• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mahkamah Militer

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 112-117)

Jika dibutuhkan gambaran lebih mendalam mengenai keyakinan Nursi yang sangat teguh terhadap tujuan yang dia yakini sebagai jalan keselamatan baik bagi Usmani maupun Dunia Islam serta ketegasan dan keberaniannya yang luar biasa dalam memperjuangkan ini, pidato pem-belaannya di hadapan Mahkamah Militer bisa memberikannya. Ini

meru-pakan sebuah pernyataan tentang bagaimana dia telah berjuang demi mencapai tujuan ini sejak dia datang ke Istanbul, dan pada saat yang sama menyatakan penentangannya terhadap CUP, kezaliman baru yang diciptakannya atas nama konstitusi, dan pengadilan-pengadilan militer yang digelarnya atas nama keadilan setelah Insiden 31 Maret. Nursi telah dipenjara selama tiga minggu sebelum dikirim ke hadapan Mahkamah Mi-liter.66 Hal ini, bersama dengan pengalamannya di rumah sakit jiwa, me-micunya melancarkan serangan atas pengkhianatan yang dilakukan CUP terhadap konstitusionalisme dan memberi judul pada pidatonya tersebut saat diterbitkan dalam bentuk buku. Pelajaran mendasar yang telah dia dapatkan dari “Dua Rangkaian Kesialan” adalah “belas kasihan kepada yang lemah dan kebencian yang besar terhadap tirani.”67

Dua pengadilan militer telah dipersiapkan untuk mengadili ratusan tahanan tersebut. Menurut salah seorang komentator, pengadilan perta-ma, pada masa kepresidenan Hursid Pasya, dijalankan para perwira yang adil dan terhormat yang tidak akan membiarkan pengadilan dijadikan pes-ta kezaliman. Namun pengadilan kedua, yang mengadili Nursi, dijalankan para perwira muda yang, hanya untuk membuktikan kesetiaan serta men-jilat kepada CUP, membagi-bagikan hukuman mati kepada semua orang, baik yang bersalah maupun yang tidak bersalah, tanpa mempedulikan hu-kum.68 Pada hari ketika, Nursi dibawa kembali ke pengadilan, dari jendel a bisa dilihat mayat-mayat kelima belas korbannya masih tergantung di alun-alun.

Pada awal sesi dengar pendapat, Nursi diminta menjawab sejumlah pertanyaan yang diberikan kepada semua terdakwa, yang salah satunya adalah: “Apakah Anda menginginkan syariat? Mereka yang menjawab ya akan digantung seperti mereka yang ada di luar sana.”

Nursi menjawab: “Jika saya punya seribu nyawa, saya akan siap me-ngorbankan semuanya demi satu kebenaran syariat, karena ia adalah sumber kesejahteraan dan kebahagiaan, keadilan sejati serta kebajikan. Tetapi tidak dengan cara yang dilakukan para pemberontak itu.”

Kemudian dia ditanya: “Apakah Anda anggota Serikat Muhammad?” Yang dia jawab: “Dengan bangga saya katakan, saya adalah salah satu anggotanya yang paling tidak berarti. Tetapi keanggotaan tersebut menu-rut definisi saya sendiri. Selain orang yang tidak beragama, adakah yang bukan anggotanya?”

Nursi bercerita di hadapan pengadilan:

Wahai para Pasya dan perwira! Saya ingin memberitahukan: mereka yang jantan dan berani tidak akan tunduk kepada kejahatan. Dan jika mereka dituduh melakukan kejahatan, mereka tidak takut kepada hukuman nya. Jika saya dieksekusi secara tidak adil, saya akan mendapatkan pahala seperti dua orang syahid. Tetapi jika saya tetap berada di penjara, mung-kin itulah tempat yang paling nyaman ketika ada pemerintahan yang zalim dan kebebasan tidak lebih dari sekadar kata-kata. Mati tersiksa le bih baik daripada hidup sebagai penyiksa.69

Dan bagian utama dari pembelaan Nursi yang panjang berisi deskripsi tentang selusin “kejahatan” yang membuatnya ditahan. Semua itu adalah kegiatan utamanya selama sembilan bulan dia bebas dan semua untuk tu-juan Islam dan konstitusi. Sebagian besar kegiatan itu telah dijelaskan di atas, termasuk alasan-alasannya bergabung dengan Serikat Muhammad, bagaimana dia memandangnya, dan gerakan-gerakannya selama pembe-rontakan. Kemudian dia menyatakan:

