• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saling Membagi Informasi Untuk Memajukan Indonesia

P

ertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudoyono dengan presiden terpilih, Joko Widodo di Nusa Dua beberapa waktu lalu, memberikan inspirasi positif bagi masyarakat, pemerintahan dan generasi baru di masa mendatang. Pertemuan tersebut juga mempunyai manfaat besar secara psikologis karena mampu memberikan rasa nyaman politik, menurunkan tensi tegang dalam empat bulan terakhir akibat rivalitas pemilihan presiden. Dengan pertemuan itu, rasa persaudaraan, kewajaran bahwa keaslian hubungan sosial kembali bisa ditemukan. Persaingan politik tidak harus berakhir dengan “putus kontak” dua pihak yang sedang berkompetisi. Seperti yang dilihat oleh masyarakat, hubungan antara Prabowo Subianto dan Jokowi terasa tidak enak sampai sekarang. Dan konon hubungan antara Susilo Bambang Yudoyono dengan Megawati juga disebut-sebut terganjal hingga saat ini. Dengan demikian, pertemuan antara Susilo Bambang Yudoyono sebagai presiden yang akan mengakhiri masa jabatan dengan Jokowi yang segera menjabat, ikut membantu memberikan sumbangan pikiran ke depan bahwa kompetisi politik tidak harus berakhir dengan kerenggangan persahabatan. Mereka diharapkan saling membagi informasi untuk memajukan Indonesia.

Dalam hubungan kepemerintahan negara, waktu lima tahun, bukanlah waktu panjang untuk menyelesaikan satu missi pemerintah. Bahkan sepuluh tahun pun bukan waktu yang panjang untuk menyelesaikan segala persoalan. Apalagi jika misalnya pemerintahan itu diganggu di tengah jalan oleh berbagai move politik.

Karena itulah harus ada pertemuan kedua belah pihak untuk saling member masukan dan meminta pendapat. Pembangunan ekonomi Indonesia di masa Susilo Bambang Yudoyono selama satu dekade tidaklah dapat dikatakan berhasil tuntas karena angka kemiskinan

relatif Indonesia tidak mampu ditekan secara siginiikan. Bahkan

mungkin terjadi involusi. Meminjam istilah Clifford Geertz, involusi pertanian dimaksudkan sebagai wujud semu keberhasilan pertanian. Penampakan keberhasilan dalam satu lahan mungkin ya. Akan tetapi jumlah penggarapan lahan satu hektar (misalnya) justru lebih banyak dibanding sebelumnya, misalnya dari 5 orang menjadi 7 orang. Akibatnya, hasil itu secara perorangan justru lebih kecil dibanding sebelumnya karena dibagi oleh lebih banyak orang, meskipun padi lebih menguning dalam satu hektar tersebut. Kemakmuran palsu ini jamak terlihat di jaman Orde Baru. Kalaupun kemudian di desa terlihat banyak bangunan yang telah bertembok semen dengan lantai berkeramik, tetapi apabila pengangguran juga bertambah banyak, jalan ke kampung rusak dan banjir belum mampu dicegah, maka kemakmuran itu palsu. Realitasnya kemiskinan tidak beranjak dari angka sebelumnya. Bahkan menjanjikan adanya kemiskinan yang lebih massif di masa mendatang.

Gambaran yang disebutkan diatas itu merupakan fenomena tersembunyi dari pembangunan negara, sering terjadi pada negara- negara transisional dari sosialis menuju liberal dan telah dipraktikkan gagal di Amerika Latin. Bahayanya, fenomena kemiskinan tersembunyi ini bisa menimbulkan protes rakyat, kemunculan karte-kartel narkoba, sampai pemberontakan. Apa yang terjadi di Nikaragua, Kolombia, Bolivia bisa dilacak dari kegagalan prinsip- prinsip pembangunan seperti itu. Di permukaan kelihatan baik tetapi realitas tersembunyinya memperlihatkan hal berkebalikan.

