• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toptasi dan “Perbincangan dengan dokter”

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 66-74)

Tidak diketahui dengan pasti berapa lama Said sengsara di rumah sakit jiwa, tetapi pada akhirnya dia dikeluarkan berkat laporan

dok-ter. Berikut ini adalah teks perbincangannya dengan dokter yang secara langsung menyebabkan disusunnya laporan yang menguntungkan itu. Di dalam laporan ini, dia menjelaskan kepada dokter dengan gamblang dan logis, sebagaimana biasanya, mengenai tujuan-tujuan serta maksud-maksudnya, dan mengapa dia telah memancing munculnya perlawanan di Istanbul.

Pada awalnya, Said menunjukkan kepada dokter empat butir yang harus dia perhitungkan ketika membuat diagnosis. Pertama, latar be-lakangnya, karena “sifat-sifat yang lazimnya dianggap unggul di Kurdis-tan adalah keberanian, harga diri, kekuaKurdis-tan agama, dan kesesuaian antara hati dan lidah. Hal-hal yang dipandang sopan dan berbudi di tempat ber-adab di Kurdistan dianggap sebagai rayuan.” Kedua, sang dokter tidak bo-leh membuat penilaian hanya berdasarkan norma-norma yang menyim-pang dewasa ini, tetapi harus menyadari bahwa Said memilih Islam se bagai kriteria atas tindakan-tindakannya, yang dengannya dia berniat akan mengabdi kepada bangsa, negara, dan agama. Ketiga, dia menegas-kan bahwa beberapa di antara orang yang duduk di pemerintahan tidak bisa menerimanya karena dia memberikan jawaban kepada sejumlah ma-salah yang sampai sekarang belum terselesaikan, dan yang bisa mereka lakukan hanyalah menyatakan bahwa dia gila. Dan keempat, selama lima belas tahun dia telah memperjuangkan kebebasan Islam, yaitu “kebebas-an y“kebebas-ang sejal“kebebas-an deng“kebebas-an syariat,” d“kebebas-an kini ketika kebebas“kebebas-an itu hampir terwujud dia dicegah saat ingin melihat apa yang terjadi, bagaimana dia tidak marah? Dan dia menambahkan: “Hanya satu di antara seribu orang yang tidak akan tertimpa kegilaan sementara seperti ini.”

Said kemudian melanjutkan dengan mengembangkan gagasan-ga-gas an ini. Dia menekankan bahwa dia tidak siap untuk mengorbankan satu pun di antara tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip sucinya, yang bertu-juan untuk kebaikan bersama, hanya agar bisa mendapatkan keuntungan pribadi atau agar dia dapat lebih diterima.

Pertama, tujuan Said adalah memperkuat dan memajukan

Kekaisar-an UsmKekaisar-ani melalui perkembKekaisar-angKekaisar-an dKekaisar-an kemajuKekaisar-an bagiKekaisar-an-bagiKekaisar-an yKekaisar-ang menjadi komponennya—secara akademis, materiel, dan kultural. Dengan mempertahankan busana daerah asalnya dan menyatakan rasa cintanya kepada busana itu, dia ingin menekankan kepada ibu kota kekaisaran tentang pentingnya pembangunan daerah dan menciptakan tuntutan

dibangunnya industri-industri lokal. Dan dengan menyatakan bahwa dia telah menyetujui Sultan Selim (1512-20)—yaitu, Selim si Suram—Said menyatakan bahwa dia berkomitmen untuk mewujudkan cita-cita yang sama, yaitu persatuan. Reformasi yang ditujukan kepada pembangunan provinsi-provinsi itu akan berguna untuk memperkuat persatuan ke-kaisar an, yang juga berarti memperkuat persatuan Islam.