Saya telah melakukan satu perbuatan bagus sebagai ganti dari semua tindakan buruk ini. Biar saya ceritakan: saya menentang terjadinya kezaliman yang telah menghancurkan antusiasme semua orang dan me nyirnakan kesenangan mereka, membangkitkan perasaan benci dan be rat sebelah, dan memungkinkan terbentuknya perkumpulan-perkum-pulan rasialis, yang namanya saja konstitusionalisme tetapi artinya ada lah kelaliman, dan telah menodai persatuan dan kemajuan ... Karena saya telah bersumpah akan mematuhi konstitusionalisme sejati berda-sarkan syariat; maka, apa pun bentuk kezaliman itu, bahkan jika dia ber-topengkan konstitusionalisme dan menyebut dirinya begitu, saya akan menyerangnya di mana pun saya menemuinya. Saya rasa musuh konsti-tusionalisme adalah orang-orang yang membuat orang lain tidak me-nyukai musyawarah untuk kepentingan bersama dengan menunjukkan bahwa pemerintahan konstitusional itu tiran, buruk, dan bertentangan dengan syariat.

Wahai kalian yang memerintah! Saya memiliki reputasi yang bagus dan saya akan berbakti kepada negara Islam dengannya; kalian telah menghancurkannya. Saya memiliki ketenaran yang tidak saya inginkan dan saya menggunakannya untuk membuat orang-orang menerima sa-ran-saran saya; sayangnya kalian telah menghancurkannya. Kini, saya memiliki kehidupan yang lemah; saya sudah lelah dengannya.

Terku-tuklah saya jika menyesal karena digantung. Tidaklah jantan jika saya tidak tertawa saat menjelang kematian ... Kalian bawa saya ke batu uji-an. Entah berapa banyak lagi anggota partai suci yang akan muncul jika kalian membawa mereka ke batu ujian. Jika konstitusionalisme berisi kezaliman sebuah partai dan ia bertindak berlawanan dengan syariat, biarkanlah dunia, manusia dan jin, menjadi saksi bahwa saya adalah seorang reaksioner!70

Nursi juga ingin memberikan catatan langsung mengenai Insiden 31 Maret, disiplin di dalam ketentaraan, dan syariat serta perannya, yang sejak awal telah dipahami dan direpresentasikan secara salah oleh koran-koran dari dua kubu. Tujuh alasan utama yang dia kemukakan untuk pem-berontakan tersebut pada intinya sama dengan yang telah disebutkan di atas.

Menjelang akhir amanatnya, Nursi memberitahu mahkamah bahwa dia benar-benar konsisten dengan apa saja yang telah dia tulis di semua artikelnya di koran. Dipanggil ke pengadilan pada zaman Rasul ataupun ke pengadilan tiga ratus tahun kemudian, kasusnya, “berbusana menurut tren busana zaman,” akan tetap sama persis. “Kebenaran tidak berubah; kebenaran adalah kebenaran.”71

Nursi berharap hasil pengadilan militer menyatakan dia harus digan-tung setelah tuduhan yang bukti-bukti utamanya mengandalkan kepada para informan dan pengadu. Bahkan, dia telah bertanya kepada peng-adilan: “Para detektif yang kini lebih jelek daripada para detektif zaman dahulu, bagaimana bisa kata-kata mereka diandalkan? Bagaimana bisa keadilan dibangun atas dasar apa yang mereka katakan?” Setelah men-dengar keputusan mufakat para hakim untuk membebaskannya, Nursi tidak menyatakan terima kasih sedikit pun. Dia membalik badan dan me-ninggalkan pengadilan begitu dia dibebaskan, kemudian berjalan dari Bayezid ke Sultan Ahmet di ujung kerumunan orang banyak yang telah ber kumpul, sambil berteriak: “Abadilah neraka bagi semua tiran! Abadilah neraka bagi semua tiran!”72

Pada hari Senin 24 Mei 1909, Tanin nomor 261 memuat pengumuman ini: “Telah diperiksa kembali bahwa pengaduan Badiuzzaman Said Kurdi adalah sebuah kekeliruan, dan bahwa sebaliknya, nama yang disebutkan di atas memiliki peran yang luar biasa besar di dalam perancangan peme-rintahan konstitusional, dan [dengan demikian] telah dibebaskan.”73

Peng adilan dan pembebasan Nursi terjadi keesokan harinya, tanggal 23 Mei.

