• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanzimat dan Gerakan Konstitusional

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 49-54)

Tanzimat adalah nama yang diberikan untuk periode 1839-1876 saat sultan-sultan Usmani dan para menteri utama mereka, terutama di bawah tekanan dan saran Eropa, mengenalkan serangkaian reformasi yang ber-tujuan mengembalikan kekuasaan kesultanan yang merosot tajam dan menyelamatkannya dari pendudukan Eropa.1 Serangkaian reformasi ini dilakukan dengan menata ulang pemerintah, pemerintahan, dan berbagai bidang kehidupan Usmani sejalan dengan cara Barat. Nyatanya, Tanzi-mat tidak menyelesaikan satu pun masalah kesultanan yang mendesak, tetapi benar-benar telah mengubah jalan sejarah Turki, terutama hal yang terkait dengan beberapa masalah yang menyebabkan lahirnya Gerakan Konstitusional, di mana para penganjurnya mengajukan berbagai solusi alternatif.

Dikenalkannya reformasi ala Barat, yang dalam banyak hal dijalankan bersama-sama sistem yang ada, menyebabkan pemisahan antara tugas-tugas negara dalam bidang keagamaan dan keduniaan, yang sebelumnya telah secara simbolis dipadukan dalam diri pribadi sultan-khalifah.2 Para ulama tingkat atas mendukungnya, meskipun langkah reformasi tersebut menuju sekularisasi dan pegawai mengabaikan lembaga agama serta Is-lam dikeluarkan dari pusat kehidupan.3 Hanya ulama tingkat bawah dan para pelajar madrasah yang tetap berkobar memusuhi westernisasi dan sekularisasi tersebut.4 Faktor lain yang menyebabkan perlawanan adalah

pemberian persamaan hak kepada minoritas Kristen maupun perlindung-an terhadap berbagai kepentingperlindung-an mereka sebagai millet (warga negara) yang independen. Reformasi sangat memperkukuh kedudukan ekonomi dan politik kaum minoritas dengan biaya dari kaum mayoritas Muslim di kesultanan tersebut. Perkembangan lain, seperti bertambahnya kekua-saan otokratis sultan, juga menyulut perlawanan terhadap reformasi. Sekolah-sekolah sekuler baru sangat meningkatkan pengajaran bahasa-bahasa Eropa, khususnya Perancis, dan sering kali mengakibatkan pengi-riman para pelajar ke Eropa. Kedua hal ini mempercepat aliran pemikiran Eropa kontemporer masuk ke dalam Kesultanan Usmani.

Karena kemerosotan kesultanan yang tajam di bawah tekanan kuat Eropa terus berlangsung meski ada Reformasi Tanzimat, maka muncul-lah sekelompok cendekiawan dan penulis yang menyuarakan kritik dalam pers yang baru terbentuk terhadap reformasi dan para negarawan yang telah memperkenalkannya. Pemikiran yang mereka publikasikan sebagai solusi alternatif bagi krisis kesultanan dipusatkan pada konsep kebebasan dan pemerintah yang konstitusional. Anggota yang paling menonjol dari kelompok yang tidak begitu kompak ini, yang akhirnya disebut dengan Usmani Muda, adalah Namik Kemal. Dalam berbagai tulisannya, Kemal berusaha mengembalikan lagi Islam sebagai dasar dan tujuan negara,5 dan mencari preseden pemikiran dan penerapan prinsip Islam tentang konsep liberal yang berkaitan dengan konstitusionalisme dan pemerintah perwakilan, yang bersumber dari pemikiran Barat, dan kemudian meng-gabungkannya. Dia memperluas arti istilah-istilah Islam tradisional un-tuk mengakomodasi konsep-konsep baru tersebut.6 Kemal sendiri mau-pun beberapa generasi pemikir Islam sesudahnya tampaknya melihat bahwa gabungan ini memuaskan, meskipun beberapa ulama kontemporer melihat adanya pertentangan yang tidak terpecahkan.7 Gema dari argu-mentasi, pemikiran, dan peristilahan Namik Kemal bisa ditemui dalam karya-karya awal Said Nursi.

Namik Kemal memainkan peran penting dalam menyusun konstitusi yang pertama, yang diproklamasikan pada 23 Desember 1876, setelah ter-jadi banyak manuver politik dan penurunan takhta dua sultan. Manuver-manuver politik ini dihentikan oleh Sultan Abdulhamid (1876-1909) lebih dari setahun kemudian. Setelah itu perjuangan menuju konstitusional-isme berlanjut di bawah tanah.