Kedua, Said telah mengundang perlawanan melalui praktik

debat-nya dengan para ulama. Kini dia menjelaskan kepada dokter bahwa de-ngan melakukan itu dia ingin memberikan contoh praktis untuk dijadi-kan solusi bagi kemandedijadi-kan madrasah. Dia menganjurdijadi-kan agar para sis wa berpartisipasi secara lebih aktif dalam proses belajar. Alasan kedua yang dia kemukakan mengenai keterbelakangan madrasah-madrasah itu adalah karena ilmu-ilmu instrumental (tata bahasa, sintaksis, logika) telah mendapatkan penekanan yang lebih kuat ketimbang ilmu-ilmu suci (tafsir, Hadis, teologi—kalam). Dengan demikian, Said menekankan per-lunya perdebatan yang hidup dan peran kompetisi dalam menghidupkan kembali madrasah-madrasah, dan juga tentang pentingnya ilmu-ilmu suci yang mendasar. Dia kemudian melanjutkan dengan menekankan per-lunya spesialisasi. Dengan memilih satu ilmu pengetahuan sebagai dasar dan hanya mempelajari subjek-subjek lain sejauh subjek-subjek tersebut melengkapi subjek utama, para siswa bisa belajar secara mendalam dan memperdalam subjek tersebut sebagaimana diperlukan.

Ketiga, Said mengamati alasan-alasan adanya penyimpangan dan

perbedaan di antara berbagai cabang sistem pendidikan, yang dia sebut sebagai sebab utama keterbelakangan peradaban Islam, yang membentu k peradaban sejati, dalam kaitannya dengan peradaban masa kini. Dia me-ngatakan:

“Orang-orang dari madrasah menuduh mereka yang berasal dari mekteb sebagai orang yang lemah imannya karena penafsiran harfiah mereka atas ihwal-ihwal tertentu, sementara orang-orang mekteb memandang mereka yang berasal dari madrasah sebagai orang-orang yang dungu dan tidak dapat diandalkan karena mereka tidak memiliki pengetahuan ilmu-ilmu modern. Kemudian para sarjana dari madrasah menganggap orang-orang dari tekke sebagai pengikut bid’ah.”

Dengan memahami perbedaan dalam cara-cara mereka, dia menekankan bahwa rintangan di antara mereka harus diruntuhkan, dan

untuk menyelesaikannya, ilmu modern harus diajarkan di madrasah-madra sah “untuk menggantikan filsafat kuno yang sudah usang,” ilmu-ilmu agama harus diajarkan “sepenuhnya” di sekolah-sekolah sekuler, dan di tekke sufi harus juga ada sarjana-sarjana dari madrasah-madrasah, atau “beberapa ulama yang paling pandai.” Kemudian dia melanjutkan denga n menganalisis penyebab tak efektifnya para khatib yang sebenarnya me-main kan peran yang penting dalam mendidik rakyat banyak. Dia ingin agar para khatib itu “menjadi sarjana-sarjana yang selalu meningkatkan ilmunya, sehingga mereka bisa membuktikan apa yang mereka tegaskan, dan juga menjadi filsuf-filsuf yang jeli sehingga mereka tidak merusak ke-seimbangan syariat, dan harus fasih serta meyakinkan. Sangatlah penting artinya jika mereka menjadi begitu.”52

Jelaslah bagi dokter tersebut bahwa Said sama sekali tidak gila,53 dan setelahnya dia segera mempersiapkan laporannya; apa pun alasan pe-ngirim annya ke rumah sakit jiwa itu, pasti bukan alasan medis, dan dokter tersebut tidak mau repot-repot berurusan dengan alasan-alasan semacam itu. Tetapi, Said yang sudah terbukti waras itu menciptakan ketakutan yang lebih besar di lingkungan istana, dan mereka memutuskan untuk me nyingkirkannya yaitu, dengan mengirimkannya kembali ke tempat asalnya. Mereka memindahkannya ke sebuah penjara dan mereka menco-ba menyuapnya. Namun sia-sia. Selain tak kenal takut dan tidak bisa di-intimidasi agar meninggalkan jalan yang telah dia pilih, Said Nursi juga tidak berhasrat untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan. Sepanjang hidupnya, salah satu cirinya yang paling menonjol adalah penolakannya untuk menerima keuntungan pribadi, baik materiel maupun yang lainnya; mustahil dia bisa dibeli; dia tidak bisa dipaksa meninggalkan cita-citanya. Kenyataan bahwa istana mengirim Sefik Pasya, menteri keamanan umum, untuk memberitahunya tentang harapan-harapan sultan dan mengabar-kan bahwa kabinet sedang mendiskusimengabar-kan tawaran-tawarannya menun-jukkan bahwa pihak-pihak yang berwenang pasti menanggapinya secara serius.54 Pembicaraan antara Pasya dan Said berjalan sebagai berikut:

Pasya: “Sultan titip salam untuk Anda. Beliau telah memerintahkan untuk menggaji Anda seribu kurus. Kata beliau, saat Anda sudah kembali ke timur, beliau akan menaikkannya menjadi dua puluh hingga tiga puluh lira. Beliau juga menitipkan uang lira emas ini untuk Anda sebagai hadiah kerajaan.”