Dalam catatan pembelaan Nursi yang diterbitkan, bagian yang dise-butkan di atas, yaitu selusin “kejahatan” tersebut, diikuti dengan selusin “pertanyaan”. Pertanyaan-pertanyaan ini, sebagaimana disebutkan Nursi dalam sebuah pesan, dia berikan kepada Hursid Pasya, presiden Mahka-mah Militer pertama, dua hari setelah pembebasannya, dan selanjutnya beberapa kali kepada yang lainnya.74 Pertanyaan-pertanyaan ringkas itu menegaskan bahwa kebanyakan di antara mereka yang terlibat tidak la-yak disalahkan dan menunjukkan bahwa penyebabnya adalah ketidakadil-an yketidakadil-ang muncul dari peraturketidakadil-an CUP. Pertketidakadil-anyaketidakadil-an-pertketidakadil-anyaketidakadil-an ini menye-babkan dibebaskannya sekitar 40 hingga 50 tahanan.75

Insiden 31 Maret itu sungguh seperti yang dideskripsikan Nursi, “ben-cana besar”. Apa pun peran CUP di dalamnya, insiden tersebut memberi mereka kesempatan yang mereka cari-cari. Pertama-tama, mereka mewu-judkan ambisi yang mereka pendam sekian lama untuk menggulingkan Sultan Abdulhamid. Tepat sebelum pemberontakan, mereka muncul ke permukaan dan memproklamasikan diri sebagai sebuah partai resmi. Ke-mudian setelahnya, membubarkan partai-partai oposisi, semakin mengu-rangi kekuasaan sultan, dan memegang kekuasaan yang lebih besar atas negara. Pada tahun yang sama mereka memperkenalkan sejumlah ukuran yang membatasi kebebasan hingga pada tingkat yang lebih besar daripada ketika di bawah Abdulhamid. Serikat Muhammad ditutup dan dibubarkan; sungguh, banyak di antara para anggota utamanya berakhir di tiang gan-tungan Mahkamah Militer.

Nursi merasakan kekecewaan yang mendalam terhadap Istanbul dan dunia luar yang seolah-olah beradab setelah apa yang telah dia alami ke-tika berada di sana sebentar. Kini tatapannya kembali kepada negeri asal-nya di timur. Dia menulis:

Jika keberadaban memberikan ruang untuk munculnya agresi yang meng hancurkan kehormatan serta fitnah yang menyebabkan kebencian, pikiran-pikiran kejam untuk membalas dendam, cara berpikir sesat, dan kecerobohan dalam urusan agama, biarkan semua orang menyaksikan bahwa daripada singgasana kedengkian yang dikenal sebagai istana per-adaban yang paling pas ini, saya lebih suka tenda-tenda kaum nomaden yang berpindah-pindah di gunung-gunung tinggi Kurdistan, tempat

ke-bebasan mutlak ... Dahulu saya kira tingkah laku para penulis layak dija-dikan teladan, tetapi saya melihat sejumlah surat kabar yang tidak tahu adab menyebarkan kebencian. Jika memang seperti itu yang dinamakan sopan santun, dan jika opini publik jadi kacau, datangkan saksi yang me-lihat bahwa saya telah meninggalkan teladan semacam itu. Saya tidak ambil bagian di dalamnya. Daripada mempelajari surat kabar, saya lebih baik mempelajari angkasa raya dan bentangan dunia di gunung-gunung tinggi tanah asal saya ...

Ya, saya lebih menyukai kehidupan bebas daripada peradaban yang tercampur dengan kezaliman, kebejatan moral, dan kemerosotan. Per-adaban ini membuat para individu melarat, risau, dan tidak bermoral. Padahal, peradaban yang sejati membantu kemajuan, perkembangan umat manusia, dan kesadaran potensinya. Dengan demikian, dalam hal ini, menginginkan peradaban adalah menginginkan kemanusiaan.76

Dalam dokumen Kelahiran dan Awal Masa Kanak-kanak (Halaman 112-117)