berusaha memadamkan gangguan itu—karena tidak didukung pihak berwenang baik itu dari militer maupun sipil—CUP memilih meminta ki-riman bantuan dari Selonika.

Berita tentang pergolakan tersebut memicu sebuah reaksi yang kuat di Selonika, yang tetap merupakan pusat CUP. Dengan menyebarkan kabar bahwa konstitusi sedang terancam, CUP tidak kesulitan mengum pulkan kekuatan dari para relawan yang sebagian besar terdiri dari komplota n orang-orang Serbia, Bulgaria, Yunani, Makedonia, dan Albania. Unit pra-jurit tetap hanyalah sebagian kecil dari Tentara Operasi ini. Merek a di-persenjatai dan dilatih untuk Istanbul. Pasukan ini berkumpul di Aya Stefanos, beberapa kilometer di luar kota, dengan Mahmud Sevket Pasya sebagai komandannya. Pada 24 April, mereka menguasai kota dan

keesok-an harinya memproklamasikkeesok-an keadakeesok-an hukum militer. Pada 27, Sultkeesok-an Abdulhamid diberhentikan. Atas desakan yang kuat para pemimpin CUP berhasil mengeluarkan fatwa yang menghalalkan penggulingan kepe-mimpinan tersebut dari dua tokoh agama—setelah gagal mendapatkan-nya dari Syekhul Islam.51 Kemudian, setelah berpindah ke Aya Stefanos untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Tentara Operasi, para ang-gota Dewan Perwakilan dan para pejabat tingkat atas membuat keputusan rahasia untuk memberhentikan sultan, meskipun mereka mengeluarkan sebuah deklarasi yang mengatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk menyelamatkannya.52

Ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh suku-suku di Anatolia Timur mengenai hal ini setahun kemudian, Nursi mengatakan:

Saya menyaksikan situasi semacam ini selama Insiden 31 Maret. Un-tuk menghargai konstitusi Islam, orang-orang taat yang patriotik me-nyarankan cara-cara menyesuaikan karunia Tuhan berupa konstitusio-nalisme, yang mereka ketahui sebagai sari pati hidup itu, dengan syariat dan menggiring mereka yang terlibat di dalam pemerintahan ke arah kiblat untuk melakukan shalat keadilan, untuk menegakkan syariat suci dengan kekuatan konstitusionalisme dan menghidupkan konstitusio-nalisme dengan kekuatan syariat, dan menyatakan bahwa kejahatan-kejahatan di masa lampau adalah karena menentang syariat. Kemudian, semoga tidak sampai terjadi, jika situasinya kondusif untuk tumbuhnya kezaliman, mereka yang tidak bisa membedakan antara yang benar dan yang salah mulai berteriak: “Kami menginginkan syariat!” seperti beo dan dalam situasi itu tujuan sejatinya tidak bisa dipahami. Lagipula, ren-cana-rencananya telah disiapkan. Maka, kemudian sejumlah bajinga n yang telah memakai topeng patriotisme palsu menyerang nama suci itu [syariat].53

Nursi mengatakan bahwa sudah disiapkan rencana-rencana untuk memancing terjadinya pemberontakan persis seperti yang telah terjadi, dan ketika Insiden 31 Maret pecah, pemberontakan itu dieksploitasi dengan semaksimal mungkin untuk menyerang syariat dan mengurangi kekuasaan Islam di dalam negara. Sungguh, pengadilan militer yang dige-lar setelahnya telah digambarkan sebagai “sebuah operasi pembersihan”, dan tujuan mereka bukannya menjalankan keadilan, namun “untuk me-nyingkirkan sebuah mentalitas dan sebuah sistem.”54

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 103-109)