• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lepaskan ”Set Kedua”, Kosentrasi Pada Set Berikut!

K

etika permainan bulutangkis masih konvensional dengan memakai poin 15 untuk satu set, ada hal menarik yang diperlihatkan para pemain dunia saat itu. Jika set pertama mereka telah unggul lalu mengalami kemunduran mental pada set kedua, pemain ini akan melepaskan set kedua itu. Ia akan berjuang habis-habisan di set ketiga. Kebanyakan mereka berhasil memenangkan pertandingan. Tidak hanya di bulutangkis, pada permainan lainpun demikian. Bola volly, sepakbola, tenis juga demikian. Dari pada ngotot di set kedua tetapi mental sudah kedodoran, lebih baik melepaskan set itu untuk mengirit tenaga dan memulihkan kepercayaan diri. Setiap set mempunyai mental tersendiri dan daya juang tersendiri pula.

Sikap dan perilaku pada permainan olahraga, mempunyai beberapa kesamanaan dengan apa yang terjadi pada bidang politik. Yang membedakan adalah ”waktu jeda” untuk mengambil nafas dan kosentrasi itu. Pada dunia olahraga, jeda ambil nafas, memulihkan mental dan kepercayaan diri berlangsung dalam rentang waktu menit. Tinju memerlukan waktu sekitar semenit untuk memulihkan kepercayaan diri ke babak berikutnya, bulutangkis sekitar lima menit, sepakbola sekitar 15 menit. Politik, khususnya partai politik, memerlukan waktu bertahun-tahun. Tidak mungkin memulihkan kepercayaan diri itu hanya dalam waktu sebulan. Politik memerlukan perbaikan perilaku pendukung untuk meyakinkan publik demi meraih kepercayaan. Ia juga memerlukan bukti kinerja, pemenuhan janji-janji, meyakinkan publik dengan bukti-bukti terhadap

perubahan orientasi partai. Satu saja aparat partai menyimpang dari aturan normatif dari kehidupan sosial, memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan kepercayaan publik. Seperti juga dunia olahraga, jeda waktu ambil nafas ini akan tetap berpotensi untuk meraih kemenangan.

Apa kaitannya dengan partai politik?

Disamping Partai Keadilan Sejahtera yang tiba-tiba menghadapi masalah besar, Partai Demokrat kini tiba-tiba juga ribut di dalam akibat beberapa survei yang menyebutkan elektabilitas partai ini menukik tajam. Yang muncul kemudian adalah desakan untuk memundurkan ketua umum partai yang bersangkutan. Turunnya ketua umum ini diharapkan akan mampu memulihkan kepercayaan

diri pendukung, dengan ”bantuan” igur Susilo Bambang Yudoyono

pada partai. Masih belum jelas bagaimana peran SBY pada partai ini. Desakan turunnya ketua umum, disebabkan karena adanya tuduhan sang ketua umum terlibat korupsi.

Namun demikain dari sisi upaya pemulihan kepercayaan diri, ribut-ribut untuk menurunkan ketua umum ini sudah sangat terlambat. Kontroversi soal tuduhan korupsi tersebut sudah berlangsung berbulan-bulan bahkan lebih dari setahun. Rentang waktu kontroversial setahun ini merupakan jawaban yang paling jelas, mengapa elektabilitas partai begitu merosot. Inilah salah satu kegagalan partai dalam memelihara kepercayaan publik. Dengan begitu upaya untuk memulihkan kepercayaan publik cukup sulit di tengah iklim keterbukaan yang sekarang sudah mempengaruhi masyarakat.

Maka, seperti pada permainan bulutangkis, cara paling baik untuk memulihkan kepercayaan adalah dengan melepaskan ”set kedua” untuk konsentrasi pada set berikutnya. ”Set kedua” yang dimaksudkan ini tidak lain adalah pemilu pemilihan presiden tahun depan, termasuk juga pemilihan legislatif yang berlangsung tahun depan. Partai politik justru akan menderita kerugian besar apabila ribut-ribut internal itu terjadi hanya setahun menjelang perhelatan politik. Padahal, untuk memulihkan kepercayaan diri pada bidang politik diperlukan waktu bertahun-tahun. Dalam kondisi seperti itu, upaya-upaya untuk menurunkan pejabat partai, entah itu ketua

partai atau pejabat teras lainnya, justru akan memicu faksional baru atau mempertegas faksionall yang sudah ada di dalam partai. Faksional adalah pengelompokan di dalam satu partai politik, yang merupakan wujud dari perpecahan dan menjadi cikal bakal partai baru. Hal lain yang bisa terjadi adalah kecurigaan akan adanya ambisi-ambisi perorangan atau kelompok untukmenduduki jabatan atau mempertahankan kekuasaan. Artinya, upaya pencopotan itu mempunyai nilai ganda. Ia tidak semata-mata beralasan memulihkan nama baik partai tetapi di balik itu tersimpan tujuan tersembunyi untuk mempertahankan kekuasaan individu atau kelompok tertentu pada bidang pemerintahan.

Dalam hal Partai Demokrat misalnya, menurunnya elektablitas partai ini amat mungkin tidak hanya disebabkan oleh berbagai kasus korupsi yang menimpa kader-kadernya tetapi disebabkan oleh

takdir partai itu sejak awal yang melekat pada igur Susilo Bambang

Yudoyono. Figur inilah yang mengikat masyarakat. Dalam dua pemilu sebelumnya, Susilo Bambang Yudoyono masih bisa mencalonkan diri menjadi presiden. Fenomena demikian berbanding lurus dengan

igur SBY dan berbanding lurus juga dengan daya lekat partai itu

kepada masyarakat. Kini ketika kesempatan SBY sudah tidak ada lagi menjadi presiden, maka hal demikian juga berbanding lurus dengan daya lekat masyarakat kepada paartai tersebut. Orang bisa

saja melepaskan keterikatakn partai karena igur yang mereka panuti

sudah tidak mungkin menjabat lagi. Jadi, menurunnya elektablitisa partai ini juga bisa dikaitkan dengan sebuah resiko politik bagi partai

yang terlalu mengandalkan igur sebagai cara untuk meraih suara.

Di jaman modern sekarang, sudah tidak jamannya lagi partai politik memakai figur untuk meraih massa. Dalam konteks internasional, entah itu di Amerika Serikat (Kennedy). India (Nehru), Pakistan (Bhutto), Indonesia (Sukarno), sudah jauh merosot peran

igur tersebut dalam meraih suara masyarakat. Faktor pengaruhnya

adalah intelektualitas masyarakat yang sudah meningkat akibat keterbukaan yang luar biasa. Tidak ada lagi figur-figur itu yang berkuasa. Kalaupun berkuasa di sektor-sektor yang lebih kecil misalnya kabupaten atau kecamatan), itu sangat ddipengaruhi oleh tingkat perkembangan rasionalitas politik masyarakat.

Maka, dalam kasus seperti Partai Demokrat, lepaskan saja set kedua ini, mulai lagi membangun partai dengan landasan rasionalitas, kejujuran dan kesungguhan hati dalam mengelola massa. Relakan para pejabat partai itu turun panggung dari kekuasaan pemerintahan untuk bahu membahu lagi membuat partai politik yang rasional. Biarkan hukum yang menilai bagaimana masalah-masalah korupsi yang dikaitkan dengan partai tersebut. Dengan cara itulah citra partai akan mampu terbangu lagi. Mengambil jeda dan memilihkan kepercayaan diri untuk memenangkan set berikutnya memerlukan waktu bertahun-tahun. 

Baik Buruk Calon Presiden

Garis besar

Dokumen terkait