Said: “Saya bukan pengemis yang mengejar gaji; saya tidak bisa me-nerimanya meskipun jumlahnya seribu lira. Saya tidak datang ke Istanbul untuk kepentingan saya sendiri. Saya datang demi bangsa saya. Lagi pula, sogokan yang ingin Anda berikan kepada saya itu adalah uang suap.”

Pasya: “Anda menolak titah raja. Titah kerajaan tidak boleh ditolak.” Said: “Saya menolaknya agar sultan tersinggung dan memanggil saya, dan saya bisa menceritakan yang sebenarnya kepada beliau.”

Menteri: “Itu bisa mengakibatkan malapetaka.”

Said: “Bahkan jika akibatnya adalah di buang ke laut. Laut akan men-jadi kuburan yang lapang. Jika saya dieksekusi, saya akan bersemayam di jantung bangsa. Dan ketika saya datang ke Istanbul, saya akan mem per-sem bahkan diri saya sebagai sogokan. Lakukan apa saja sesuka Anda. Saya katakan dengan serius kepada kawan-kawan saya sesama warga negara bahwa hubungan kita dengan pemerintah hanyalah untuk berbakti ke-padanya, bukan untuk mencari gaji. Orang seperti saya berbakti kepada bangsa dan pemerintah dengan cara memberi nasihat dan memperingat-kannya dengan memberikan pengaruh yang baik, tanpa mengharapkan imbalan apa pun, tanpa berprasangka, tanpa motif-motif tersembunyi, dan dengan menyampingkan segala kepentingan pribadi. Konsekuensi-nya, saya dibebaskan karena tidak menerima gaji.”

Pasya: “Tujuan Anda menyebarkan pendidikan di Kurdistan saat ini sedang dibahas oleh kabinet.”

Said: “Atas dasar aturan apa Anda menunda pendidikan dan menda-hulukan gaji? Mengapa Anda lebih menyukai kepentingan pribadi dari-pada kepentingan rakyat?”

Pasya semakin marah.

Said: “Saya dahulu bebas. Saya besar di pegunungan Kurdistan, tempatnya kebebasan mutlak. Tidak ada gunanya marah-marah; jangan merepotkan diri Anda sendiri. Kirimkan saya ke pembuangan; di Fezzan ataupun di Yaman, saya tidak keberatan. Saya akan selamat meskipun hidup sengsara.”

Pasya: “Apa yang ingin Anda katakan?”

Said: “Kalian telah menutup mata semua orang dengan tabir yang sangat tipis agar tidak melihat segala emosi dan pikiran yang menggejo-lak, dan kalian menyebutnya hukum dan tertib. Di balik tabir itu semua

orang merintih-rintih seperti mayat hidup karena penindasan kalian. Saya dahulu bukan orang yang berpengalaman, saya tidak ikut masuk ke bawah tabir itu, saya tetap berada di atasnya. Lalu suatu kali tabir itu ter-sobek di istana. Saya berada di sebuah rumah gaya Armenia di Sisli; tabir itu tersobek di sana. Saya berada di Sekerci Han; tabir itu juga tersobek di sana. Saya dimasukkan ke rumah sakit jiwa dan kini saya berada di tempat ini sebagai tawanan. Pendeknya, kalian terlalu banyak menambal sampai-sampai saya juga kesal. Saya kenal baik dengan Anda ketika saya berada di Kurdistan, dan kini pengalaman-pengalaman saya di sini telah membuat saya mengerti rahasia Anda. Khususnya di rumah sakit jiwa, saya menjadi benar-benar paham tentang rahasia itu. Maka, saya berterima kasih kepa-da Ankepa-da untuk pengalaman-pengalaman ini, karena saya kepa-dahulu terbiasa berbaik sangka daripada berburuk sangka.”55

Sosok Nursi pada titik ini kemudian semakin dilengkapi oleh artikel koran tulisan Esref Edip, seorang kawan dekat Nursi, khususnya setelah Perang Dunia I. Majalahnya Sirat-i Mustaqim, yang selanjutnya bernama

Sebilurresad, adalah salah satu media penyiaran dari pers islami pada

masa konstitusional kedua.56

Tidak seorang, maupun sebagian besar sultan, yang begitu mudah per-caya bahwa terdapat ketidaksetiaan pada dirinya, meskipun hanya se-cuil. Mereka menghargai keunggulannya, semangatnya.

