• Tidak ada hasil yang ditemukan

Baik Buruk Calon Presiden yang Berani Tampil Lebih Dulu

A

pabila Partai Golkar telah menyebutkan calon presidennya untuk pemilu 2014, seperti juga yang dilakukan oleh Hanura atau Gerindra, tidak demikian halnya dengan Partai Demokrat, PDI Perjuangan dan PKS. Meski dua partai terakhir calonnya telah sering disebut-sebut, tetapi tetap belum ada nama pasti. Samar- samar mungkin ya, tetapi kepastiannya belum ada. Di Bali, apa yang dibilang samar itu cukup menakutkan dan dihindari orang, dipakai sebagai mitos untuk menghindari tempat-tempat tertentu. Bagi partai politik yang bersemangat ikut pemilu presiden 2014, acara samar- samar ini harus diperhatikan betul karena bisa-bisa akan dihindari masyarakat. Menunggu survei hasil pesanan juga belum tentu akan mampu memberikan kontribusi positif bagi elektablitas calon. Jadi, bagaimana sebaiknya memosisikan calon presiden setahun sebelum perebutan pemimpin tersebut digelar?

Tinjauan sejarah kontemporer Indonesia memperlihatkan bahwa pemilihan umum secara langsung rakyat terhadap presiden hanya memberikan pilihan kepada mereka yang mampu menunjukkan diri sebagai calon presiden. Kalau Habibie dipilih berdasarkan ”turunan” dari pemimpin terdahulu, Gus Dur dan Mega terpilih karena sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka boleh dikatakan hanya Susilo Bambang Yudoyono terpilih melalui pilihan langsung oleh rakyat. Ya, memang benar mayoritas mengatakan bahwa terpilihnya pria asal Blitar ini disebabkan oleh pembawaaannya yang kharismatis dan nJawani. Akan tetapi, harus juga dilihat bahwa keberaniannya untuk mengumumkan diri sebagai presiden, menjadi

faktor penguat keberhasilannya. Keberanian memunculkan diri itu penting untuk masa ketika rakyat masih dalam keadaan stelemate memilih pemimpin. Ketika mencalonkan diri tahun 2004, mungkin masyarakat telah tahu bagaimana kepemimpinan presiden-presiden sebelumnya. Dalam arti, masyarakat telah mengetahui bagaimana kinerja dan pola kepemimpinan presiden sebelumnya. Wajah abu- abu itu sepertinya diselingi oleh jelasnya tampilan Susilo Bambang Yudoyono karena memberanikan diri menegaskan sikap. Tetapi, bukan saja Susilo Bambang Yudoyono yang menjadi penjelas juga apa yang dilakukan Amin Rais.

Karena itulah kemudian, mereka yang menyatakan berani tampil menjadi presiden mempunyai peran penegas, membuat suasana abu- abu meluber dan cenderung ke arah positif. Apabila misalnya tahun 2004 itu, SBY tidak mencalonkan diri, melainkan misalnya Yusuf Kalla, bisa jadi Kalla akan terpilih menjadi presiden karena ia menjadi faktor penegas di saat suasana abu-abu. Bahwa kemudian SBY yang terpilih, barulah kemudian faktor X yang berperan. Faktor X itulah yang terletak pada kharisma, pembawaan dan nJawani tersebut.

Sekarang, sesungguhnya faktor abu-abu itu telah jelas terlihat dalam blantika politik Indonesia. Hebat di awal periode pemerintahn baik tahun 2004-2008 maupun 2009-2014, tetapi SBY banyak mendapat kritik menjelang akhir kepemimpinannya. Mudahnya presiden marah, mengritik lawan serta kasus korupsi yang tetap marak, merupakan beberapa kritik yang ditujukan kepada pemerintahan SBY. Kritik dan kenyataan dari pemerintahan tersebut kemudian semakin menyadarkan masyarakat bahwa memilih presiden tidak harus sekedar memilih kharisma belaka tetapi ada faktor lain, misalnya kemampuan manajemen, agar mampu menjalankan tugas kenegaraan. Dengan demikian, bolehlah dikatakan bahwa sebenarnya sekarang masalah fenomena politik itu masih abu-abu. Rakyat masih belum bisa menilai bagaimana keberhasilan pemerintah sebelumnya.

