• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN ETOS KERJA DALAM MEMAJUKAN BANGSA

Panduan & Contoh-Contoh Pensyarahan Musabaqah Syarh Al-Qur’an (MSQ)

130

LPTQ Tingkat Provinsi Banten 2016

apa, perekonomian kita dikuasai bangsa China, teknologi kita di-kuasai oleh Jerman, informasi kita didi-kuasai oleh Barat. Eksesnya, kita men jadi bangsa yang lemah yang hanya menjadi bangsa peng-ekor dan penonton, yang mengikuti, meniru dan menggantungkan diri terhadap bangsa-bangsa yang maju, demikian ungkapan Ibnu Khaldun dalam karya monumentalnya yang berjudul al-Muqaddimah.

Karena itu, jika bangsa kita ingin maju dan bersaing dengan negara lain, salah satu solusinya adalah dengan meningkatkan etos kerja, dan untuk mengoptimalkan hal tersebut pada kesempatan berbahagia ini kami akan membahas Membangun Etos Kerja dalam Memajukan Bangsa. Dengan landasan QS. At-Taubah ayat 105:

“Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Hadirin se bangsa dan se tanah air yang kami hormati.

Demikian penegasan Allah kepada kita agar mau giat bekerja, berusaha, dan berkarya yang diisyaratkan dalam kalimat i’malu maa syi’tum berkerjalah kamu sesuai dengan skill dan profesi

masing-masing, demikian penafsiran Imam Ali Ash-Shabuni dalam Shafwa aT-Tafasir. Kita kaji lebih jauh, dalam ayat tersebut terdapat kalimat

i’malu”, secara semantik merupakan sighat amar (redaksi perintah),

sedangkan kaidah Ushul Fiqih mengatakan: “Pada dasarnya perintah itu menyatakan suatu kewajiban”. Dengan demikian, wajib hukum-nya bagi kita semua untuk bekerja dan berusaha sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Berkaitan dengan hal itu, Prof. Dr. Quraish Shihab menjelas-kan, secara eksplisit ayat tadi mengandung tiga perintah Allah kepada kita. Pertama, kita harus memiliki mental baja, tidak mudah

menyerah dalam berusaha, sebab hasil kerja kita akan dilihat oleh Allah, Rasul dan orang-orang beriman, dan kelak akan mendapat balasan berupa kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Kedua,

Membangun Etos Kerja Dalam Memajukan Bangsa

131

LPTQ Tingkat Provinsi Banten 2016

kelalaian memanfaatkan waktu sedetik saja akan mengakibatkan kegagalan di masa depan, karena itu orang barat bilang “waktu adalah uang dan lebih berharga dari emas mutiara”. Ketiga, dalam

bekerja kita jangan lupa berdoa kepada Allah, sebab manusia hanya wajib berusaha, Allah lah yang menentukan hasilnya.

Jika sikap tersebut sudah menghujam di dalam kalbu, ter-tancap dalam sanubari, bangsa kita pasti akan memiliki etos kerja yang tinggi, dan dengan etos kerja yang tinggi inilah bangsa kita bisa maju. Sejarah membuktikan bukankah dengan etos kerja yang tinggi lahirlah orang-orang besar yang mampu merubah dunia, dengan etos kerja yang tinggi muncullah karya-karya produktif dan dengan etos kerja yang tinggi suatu bangsa akan menguasai peradaban. Pepatah barat mengatakan “Many great man started from the newspaper boy” banyak orang besar mengawali karirnya hanya

dengan berjualan koran. Bukan jualan korannya yang harus kita tiru, tetapi etos kerjanya yang harus kita teladani. Karena itu, pantas kalau Amin Rais dalam sebuah tulisannya mengatakan, “Lebih baik kita meniru mental kinerja para pemulung, para penjual koran dan para pengamen jalanan daripada meneladani mental kerja pegawai kantoran, mereka datang ke kantor jam sembilan, nyampe di kantor langsung baca koran, habis baca koran langsung ngobrol tak karuan, jam sebelas baru bekerja, jam dua belas istirahat sampai jam tiga belas, tiba-tiba jam empat belas sudah pulang tanpa menghasilkan apa-apa.”

Padahal, Islam tidak mengajarkan kemalasan, Islam tidak meng-ajarkan kita rajin ibadah tapi lupa bekerja, tetapi Islam meng meng-ajarkan agar kita memiliki mental disiplin yang tinggi, Islam mengajarkan agar setelah beribadah kita rajin berusaha. Hal ini Allah pertegas dalam firman-Nya surat Al-Jumu’ah ayat 10:

“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu mendapat keberuntungan.”

Hadirin se bangsa dan se tanah air yang kami hormati

Khalid ‘Abdurrahman Al-Aki dalam Shafwa Al-Bayan Lima’ani Al-Qur’an, menjelaskan maksud ayat itu, “Jika kamu telah menunaikan

Panduan & Contoh-Contoh Pensyarahan Musabaqah Syarh Al-Qur’an (MSQ)

132

LPTQ Tingkat Provinsi Banten 2016

shalat maka berpencarlah untuk bekerja memenuhi kebutuhan kamu.”

