• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perusahan-Buruh Menjadi Tantangan Pemerintah

U

ntuk pertamakalinya, Indonesia meliburkan tanggal 1 Mei sebagai hari nasional. Tanggal itu merupakan peringatan hari buruh internasional. Dengan demikain, kebijakan pemerintah Susilo Bambang Yudoyono telah ”menyamai” apa yang dilakukan pemerinah Orde Lama yang juga memperingati peringatan tersebut pada tanggal yang sama. Konon Presiden Soekarno selalu menghadiri peringatan tersebut sebagai dukungan kepada kaum ini di seluruh dunia. Buruh dimanapaun di seluruh dunia, mempunyai persepsi, citra dan ide yang sama sebagai bagian dari eksitensi keberadaan masyarakat. Akan tetapi, sangat tipis batasan antara buruh dan karyawan.

Secara kontekstual, sering diasosiasikan bahwa buruh adalah mereka yang melakukan pekerjaan di bawah pengaruh dan dikendalikan majikan. Dan dalam hubungannya itu sering kali mendapatkan perlakukan kurang adil dalam hal upah. Amat mungkin fenomena ini yang membuat buruh di seluruh dunia itu mempunyai persepsi, ide dan tindakan yang sama. Dengan pembatasan seperti

itu, sesungguhnya banyak juga pekerja di Indonesia yang berkualiiasi

sebagai buruh. Tidak saja pada mereka yang bekerja di sektor swasta. Sebagai sebuah entitas internasional, buruh adalah sebuah komunitas yang mempunyai ciri dan sikap yang hampir sama. Mereka merupakan produk dari kapitalis. Jadi, buruh dan kapitalis itu mempunyai hubungan sebab-akibat yang mempunyai sisi kontras, namun saling memerlukan satu sama lain. Anak dari kapitaalis

adalah industri dan industri mempunyai anak lagi yang namanya perusahan. Tidak mungkin perusahan itu hidup tanpa buruh untuk melanggengkan kehidupannya dan sebaliknya buruh memerlukan perusahan untuk melanjutkan hidup. Akan tetapi, dua pihak ini mempunyai sifat dan ciri yang sangat berbeda. Pertentangan dan konflik muncul karena perbedaan ini. Secara ideologis, karena perusahan mempunyai moyang kapitalis, maka tidak lain ideologinya kompetisi penuh dan dengan biaya yang ada mencari keuntungan sebesar-besarnya.

Tidak bisa lain, untuk mengejar nilai-nilai tersebut, perusahan harus ”mengeksploatasi” karyawan (buruh) untuk mencapai target.

Bentuk kongkrit dari eksploitasi itu tidak saja kerja isik, lembur

malam, tetapi juga umpatan dan makian dari pemilik perusahan (majikan). Buruh pada sisi lain, mempunyai nilai kerjasama, ”gotong royong”. Nilai-nilai ini boleh dikatakan terpaksa diterima, disamping untuk memaksimalkan outcome perusahan, juga untuk meringankan beban kerja dan beban psikologis dari ”perintah” majikan.

Konlik buruh akan muncul apabila nilai kedua pihak tersebut

overload. Majikan terlalu memaksakan kehendaknya sedangkan buruh sudah tidak mungkin menolerir lagi kehendak tersebut. Keinginan yang dikeluarkan oleh majikan sudah tidak mungkin ditolerir oleh nilai-nilai yang dimilikioleh buruh tersebut. Tidak mungkin buruh akan bisa melakukan kerja lembur apabila perusahan hanya memberikan upah tetap. Sebaliknya kalau lebur tidak dilakukan, perusahan akan dikalahkan oleh kompetitornya.

Di mana-mana di seluruh dunia, ”hukum” ini berlaku dan karena itulah diperlukan semacam solidaritas bersama di seluruh dunia bagi kaum buruh untuk menyelesaikan persoalan sosial ini. Dari konteks inilah muncul Hari Buruh Internasional itu. dalam maknanya, tidak lain hari buruh internasional ini adalaah sebuah wujud solidaritas bersama antar kaum buruh yang memang secara historisnya selalu termarginalkan.