Dia datang ke Istanbul untuk membuka sekolah di wilayah-wilayah timur, untuk mengembuskan napas baru ke dalam dunia pendidikan. Dia seorang pemuja kebebasan, dia memiliki keberanian yang hebat dan ber-budi luhur. Memikirkan keadaan zaman. Bagaimana sikap istana terha-dap Namik Kemal, Ziya Pasya, dan para pendukung kebebasan lainnya? Nursi jauh melebihi mereka dalam hal keberanian serta ketegaran, pa-triotisme, dan cinta akan kebebasan. Istana menunjukkan toleransi yang sangat besar terhadap perjuangannya demi kebebasan atas kepandaian dan kebajikannya. Tetapi tidaklah mungkin membatasi perjuangan nya. Masa mudanya, kecerdasannya yang cemerlang dan berlebih, cintanya kepada kebebasan, semangat juangnya—tidak satu pun dari hal-hal ini yang bisa menyelamatkannya dari akibat yang juga dipikul oleh para pendukung kebebasan lainnya.

Dia menunjukkan keberanian dan ketegasan yang luar biasa dalam perjuangan-perjuangannya demi kebebasan pada saat orang-orang lain takut membuka mulut dan hanya menunjuk serta mengatakan dengan

sembunyi-sembunyi bahwa mereka tidak dapat memahaminya. Sudah sewajarnya orang-orang tercengang dan ketakutan saat ada seseorang datang dari wilayah-wilayah timur dan menunjukkan ketegasan yang sedemikian rupa ketika istana dan para Pasya diagung-agungkan dan memegang kekuasaan mutlak. Para Pasya yang zalim, yang memandang rakyat sebagai budak mereka itu, tidak bisa mencari cara lain untuk me-nyingkir darinya dan mendapatkan kembali ketenangan mereka tanpa berkata: “Mustahil ada orang waras yang menunjukkan keberanian seperti ini,” dan kemudian memasukkannya ke rumah sakit jiwa. Itulah yang menyebabkan dia dikirim ke sana.

Perkataannya kepada dokter di rumah sakit jiwa itu membuat si dokte r takjub; dia takjub karena kecerdasan dan pengetahuannya, ke-bera nian serta keteguhan hatinya. Dia paham mengapa dia dikirim ke sana, dan memperingatkan Nursi tentang sikap sopan pada zaman itu. Dia menyarankan agar Said bersikap moderat, kemudian si dokter me-mohon maaf.

Ya, inilah orang yang dianggap gila oleh pemerintah, singa yang gila!57

Kebebasan

Tak ada yang tahu bagaimana Nursi dipindahkan dari tempat pe-nahanannya. Mungkin dia dibebaskan sebelum dideportasi ke Van, atau mungkin dia melarikan diri di tengah jalan, atau mungkin saja dia masih ditahan ketika konstitusi diproklamasikan pada 23 Juli 1908, dan dibebas-kan setelah mendapatdibebas-kan amnesti pada 26 Juli. Bagaimanapun, menurut sumber-sumber yang ada, amnesti tersebut baru berlaku dua hari kemudi-an58 dan Said Nursi memberikan pidato spontannya yang terkenal, Pidato untuk Kebebasan (Hurriyete Hitap) pada hari ketiga revolusi, menunjuk-kan bahwa kemungkinan ini tidak bisa dibenarmenunjuk-kan. Juga ditegasmenunjuk-kan bahwa Nursi dikeluarkan dari selnya oleh para simpatisan CUP dan dibawa ke Selonika secara sembunyi-sembunyi. Dia dikabarkan pernah tinggal seba-gai seorang tamu di rumah Manyasizade Refik Bey, yang menjadi menteri keadilan dalam kabinet pertama setelah proklamasi konstitusi dan pada saat itu merupakan kepala komite pusat CUP. Melalui dia, Nursi dikabar-kan berkenalan dengan tokoh-tokoh terkemuka CUP.59 Mungkin saja be-gitu, dan mungkin juga dia telah kembali ke Istanbul pada saat terjadi pengembalian konstitusi. Tetapi dikarenakan satu dua hal yang akan

jelas, lebih baik kita berhati-hati dalam menerima pernyataan ini beserta pernyataan-pernyataan lain dari penulis yang sama. Entah bagaimana caranya, Nursi pasti pernah menjalin hubungan dengan para anggota CUP di Istanbul, dan juga diketahui bahwa dia mengunjungi Selonika selang beberapa waktu setelah revolusi, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