Karena itu merupakan kesempatan yang bagus bagi partai politik yang telah mempunyai keberanian mengeluarkan calon presiden. Dengan cara demikian, rakyat akan mampu melakukan penilaian terhadap calon bersangkutan, memberikan kritikan kepada calon dan

syukur-syukur memberi masukan. Wilayah abu-abu yang ditinggalkan oleh kepemimpinan sebelumnya seolah menjadi tercoret dan digantikan oleh harapan-harapan dari kepemimpinan (calon) yang baru ini. Dalam massa yang dipenuhi oleh area abu-abu, harapan itu sangat penting. Politik boleh dikatakan sebagai pengelolaan harapan sehingga bisa dipercaya oleh masyarakat. Calon presiden yang berani tampil terlebih dahulu, memiliki kesempatan lebih besar mengelola harapan itu menjadi potensi kemenangan, baik melalui janji- janjinya maupun fakta-fakta yang berupaya diungkapkan. Waktu dan manajemen kampanye yang akan membuktikan bagaimana keberhasilan calon presiden tersebut mengelola harapan kepada masyarakat. Akan tetapi,waktu dan keterampilan juga yang kemudian mampu memperbaiki kesalahan-kesalahan saat memperkenalkan diri kepada masyarakat. Keberhasilan pengelolaan, termasuk tentu saja profesionalitas, akan mampu menumbangkan citra bahkan kharismatis seorang calon presiden kompetitor. Dalam hal Indonesia, nampaknya masyarakat sudah semakin paham apa makna kharisma itu dan sejauhmana kharisma mampu mendongkrak keberhasilan dalam mengelola negara. Kharisma mungkin mampu menarik pemilih tetapi belum tentu mampu melakukan pengelolaan negara secara lebih baik. Sejarah Indonesia dalam batas-batas tertentu telah membuktikan hal tetrsebut.

Di balik manfaat yang mampu diraih kandidat yang lebih dahulu diperkanlakn kepada publik, tetap ada kelemahan-kelemahan dihadapi. Dari sisi politis dan norma yang ada, tampilan terlebih dahulu ke publik akan dipandang sebagai tukang salip dan tukang mencuri start. Jika pencitraan ini yang melekat pada masyarakat, maka kandidat seperti ini harus waspada. Betapapaun gencarnya calon menampakkan diri, sukar bagi masyarakat untuk menambatkan hatinya. Sebab, Indonesia masih trauma dengan politisi-politisi busuk dan politisi yang suka mencuri start. Trauma sejarah ini, tidak main-main karena telah berlangsung sejak jaman Orde Baru sampai dengan jaman reformasi. Katakanlah apabila reformasi ini telah berlangsung 13 tahun ditambah dengan 15 tahun pemerintahan Orde Baru terakhir, maka panjang trauma sosial terhadap politisi-politisi buruk di Indonesia itu sepanjang 28 tahun. Hampr sama dengan

kekuasaan Orde Baru. Dalam arti lain, trauma itu berlangsung hampir satu generasi. Maka, tantangan calon presiden yang lebih dahulu berani mengumumkan dirinya ke ruang publik sangat besar. Berani tampil ke publik haarus diimbangi dengan tindakan dan kiat-kiat yang benar-benar bersih dan taktis, tidak melakukan janji muluk-muluk dan harus mampu mencitrakan diri sebagai calon presiden yang berasih.

Mau tidak mau juga harus diperhitungkan biaya ekonomi. Mereka yang tampil terlebih dahulu ke ruang publik akan mengeluarkan biaya lebih banyak. Biaya ekonomi politik juga lebih banyak. Hati-hati dengan hal ini karena masyarakat juga sudah memasukkan ke dalam memorinya, biaya ekonomi politik sangat terkait dengan kualitas koruptif para politisi. Jika ini terjadi, jangan-jangan calon presiden itu kelak ketika berhasil menjadi presiden, akan melegalkan korupsi. Masyarakat tidak ingin hal ini terjadi. Itu baik buruk dari calon presiden yang berani tampil mendahului. Jadi harus benar-benar terampil memanfaatkan sisa waktu yang ada sebelum pemilihan 2014. 

Kelemahan Popularitas

Garis besar

Dokumen terkait