Karl Marx memperoleh inspirasi teori Marxis yang luar biasa itu dari fenomena seperti ini. Dilihat dari sisi politik, Hari Buruh Internasional itu (dan peringatannya), tidak lain merupakan sebuah upaya pengingatan bagi perusahan, bos perusahan dan para majikan

di seluruh dunia, bahwa kaum buruh harus tetap diperhatikan. Bahwa kaum ini mempunyai hubungan solidaritas di sluruh penjuru dunia sehingga wajib secara terus-menerus memperhatikan kebijakan terhadap buruh. Upah dan berbagai sarana buruh harus selalu mendapat perhatian sebab kalau ini tidak diperhatikan, perusahan bisa bangktut apabula buruh bergerak. Inilah makna dari Hari Buruh Internasional tersebut.

Dengan komposisi benturan antara nilai yang diusung kaum kapitalis dan kaum buruh tersebut, maka secara kaidah tidak akan mungkin bisa tercapai hubungan rukun antara buruh dan majikan. Negara sebagai sebuah tempat keberadaan kaum buruh dan perusahan, secara teoritis tidak akan mungkin bisa menyelesaikan persoalan antara dua pihak ini. Negara hanya bisa menjadi penengah terhadap hubungan nilai yang kontra tersebut. Sebagai penengah maka, negara hanya mampu meredakan dengan berbagai tindakan- tindakan politiknya.

Maka ketika Orde Lama memperingati Hari Buruh Nasional, ini merupakan kebijakan politik yang tepat untuk menghargai keberadaan kaum buruh sekaligus menegaskan (secara politis) bahwa perusahan harus hati-hati dalam mempekrjakan buruh. Kehadiran Presiden Soekarno dalam peringatan tersebut, tidak lain juga sebuah langkah politik yang mempunyai makna seperti yang dikemukakan diatas. Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia memerlukan stabilitas pembangunan ekonomi. Dan yang tidak bisa dilupakan, pada masa Orde Lama, pemerintah pernah memberlakukan sistem demokrasi liberal. Langkah Presiden Soekarno itu tidak lain merupakan upaya peredaan apabila ada perselisihan yang tajam antara buruh dengan majikan.

Bahwa Indonesia sekarang baru memberlakukan libur nasional untuk memperingati Hari Burh Internasional (Nasional) tanggal 1 Mei tersebut, tidak lain juga sebagai sebuah langkah politik dari pemerintah dengan makna-makna seperti yang diutarakan diatas. Akan tetapi, persoalannya terlihat terlambat karena baru dilakukan menjelang pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono berakhir. Perayaan Hari Buruh ini semakin mempunyai bukti bahwa Indonesia masuk menuju wilayah-wilayah kapitalis yang dipraktikkan secara

internasional. Kalau pada jaman Orde Baru hari buruh ini mungkin tidak dirayakan, itu juga bisa sebagai bukti rejim tersebut penuh mengontrol segala aktivitas masyarakat dan tidak mempraktikkan kapitalis.

Cara lain untuk meredakan ketegangan anatara kaum buruh dengan majikan adalah berupa penyampaian protes, uneg-uneg terhadap berbagai persoalan dari kaum buruh itu kepada majikan. Unjuk rasa kaum buruh, dimanapun di seluruh dunia merupakan bentyk lain dari penyampaian uneg-uneg tersebut yang ditujukan tidak saja kepada maum majikan tetapi juga kepada pemerntah agar dua pihak ini mampu memperhatikan nasib kaum buruh. Ini

merupakan pendekatan psikologis demi tidak munculnya konlik

yang lebih parah antara kedua belah pihak.

Ke depan, buruh mungkin akan mempunyai problem besar, terutama di negara-negara berkembang. Semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, kalangan industri akan dimungkinkan untukmemaki mesin dalam memproduksi barang-barangnya. Pada sisi lain, di negara berkembang tidak semua masyarakat mempunyai kemampuan intreprenour yang tinggi, membuka usaha sendiri untuk hidup. Inilah yang menjadi tantangan Indonesia di masa depan. Jadi, siapapun yang akan menjadi presiden kelak, tolong jangan bersenang hati dulu. Kemampuan berusaha mandiri dari bangsa Indonesia ini masih minim. Atau apabila terpilih menjadi presiden nanti, galakkan dulu usaha kreatifitas mandiri ini agar tidak gagap menghadapi kemajuan teknologi nanti. 

Sikap Kepada Perempuan:

Garis besar

Dokumen terkait