Beberapa tahun sebelum dan sesudah kenaikan takhta Abdulha-mid, kesultanan yang sakit ini sempoyongan di ambang keruntuhan, baik dalam bidang ekonomi (menyatakan pailit pada 1875) maupun militer dan politik—setelah perang dengan Rusia pada 1877-1878 dan Perjanjian Berlin, kesultanan kehilangan sekitar tiga perempat dari total wilayahnya dan lebih dari 20% populasinya.8 Meski terjadi kekalahan awal ini, Abdul-hamid, yang merupakan politisi pintar, berhasil menjaga kesatuan sisa kesultanan selama 33 tahun kekuasaannya dengan mengadu domba di antara berbagai kekuatan besar dan kekuatan-kekuatan lain yang mela-wannya.9 Namun kebijakan luar negerinya yang berhasil berdampingan dengan pembatasan kebebasan dalam negeri. Setelah pembubaran par-lemen pertama, dia memimpin pemerintahan dari Istana Yildiz dengan dukungan jaringan mata-mata dan informan yang menyebar bahkan sam-pai ke berbagai pelosok terjauh di kesultanan. Undang-undang pers yang ketat dan penyensoran yang kaku membatasi pemikiran dan ekspresi yang bebas. Efisiensi sistem yang sangat menekan ini jauh lebih ditingkatkan lagi setelah dikenalkannya telegraf dan perbaikan-perbaikan lain dalam komunikasi. Abdulhamid melanjutkan proses reformasi dan modernisasi yang dimulai dengan Tanzimat selama hal itu memperkuat negara dan ti-dak melanggar hak prerogatifnya. Sentralisasi dan efisiensi yang mening-kat memang memperkuat rezimnya, namun pada saat yang sama timbul kontradiksi yang akhirnya merongrong kekuasaan tersebut. Pendidikan merupakan salah satu bidang tempat terjadinya hal itu.

Sultan Abdulhamid benar-benar mendirikan ratusan sekolah baru di seluruh kesultanan, dengan kurang lebih sepuluh institut pendidikan tinggi di ibu kota. Meskipun tujuannya adalah untuk menuangkan ideologi Islam resmi dan menghasilkan pembantu sultan-khalifah yang setia, pen-didikan yang sangat sekuler yang diberikan di sekolah-sekolah menengah bertentangan dengan tujuan tersebut. Adapun perguruan tinggi menjadi tempat persemaian perlawanan, terutama Sekolah Militer Kedokteran dan Akademi Perang.10 Ide-ide yang mengobarkan pikiran sebagian be-sar dosen maupun mahasiswa adalah yang disebarkan oleh Namik Kemal dan sejawatnya. Sekitar masa inilah karya Kemal yang dibaca secara sem-bunyi-sembunyi karena dilarang mulai menyadarkan Said Nursi Muda, nun jauh di Mardin, akan perjuangan konstitusional. Yang juga populer, terutama di antara mahasiswa kedokteran, adalah karya yang memancing

respons yang sangat berbeda dari Nursi: karya yang menjelaskan secara perinci materialisme dan positivisme ilmiah.11

Hal lain yang tidak secara langsung berhubungan dengan reformasi tetapi memiliki akibat-akibat yang tidak terduga adalah meluasnya pers dan penerbitan.12 Karena Undang-Undang Pers melarang menyebut atau mengisyaratkan topik-topik yang bisa dianggap berhubungan dengan politik dan pemerintah,13 maka surat kabar dan penerbitan berkala “mu-lai menjejali halaman-halamannya” dengan artikel ilmiah populer, pene-muan-penemuan baru Eropa dan Amerika, dan semua jenis topik yang informatif tetapi tidak membahayakan. Literatur jenis ini terbaca luas, dan permintaan yang meningkat membuat para pengusaha penerbitan memproduksi materi beragam yang lebih banyak lagi. Meskipun sebagian besar dangkal, literatur tersebut membuka mata publik pembaca yang luas (meski hanya sebagian kecil dari populasi) terhadap dunia Barat dan langkah maju dalam peradaban materiel.14 Cukup masuk akal bila mengira setidaknya beberapa surat kabar dan penerbitan berkala yang sampai di kediaman Tahir Pasya di Van adalah dari jenis ini. Jika ada yang sifatnya politis pastilah itu masuk melalui kantor-kantor pos di kedutaan asing.15

