• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi untuk Memaksimal kan Bantuan Langsung Tuna

B

antuan Langsung Tunai yang hendak dikucurkan oleh pemerintah sebagai kompensasi dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), masih dikomentarsi simpang siur oleh masyarakat. Pemerintah akan menyalurkan biaya tersebut selama 9 bulan, kepada 18, 5 juta kepala keluarga di Indonesia, dengan nilai 150.000 rupiah perbulan. Terhadap kebijakan seperti ini, pendapat pro kontra mesti dibilang wajar karena kebijakan seperti ini pasti ada baik buruknya. Tahun lalu jumlah keluarga yang mendapatkan bantuan seperti ini adalah 17,5 juta jiwa sehingga ada yang menilai bahwa kebijakan seperti ini gagal karena pada kenyataannya tidak mampu mengurangi kemiskinan. Jumlah rumah tangga miskin yang mendapat bantuan seperti ini, ternyata meningkat dibanding tahun lalu. Karena itulah ada yang mengusulkan kalau subsidi pupuk akan lebih menguntungkan dibanding dengan memberikan bantuan langsung tunai seperti ini.

Pada konteks strukturasi, bantuan langsung tunai ini boleh dikatakan membingungkan karena sumber daya yang disumbangkan hanya senilai 150.000 ribu rupiah per bulan. Artinya nilai uang tersebut tidak terlalu mencukupi untuk menggerakkan sumber daya yang lain. Teori strukturasi memberikan pemahaman bahwa sumber daya akan mempengaruhi rentetan peristiwa lain yang saling mempunyai temali. Bantuan keuangan boleh dikatakan sebagai satu sumber daya yang mampu mempengaruhi dan menggerakkan sumber daya lain dalam bentuk jaringan. Seseorang yang mempunyai

modal mencukupi, dengan bantuan nasihat dari ahli dan bimbingan (entah dari pengalaman maupun aktor) akan bisa menggerakkan modal itu menjadi sumber daya lain. Misalnya membuka usaha, menarik karyawan, menghasilkan produk baru yang perlu dipasarkan sehingga membuka lapangan kerja baru lagi, menghidupi keluarga, mencegah pengangguran dan seterusnya.

Namun, bantuan tunai langsung yang diberikan pemerintah itu hanya cukup untuk memberikan ”masukan” sebesar rata-rata 5000 rupiah sehari. Di desa kini, harga keperluan pokok (nasi) lebih tinggi dari 5000 rupiah, apalagi jika dibandingkan di kota. Harga beras sekilo juga lebih tinggi nilainya. Kalaupun uang Rp. 5000,- tersebut mampu dibelikan beras setengah kilogram dan kemungkinan mampu memberikan makan kepada lebih dari satu orang, tetapi nasi tanpa protein yang cukup tidak akan mampu ”menggerakkan” manusia secara lebih berkualitas. Logikanya apabila satu nasi bungkus dengan protein yang cukup mampu menggerakkan sumber daya manusia untuk berkarya atau bekerja lebih banyak, maka kemungkinan akan mampu menghasilkan sebuah karya atau kerja lebih baik (karena

isik lebih kuat). Dengan demikian, dalam konteks strukturasi yang

menekankan pada saling pengaruh dan memperkuatnya satu sumber daya dengan sumber daya lain, bantuan langsung tunai sebanyak 150.000 per bulan itu, tidak mampu berbicara banyak.

