• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sisi Lain Konlik Internal Partai Demokrat

D

ua tahun menjelang pemilihan umum, Partai Demokrat mendapatkan gangguan cukup kuat, baik dari kalangan

internal maupun eksternal. Secara internal, konlik partai itu

cukup memanas. Beberapa media menyebutkan bahwa ada indikasi ketidakserasian antara ketua dewan pembina dengan ketua umum partai. Pernyataan Susilo Bambang Yudoyono yang menyebutkan kader partai tidak bersih diharapkan mundur, banyak ditafsirkan ditujukan kepada Anas Urbaningrum yang kini menduduki ketua umum. Sebaliknya pernyataan ketua umum partai yang mengatakan kinerja pemerintah harus baik untuk meningkatkan citra partai, banyak yang menafsirkan ditujukan kepada presiden Indonesia. Secara eksternal, disaat Partai Demokrat sedang guncang, tiba- tiba Aburizal Bakrie, calon presiden dari Partai Golkar mencoba melirik Ibas (kader Partai Demokrat dan putra dari Susilo Bambang Yudoyono) dicalonkan sebagai wakil presiden. Nada-nadanya, ada keinginan untuk koalisi antara Partai Golkar dengan Partai Demokrat.

Mengenai silang pendapat antara Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dengan ketua umum partai, kalaupun hal itu benar adanya, sesungguhnya bisa juga dilihat dari sisi positif. Sebab, seperti yang dikatakan Lewis Coser, sosiolog yang menekuni persoalan

konlik, konlik tidak seluruhnya bersifat negatif. Harus ada yang mampu mempelajari manfaat-manfaat positif dari konlik karena

akan mampu memberikan dan membuka wawasan masyarakat secara lebih luas. Meninjau konflik sebagai sesuatu yang juga

mempunyai sifat positif justru memberikan pelajaran sosial bagus di masa depan. Adalah benar bahwa apabila ada pertentangan terbuka antara pemuncuk partai politik, akan membuat citra partai itu terpuruk. Dalam hal Partai Demokrat, hal ini telah dibuktikan dengan terpuruknya posisi sosial-politik partai itu pada peringkat ketiga dari tiga partai besar di Indonesia (Golkar, PDI Perjuangan dan Partai Demokrat). Survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga telah memperlihatkan posisi tersebut.

Akan tetapi, esensi partai politik yang tidak bisa ditinggalkan adalah fakta bahwa di dalam lingkaran itu ada komposisi tokoh dengan massanya. Karena itulah sebuah partai politik pasti akan memiliki segmentasi, yang sering disebut sebagai faksi. Sebagai sebuah organisasi yang berkecimpung pada bidang politik, pengaruh, kekuatan dan kekuasaan sudah pasti terikat kepada masing-masing faksi tersebut. Dengan demikian, tokoh dan massanya yang ada dalam partai politik, pasti mempunyai pengaruh, kekuatan dan kekuatan tersendiri di dalam partai. Ini tidak bisa dielakkan

Di negara yang mempunyai wilayah luas, terbagi menjadi provisni dan kabupaten, sangat memungkinkan segmentasi (faklsionalisasi) partai sebanding dengan jumlah provinsi dan kabupaten. Jadi, DPD tingkat I dan tingkat II, secara teoritik sebenarnya juga bisa dikatakan sebagai faksionalisasi partai politik. Masuk akal apabila di dalam partai tertentu, satu DPD I atau DPD II melakukan ”pembangkangan”. Mereka masing-masing mempunyai tokoh tersendiri. Belum lagi apabila dibagi menjadi cabang dan anak ranting partai. Dari konteks itu, sesungguhnya wajar partai politik itu mempunyai sifat faksional. Kalaupun kemudian partai itu mampu mengecilkan faksinya pada tingkat negara (nasional), tidak bisa lain, sangat tergantung dari tokoh yang ada. Setiap pengelompokan yang ada di daerah tingkat I, II atau cabang dan anak ranting, bersedia menundukkan ketaatannya kepada tokoh tertentu di tingkat pusat. Jadilah kemudian faksi tersebut menciut di tingkat pusat, mungkin ada dua atau tiga faksi. Pada konteks ini, pengaruh seorang tokoh akan berperan untuk mengecilkan jumlah faksi tersebut. Tokoh, dengan demikian mempunyai peran penting dalam keberadaan partai. Ketokohan sering bersifat abstrak. Artinya ketaatan tersebut

bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor. Bisa kharisma, janji- janji politik, keterikatan budaya, ekonomi, ras, agama dan seterusnya. Dengan demikian, dalam kasus di Partai Demokrat, jelas Susilo Bambang Yudoyono adalah seorang tokoh. Ia pendiri dan penggagas dari berdirinya partai ini. Tentu juga mempunyai massa pengikut tersendiri. Sebagai ketua umum, Anas Urbaningrum juga seorang tokoh dan pastilah mempunyai massa tersendiri. Kemampuannya menjadi ketua umum, telah memberikan pesan bahwa ia mempunyai massa tersendiri di dalam tubuh Partai Demokrat. Tidak diragukan pula bahwa Susilo Bambang Yudooyono mempunyai massa besar dengan pembuktiannya sebagai presiden pada sistem pemilihan umum langsung. Kalaupun kemudian terjadi silang pendapat diantara kedua tokoh itu, nilai positif yang bisa dilihat adalah bahwa mereka mempertahankan argumen dan pendapatnya, sebagai seorang tokoh yang harus mempertanggungjawabkan kepada massa yang ada di belakangnya. Massa itu tidak main-main jumlahnya, karena mencapai jutaan di seluruh wilayah Indonesia. Karena itulah bentuk pembelaan diri, bila perlu ”perlawanan” memang harus dilakukan.

Betapapun, sebelum keputusan pengadilan menjatuhkan vonis bersalah, jelas belum ada perasaan bersalah kepada siapapun (termasuk juga kepada Anas kalau memang tuduhan itu ditujukan kepadanya). Pada saat seperti ini, pendapat pribadi sangatlah penting, baik untuk membela diri maupun untuk membela massa yang ada di belakangnya. Ungkapan bernada pembelaan diri Anas yang mengatakan bahwa pemerintahpun harus berjalan bagus demi mendongkrak reputasi Partai Demokrat, adalah posisi untuk pembelaan, bukan sekedar untuk diri sendiri tetapi juga demi massa yang ada di belakangnya. Ini penting dan berperan positif untuk mempersatukan massa tersebut dan untuk menambah ”kewibawaan” diri.

Kalau pernyataan itu ditujukan kepada Susilo Bambang Yudoyono, maka nilai ”keberanian” akan bertambah kepadanya yang bisa memperkuat kesatuan massa sebagai pendukung ketua umum partai. Dengan demikian, kesatuan massa akan teta erat dan utuh, tidak tercerai berai. Sekali lagi, hal ini penting karena meskipun ada silang pendapat antara ketua umum dengan ketua

dewan pembina, Partai Demokrat belum tentu pecah. ”Keberanian” bersilang pendapat tersebut juga penting bagi ketua umum partai demi masa depan karir politiknya. Sebaliknya, kalaupun Susilo Bambang Yudoyono mengatakan kader yang tidak bersih sebaiknya mundur, ini tidak sekedar ditujukan kepada kader Partai Demokrat, tetapi pernyataan itu berguna untuk massa yang ada di belakang Susilo Bambang Yudoyono, dan tentu juga untuk Partai Demokrat sendiri. Tidak ada yang meragukan melimpahnya jumlah massa yang ada di belakang Susilo bambang Yudoyono.

Partai politik memang sudah kodratnya tereksistensi karena faksi-faksi tersebut. Persatuan dan kekuatan partai politik sangat tergantung dari kesatuan dan faksi yaang ada di partai tersebut. Karena itu, secara teori cukup mudah untuk mengembalikan kekuatan partai yang pecah, yaitu mempererat persatuan diantara faksi-faksi yang ada. Jadi, bisa dibayangkan, apabila Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudoyono bertemu dalam beberapa bulan lagi dan kemudian terus-terusan berjalan bersama, keutuhan partai yang kini sedang goyang tersebut akan kembali bisa dilakukan. Masing-masing faksi memiliki massa, yang kalau disatukan akan bisa sekuat batu karang. 

Hindari Jadi Parpol

Garis besar

Dokumen terkait