Indonesia di masa reformasi ini, bagaimanapun boleh dikatakan sebagai negara yang sedang bertransisi. Bahkan transisi itu ada pada tiga bidang sekaligus, yakni politik, ekonomi, dan kebudayaan Pada bidang politik, Indonesia mempunyai transisi dari totaliter ke upaya egalitar demokrasi). Pada bidang ekonomi, dari sistem “Pancasila” ke liberal. Dan pada bidang budaya, terasa sekali anak-anak muda Indonesia mulai menyerbu model-model di luar kebudayaan

Indonesia seperti terlihat pada gaya berpakaian, pola kerja, perilaku, seni yang entah dari mana datangnya. Pendek kata transisional itu kini sedang ada dan sedang berlangsung pada masyarakat Indonesia. Missi untuk menuntaskan agenda reformasi maupun missi lain yang diemban SBY ketika menjabat, kemungkinan masih belum bisa tuntas benar.

Karena itu, pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudoyono dengan Joko Widodo sebagai presiden terpilih sangat penting untuk melakukan komunikasi langsung tentang apa yang harus dilanjutkan dan dibenahi dalam pemerintahan mendatang. Keterpaduan antara missi dari SBY yang tidak berhasil dicapai untuk diklopkan dengan missi Joko Widodo yang kelak dijalankan. Link ini harus disatukan. Disini, yang lebih memberikan peran penting sesungguhnya ada pada Susilo Bambang Yudoyono. Secara politik, langkah yang dilakukan Susilo Bambang Yudoyono sesungguhnya sudah “menang” dibanding dengan presiden-presiden lainnya. Belum pernah ada kesempatan seperti ini dilakukan oleh presiden yang masih berkuasa dengan presiden terpilih. Artinya Susilo Bambang Yudoyono telah memenangkan politik citra yang sebenarnya. Dia memberikan contoh kepada generasi lain yang mungkin akan menguntungkan

juga bagi partai politik pengusung. Paling tidak citra sportiitas akan

tertancapkan pada pribadi dan partai politik pendukungnya dulu. Peran lain yang lebih penting adalah alur informasi yang sangat bermanfaat dari Susilo Bambang Yudoyono tentang kegagalan- kegagalan atau kekurang berhasilan yang didapatkannya saat menjabat. Akan sangat bagus kalau informasi tentang kegagalan tersebut juga mnyebutkan metode yang dipakainya. Informasi ini jelas penting bagi Joko Widodo-Yusuf Kalla untuk mempersiapkan perencanaan secara nasional, untuk kemudian membagi perencanaan tersebut ke dalam skala yang lebih kecil. Keterusterangan dan kejujuran penyampaian informasi ini sangat penting karena ini akan menentukan keberhasilan penyerapan informasi yang didapatkan oleh Jokowi. Satu yang mesti diperhatikan dalam konteks seperti ini adalah metode untuk mencapai tujuan dalam proyek tersebut. Meskipun segenap kebijaksanaan yang telah dilakukan oleh Susilo Bambang Yudoyono selama memerintah telah diungkap di media

massa dan mungkin telah dikliping, tetapi persoalan metode yang dipakai sering kali tersembunyi sifatnya. Pemerintah tidak berani mengungkap metode ini karena takut dikritik oleh pihak lain. Karena itu metode inipun harus disampaikan kepada Jokowi dan pembantu- pembantunya.

Dari telaah metodis inilah nanti para pembantu pemerintahan Jokowi akan mencoba menelusuri kegagalan, memperbaiki metodenya dan memperispkan perencanaan secara nasional untuk melanjutkan proyek tersebut. Atau justru merombaknya dengan mengganti lewat proyek lain untuk mensejahterakan masyarakat. Misalnya, bantuan langsung tunai, bukanlah metode yang bagus untuk mensejahterakan masyarakat. Demikian juga metode bedah rumah yang kini sering kali dipandang sebagai cara instan untuk mencari popularitas politik. 

Citra Dalam Pelantikan

Garis besar

Dokumen terkait