• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resep untuk ulama

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 135-138)

Sebagaimana disampaikan di atas, pengembaraan Nursi selama “40 sampai 45 hari” di antara suku-suku membuahkan dua hasil. Munazarat (Perdebatan) ditujukan kepada orang awam dan mengemukakan apa yang kemudian menjadi rangkaian gagasan dan usulan radikal yang bisa men jadi dorongan efektif bagi suku Kurdi untuk menempuh abad ke-20 dan membuat mereka berperan aktif dalam pembangunan sosial, eko-nomi, politik, maupun dalam modernisasi “bangsa” Islam. Karya kedua, yang dalam versi asli bahasa Arab berjudul Sayqal al-Islām (Pemoles Is-lam) atau Rahatat al-Ulama (Resep untuk Ulama), ditujukan kepada kaum

ulama. Versi bahasa Turki-nya, yang diberi judul Muhakemat (Penalaran), diterbitkan pada 1911. Ini adalah karya yang juga sangat orisinal. Ia ter-susun atas tiga bagian utama yang Nursi “tulis untuk membeberkan prin-sip-prinsip tafsir Al-Qur’an (tefsir makaddemesi).”35 Di dalam karya ini dia mengidentifikasi sejumlah persoalan yang mengaburkan “realitas Islam,” semisal Isrā’īliyāt dan filsafat Yunani kuno yang membuat orang-orang sezamannya terjebak dalam kebodohan Abad Kegelapan dan menghalang i kemajuan mereka. Pada bagian pertama, dia mengemukakan sejumlah prin sip untuk “memoles” Islam dan membersihkannya dari hal-hal yang mengaburkan seperti disebutkan di atas. Bagian kedua adalah “paparan sejumlah persoalan yang berkaitan dengan semangat retorika [atau kefa-sihan berbahasa],” karena “kunci mukjizat (i’jāz)” Al-Qur’an hanya bisa ditemukan dalam “retorika bahasa Arab, bukan dalam pengetahuan filsa-fat Yunani.”36 Bagian ketiga, yang tidak selesai, memberikan bukti dan petunjuk mengenai empat “ajaran” utama dalam Al-Qur’an: bukti keber-adaan Sang Pencipta, kenabian, hari dibangkitkannya manusia, dan ke-adil an. Nursi memberikan dalil: karena masa depan (maksudnya seka-rang) akan menjadi zaman akal budi dan kebijaksanaan, “realitas Islam (Islam, Islam yang murni)” akan menang dan mendapatkan kekuasaan. Ketika sudah menjadi Said Baru, Nursi paham bahwa pada saat itu—kare-na keingiitu—kare-nannya “untuk menghilangkan rasa putus asa orang-orang yang beriman”—dia telah salah menafsirkan keyakinan ini karena dia meng-anggapnya telah benar-benar disadari “secara meluas, di bidang politik serta masyarakat Islam.”37 Adapun, pada saat dia sudah menjadi Said Baru itu (pada 1930-an dan 1940-an) pendiriannya dalam hal iman tengah ter-bentuk dengan ditulisnya Risalah Nur. Meski demikian, tidak ada ruginya mengamati sekilas pendapat yang dia kemukakan dalam Muhakemat un-tuk mendukung pendiriannya tersebut.

Nursi menjelaskan bahwa yang memberinya keberanian untuk me-nantang berbagai pemikiran masa lalu—yang, sebagaimana disampaikan di atas, telah disisipi berbagai persoalan dari luar Islam, yang kemudian mengaburkan Islam—adalah keyakinannya yang teguh bahwa “Kebenaran akan tumbuh dan berkembang.”38 Ini dikarenakan zaman sekarang adalah zamannya akal budi. Dan “pemikiran, akal budi, kebenaran, serta kebijak-sanaan menghasilkan uap air kebenaran ilmiah, yang terus-menerus ter curah sebagai hujan membasahi padang-padang masa kini dan

pegu-nungan masa depan.”39 Kendala utama yang menghalangi “kemenangan mutlak” syariat adalah “benturan dan pertentangan semu” antara “sejum-lah persoalan sains dan sejum“sejum-lah persoalan antara Islam dengan dunia luar.” Dengan merangsang timbulnya hasrat untuk mencari kebenaran dan membangkitkan cinta kasih di antara sesama manusia serta kecen-derungan untuk berpikiran terbuka, sains dan pendidikan telah dan se-dang merobohkan hambatan tersebut.40 Dengan begitu, karena pengaruh positif dari ilmu pengetahuan, “kebenaran akan mengalahkan kekuatan, bukti mengalahkan cara pikir sesat, nalar mengalahkan naluri ... dan pikir an mengalahkan emosi.”41 Hal ini sudah terjadi sebagian di masa kini. Namun di masa datang hal itu akan terwujud sepenuhnya. Selanjutnya, Nursi menegaskan bahwa “yang membuat orang-orang Kristen tersesat adalah karena mereka mengabaikan nalar, menolak bukti, dan taklid buta kepada pendeta.” “Yang terus-menerus membuat Islam semakin menonjol dan memperlihatkan kebenaran-kebenarannya yang bisa dibilang mem-bantu mengembangkan pemikiran manusia adalah fakta bahwa Islam di-dasarkan pada kebenaran, dibekali bukti, tidak bertentangan denga n akal sehat, berpijak pada realitas, dan selaras dengan ... kebijaksanaan.”42 Se-bagaimana disampaikan dalam pidatonya yang dikenal sebagai “Amanat kepada Kebebasan”, Nursi menganggap syariat atau keseluruhan ajaran Islam itu bersifat dinamis. Ia beradaptasi dan berkembang sejalan dengan kemajuan manusia.

Dengan demikian, yang mendasari pernyataan Nursi bahwa Islam akan menguasai masa depan adalah konsep kemajuan. Baginya, hal ini adalah sebuah konsep universal yang tidak terbatas pada soal kemanu-siaan; ia adalah sebuah hukum yang berlaku, baik itu terhadap alam se-mesta maupun manusia, karena “manusia merupakan bagian dan hasil dari dunia ini.” Ini dikarenakan pada keduanya ada hasrat atau derungan untuk menjadi sempurna (meyl-i istikmal) dan maju, dan kecen-derungan inilah yang membuat makhluk tunduk pada hukum tersebut.43

Selain itu, ada suatu persesuaian dan kesesuaian antara hukum alam dan ajaran-ajaran Al-Qur’an. Hal ini bisa dilihat dalam hal syariat yang lazimnya dikenal, yang mengatur tindakan-tindakan manusia yang di-lakukan dengan sengaja, dan syariat Penciptaan, “yang tersusun atas hu-kum-hukum teoretis alam semesta.”44 Menurut Nursi, kebenaran syariat tidak bertentangan dengan hukum-hukum rumit yang pada tingkatan

tertentu berlaku dalam penciptaan, sehingga kebenaran-kebenaran terse-but menjaga keselarasan hukum-hukum (alam) terseterse-but.”45 Karena kese-suaian inilah Al-Qur’an tetap bisa menjamin kukuhnya tatanan sosial dan keseimbangan serta kemajuan umat manusia.”

Begitulah gambaran singkat mengenai landasan teoretis dari dalil Nursi. “Khotbah Damaskus” mengandung argumen-argumen yang lebih mendalam.

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 135-138)