Inilah watak seorang mukmin sejati yang menyeimbangkan antara ibadah ritual dan sosial. Rasulullah mengilustrasikan ke-pribadian mereka, “Jika malam mereka bagaikan rahib-rahib rajin beribadah, namun jika sang fajar menyingsing mereka laksana srigala bersimbah peluh, berkuah keringat, mencurahkan segenap potensi untuk berkarya dan berkarya.”

Dengan konsep inilah, Islam telah berhasil membangkit kan energisitas umat terdahulu hingga menguasai peradaban dunia. Lalu bagaimanakah keadaan umat Islam sekarang? Dr. Ismail Sabri Abdalla, seorang pengamat dunia ketiga melaporkan, umat Islam saat ini termasuk bangsa Indonesia adalah umat terbelakang, umat terlemah, jauh tertinggal oleh bangsa-bangsa lain. Kita jauh tertinggal oleh Amerika yang Kapitalis, kita jauh tertinggal oleh Rusia yang Sosialis, kita jauh tertinggal oleh Korea yang Konfusionis Tois, bahkan kita jauh tertinggal oleh Jepang dan China yang Budhis Tois. Kenapa mereka bisa maju sementara kita umat Islam tertinggal? Jawabannya, karena mereka memiliki etos kerja yang tinggi sedangkan kita masih dililit oleh mental-mental apatis, statis, pesimis, bahkan mental-mental pengemis.

Karena itu, melalui mimbar Jum’at ini saya menghimbau, “Hai umat Islam, hai bangsa Indonesia, hai para pemuda bangkit dan bangkitlah, songsonglah masa depan ini dengan giat berkarya, mari tinggalkan kemalasan, isi masa muda kita dengan mengukir prestasi. Ingat, manusia pemalas tidak akan pernah merasakan manis nya madu tapi akan tenggelam dalam pahitnya empedu. Artinya, manusia pemalas dan memiliki etos kerja yang rendah tidak akan pernah meraih kesuksesan dalam hidupnya.

Sebaliknya, jika kita umat Islam sudah giat berusaha, bangsa Indonesia sudah memiliki etos kerja yang tinggi, serta para pemuda mampu mengisi masa mudanya dengan berbagai kreasi, insya Allah bangsa kita akan maju, mampu bersaing, sehingga mendapatkan hidup dan kehidupan yang bahagia. Hal ini sesuai dengan janji Allah dalam surat An-Nahl ayat 97:

Membangun Etos Kerja Dalam Memajukan Bangsa

133

LPTQ Tingkat Provinsi Banten 2016

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Hadirin se bangsa dan se tanah air yang kami hormati.

Dengan demikian, dari uraian tadi dapat disimpulkan, bahwa umat Islam saat ini merupakan umat yang tertinggal jika di-bandingkan umat lainnya di dunia. Salah satu penyebabnya adalah karena kita memiliki etos kerja yang rendah. Oleh karena itu, jika kita ingin maju mulai saat ini mari satukan persepsi, samakan visi, dan kompakkan aksi untuk bangkit, bekerja, dan berkarya demi Indonesia tercinta. Sebab hanya dengan berusaha, bekerja, dan ber karyalah, maka Allah akan memberikan kepada kita hayatan thayibatan, kehidupan yang sukses baik di dunia maupun di akhirat.

135

هتكا ب�و لهلا ةحمرو كميلع ملاسلا

لىعو ن ي�لسرلماو ءايبنألا ف ش�أ لىع ملاسلاو ةلاصلاو ن ي�لماعلا بر لهل دملحا

دعباما - ن ي�ع بحمأ هبصحو لهآ

Hadirin se bangsa dan se tanah air yang kami hormati.

Tahun 1979, di kota Vatikan Roma, diadakan Konferensi Agama Internasional yang dihadiri oleh seluruh tokoh pembesar agama dunia. Dalam konferensi tersebut terungkap, bahwa Indonesia me rupakan negara percontohan dalam kehidupan toleransi antar umat beragama. Bahkan Paus Paulus II pun mengatakan, “Indonesia meskipun terdiri dari beragam suku bangsa, bahasa, adat istiadat, dan agama, namun hidup dalam kerukunan dan keramahtamahan.”

Namun sayang, kekaguman dunia Internasional tersebut kini tinggal kenangan, sebab perbedaaan suku bangsa, bahasa, adat istiadat, dan agama kini sering menjadi pemicu dan pemacu lahirnya fanatisme buta, persaingan tidak sehat, perselisihan, perpecahan, bahkan gontok-gontokan yang mengikis habis nilai-nilai toleransi yang selama ini kita jaga.

Kita perhatikan, kerusuhan demi kerusuhan akhir-akhir ini mulai muncul di berbagai daerah laksana cendawan di musim hujan,

MEMBUDAYAKAN TOLERANSI