Satu strategi yang bisa dipakai untuk mengatasi ini adalah dengan memberikan uang bantuan tunai secara langsung total sembilan bulan itu dalam satu kali penyerahan. Artinya masyarakat yang mendapat bantuan tersebut (yang terkatagori miskin itu) akan mendapatkan dana sebesar Rp. 1.350.000,-. Jumlah ini cukup sebagai sebuah modal sumber daya yang bisa menggerakkan sumber daya lainnya. Paling tidak bisa dipakai modal untuk berjualan kecil-kecilan (mungkin kripik ketela pohon!). Jumlah ini jauh lebih besar dibanding dengan uang Rp. 150.000,- per bulan. Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah pengawasan atau seorang penasihat. Dengan cara seperti ini pemberdayaan sumber daya manusia akan lebih mampu digerakkan melalui jaringan yang lebih luas. Bantuan langsung tunai akan mampu berbicara lebih banyak kalau dimetodekan seperti ini.

mekanisme pengawasan sangat diperlukan untuk melancarkan kebijaksanaan pemerintah. Budaya kita sangat tidak disiplin dan tidak memberikan peluang kepada modal untuk berjalan sesuai dengan jalur utamanya. Terlalu biasa masyarakat kita apabila mendapatkan uang banyak, tidak digunakan secara semestinya. Disamping itu, masyarakat juga memerlukan bimbingan untuk membuka usaha kecil. Metode dengan memberikan bimbingan dan pengawasan seperti ini sesungguhnya mempunyai pesan yang kuat dalam hal memberdayakan masyarakat. Mereka akan mampu belajar dari bawah untuk membangun dirinya, dan cara demikian (tentu apabila sukses) memberikan daya tahan yang lebih baik dalam melanjutkan aktivitas. Guna menjamin kelancaran bantuan sejumlah Rp 1.350.000,- per kepala keluarga itu, pemerintah mungkin bisa menyiasatinya dengan memberikan penyerahannya per daerah secara sistematis yang kemudian dalam sembilan bulan, seluruh 18.5 juta kepala keluarga tersebut akhirnya mendapatkan bantuan semua.

Pemberian pengawasan dan pembimbingan ini sebenarnya mempunyai manfaat ganda. Cara demikian tidak saja mampu memberi bantuan pembimbingan akan tetapi mempunyai manfaat untuk menangkal kritik kepada bantuan langsung tunai ini. Jadi, mirip dengan metode yang dilakukan oleh negara-negara kapitalis dalam menerima kritik dari kaum komunis. Untuk menghindari kebenaran komunis bahwa kaum buruh dan karyawan akan memberontak, pemilik usaha memperbaiki metode pendekatannya dengan memberikan gaji tambahan (seperti gaji ke-13), kepada karyawan, insentif enam bulanan atau memberikan beasiswa kepada anak karyawan. Bimbingan dan nasihat mempunyai peranan untuk menjamin uang sebanyak Rp. 1.350.000,- itu terlaksana dan termanfaatkan dengan baik, sehingga mampu menanggulangi kelemahan uang yang hanya sejumlah Rp. 150.000,- per bulan.

Apabila uang bantuan langsung tunai tersebut diberikan setiap bulan selama sembilan bulan tanpa adanya bimbingan dan pengawasan, sangat besar potensinya untuk hilang menguap begitu saja. Amat mungkin uang itu mencelakakan karena akan dipakai untuk kegiatan-kegiatan yang tidak jelas, mislanya memasang nonor buntut. Pada konteks itu, bantuan langsung tunai pantas dikritik

dan memang lebih pantas apabila pemerintah memberikan subsidi kepada pupuk yang digunakan petani.

Pemberian bantuan langsung tunia mungkin merupakan pilihan politik yang paling rasional bagi pemerintah. Akan terlihat bahwa peningkatan harga minyak itu memberikan penghasilan yang lebih besar pada pendapatan. Kelebihan itu kemudian diberikan kepada anggota masyarakat yang tidak mampu. Paling tidak masyarakat yang tidak mampu akan merasa tersentuh dengan kebijakan seperti ini. Tetapi harus diingat, kalau pemerintah terlalu memusatkan garis besar pada model-model ekonomui kapitalis, maka kantong-kantong kemiskinan akan banyak muncul di perkotaan. Uang sejumlah 150 ribu selama sembilan bulan, tidak terlalu berarti bagi mereka. 

Hubungan Perusahan-Buruh

Garis besar

Dokumen terkait