Harus diingat juga bahwa situasi di Selonika selama minggu-mingg u terakhir pada periode despotisme Sultan Abdulhamid dan aparatnya ber-bahaya, maka menjamu tamu dan mengatur acara-acara perkenalan ti-dak cocok di Selonika. Meski terdiri dari para perwira muda dari Angkat an Bersenjata Kedua (Edirne) dan Ketiga (Makedonia), serta para pejabat dan kaum profesional, CUP masih merupakan sebuah organisasi revolusioner bawah tanah dan tertekan, walaupun jumlahnya besar.60 Para agen dan mata-mata Sultan Abdulhamid pasti ada di mana-mana. Para pimpinan-nya muncul dari seluruh kelompok yang disebutkan di atas, utamapimpinan-nya Enwer Bey, seorang mayor dalam Angkatan Bersenjata Ketiga, dan Tal’at Bey, sekretaris kepala urusan surat dan telegram di kantor pos. Di selu-ruh kekaisaran, pada tahun-tahun sebelum pecahnya Pemberontakan Turki Muda kegelisahan telah memuncak di semua lapisan masyarakat sehubungan dengan memburuknya keadaan.61 Kegelisahan ini juga ada di dalam Angkatan Bersenjata, khususnya di antara para perwira mudanya yang pernah dididik di sekolah-sekolah militer baru.

Kejadian-kejadian yang mengarah kepada pengembalian konstitusi dengan paksa itu dimulai pada akhir Juni, sekitar saat-saat kepala kepoli-sian memberitahukan perintah-perintah sultan kepada Said Nursi. Se-bagai tanggapan terhadap berSe-bagai ancaman, Enwer Bey dan kemudian sekelompok perwira lainnya, terutama Niyazi, menyingkir ke bukit-bukit de ngan sejumlah anak buah serta persenjataan mereka. Pengkhianatan itu menyebar. Para perwira senior yang dikirimkan sultan untuk menye-lidikinya dibunuh. Terjadi kerusuhan di banyak tempat di Rumelia, yaitu provinsi-provinsi Balkan. Banyak dikirimkan telegram yang isinya me-minta pengembalian konstitusi. Segalanya terjadi serba cepat. Pada akhir-nya, sultan mengalah, dan karena benar-benar tidak mau menumpahkan darah bawahannya, pada malam 23 Juli sultan setuju untuk mengembali-k an lagi mengembali-konstitusi. Dengan demimengembali-kian, Revolusi Turmengembali-ki Muda telah terjadi dan telah mencapai tujuannya.

Era baru tersebut disambut dengan kegembiraan yang mengarah pada keributan di Rumelia. Beraneka ragam kelompok etnis tampak ber-satu dan memandang optimis dengan harapan rezim yang baru dapat meng a bulkan permintaan mereka sebagai imbalan atas dukungan yang me reka berikan sebelumnya. Di setiap sudut jalan, para orator dengan pan jang lebar membeberkan makna pemerintahan konstitusional di ha-dap an kerumunan orang yang “menyerukan gagasan-gagasan 1789.”62

Meskipun di bagian kekaisaran Abdulhamid yang lain sensor-sensor pada awalnya mencegah pemberitaan kejadian-kejadian bersejarah ini atau menyajikan berita pengembalian konstitusi sebagai sebuah tindaka n mulia dari sultan atas kehendaknya sendiri,63 di Istanbul orang-orang juga membanjiri jalanan, merayakan kebebasan mereka dari autokrasi dan kezaliman dan merengkuh cinta serta persaudaraan.

Di mana saja Said Nursi melewati hari-hari yang dipenuhi keba-hagiaan dan harapan ini, dia pasti terpengaruh dan antusiasmenya me-nyala kembali.

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 66-74)