Gerakan pertama menuju perlawanan politik terhadap kediktatoran Sultan Abdulhamid dan aparatnya berasal dari mahasiswa yang merasa tidak puas di Sekolah Militer Kedokteran, yang mendirikan masyarakat gerakan bawah tanah pada 1889. Gerakan ini tumbuh perlahan-lahan me-lalui pendirian kelompok-kelompok inti yang terdiri dari perwira, pegawai pemerintah, dan cendekiawan lain, di dalam negeri maupun di pengasing-an. Turki Muda, sebutan mereka di Eropa, terdiri dari pelbagai kelompok yang mewakili berbagai pemikiran yang saling bertentangan dan ber-satu hanya karena sama-sama beroposisi terhadap kediktatoran internal Abdul hamid dan hasrat mereka untuk melihat reformasi sosial dan politik yang mendasar dan pembaruan konstitusi. Setelah Miranci Murad yang memimpin faksi Islam konservatif menyerah terhadap janji-janji Sultan Hamid tentang kemajuan di dalam negeri, Ahmet Riza memperoleh kem-bali posisi pentingnya, meski pemikiran-pemikiran positivismenya tidak populer. Tantangan lain terhadap kepemimpinannya berasal dari Pange-ran Sabahaddin, keponakan sultan; dia lebih menyukai solusi alternatif, yang dipusatkan pada prakarsa pribadi dan desentralisasi. Pada 1907 ter-bentuk hubungan antara kelompok Ahmet Riza di Paris dengan gerakan

bawah tanah revolusioner independen di dalam kesultanan dan dipusat-kan di Makedonia. Kelompok yang memakai nama Komite Persatuan dan Kemajuan (Committee of Union and Progress, CUP) dan kuat kedudukan-nya di antara perwira dan pejabat sipil inilah yang memimpin Revolusi Konstitusional 1908.16 Setidaknya, di sini CUP sangat meyakini konstitu-sionalisme dan pemerintah perwakilan sebagai syarat penting dalam me-lindungi keutuhan kesultanan,17 terutama di tengah-tengah maraknya as-pirasi nasionalis golongan minoritas, dan untuk menjamin perkembang an materielnya.

Mengenai Said Nursi dan hubungannya dengan CUP, seperti hal-nya dengan sisi-sisi lain periode pertama kehidupanhal-nya, harus diungkap semuanya secara perinci. Dalam bahasan ini, diusahakan untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut dengan melihat tulisan Nursi sendiri tentang Turki Muda dalam karya-karyanya dan aktivitasnya yang diketa-hui, serta dengan menganalisis pikiran-pikirannya. Pada titik ini, cukup dikatakan bahwa dia tampaknya telah bekerja dekat dengan CUP pada saat-saat awal Revolusi Konstitusional, yang mengisyaratkan bahwa se-belumnya dia berhubungan dengan sebagian anggotanya. Namun seperti yang terjadi dengan banyak orang lainnya, dalam waktu singkat dia men-jadi tersadar kemudian tidak ragu-ragu melawan CUP. Pada sebuah artikel surat kabar yang terbit pada April 1909, dalam menjawab pertanyaan: “Di Selonika Anda bekerja sama dengan CUP, mengapa Anda memisahkan diri dari CUP?” Dia menulis: “Saya tidak memisahkan diri darinya; seba-gian anggotanyalah yang memisahkan diri. Saya masih sejalan dengan orang-orang seperti Niyazi Bey dan Enwer Bey,18 namun beberapa orang memisahkan diri dari kami. Mereka menyimpang dari jalan dan menuju rawa-rawa.”s

Mempertahankan keutuhan kesultanan—salah satu masalah utama yang dihadapi pemerintah—adalah satu tujuan yang membuat Nursi ma-sih sepakat dengan CUP, dan dia banyak mengarahkan aktivitasnya ke arah itu. Namun katanya, “Persatuan tidak dapat terjadi melalui kebo-doha n. Persatuan merupakan peleburan berbagai pemikiran, sedangkan peleburan berbagai pemikiran terjadi melalui sinar-sinar elektris ilmu pengetahuan.”20 Maka dari itu, pendidikan adalah bidang yang paling banyak digarap oleh Nursi, terutama bagi warga asli Kurdistan. Berla-wanan dengan tuduhan musuh-musuhnya sesudah itu bahwa dia adalah

nasionalis Kurdi, tujuan dari perjuangan Nursi untuk reformasi dan per-luasan pendidikan di Kurdistan, serta untuk pembangunan materiel dan kebudayaannya, adalah dalam rangka memperkuat Kesultanan Usmani dan Dunia Islam. Dengan maksud inilah dia berangkat menuju Ibu Kota Usmani pada November 1907.

Sekarang, kita kembali pada 1907 dan kedatangan Nursi di Istanbul.

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 49-54)