• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesediaan Berkorban dan Mengalah Dari Partai Politik

A

da hal yang harus dipertimbangkan saat melihat, apakah partai akan bisa bertahan di tengah gempuran cercaan, citra, dan kondite yang tidak positif. Di jaman modernisasi komunikasi seperti sekarang, citra yang menyebar merupakan tantangan paling besar untuk mempertahankan keberadaan lembaga. Partai Demokrat merupakan salah satu partai yang sedang menghadapi persoalan itu saat ini. Baik pejabat teras maupun pejabat yang ada di bawahnya terkena citra buruk karena tuduhan korupsi.

Satu yang dimaksud itu adalah bagaimana cara menghubungkan diri antara pejabat partai dengan konstituens. Penghubungan itu tidak hanya melalui kampanye dan pencitraan saja akan tetapi dengan cara yang sangat sederhana, yakni kesediaan berkorban, bersedia untuk kalah untuk sementara. Kalimat terakhir ini yang paling tidak dimengerti dan paling takut di terima oleh para pejabat partai politik dimana saja, termasuk juga di Indonesia. Korupsi merupakan item utama dari masyarakat Indonesia sekarang sehingga selalu mendapatkan sorotan dimana saja. Secara sosial, korupsi di Indonesia itu dimungkinkan karena kondisi ekonomi negara sedang sulit dan etos kerja masih rendah. Karena etos kerja rendah maka orang ramai-ramai mencari jalan pintas untuk memenuhi keperluan hidup. Korupsi dengan segala turunannya menjadi pilihan memenuhi tuntutan itu. Dan jangan lupa, korupsi itu tindakan yang rasional. Artinya dengan tindakan, biaya dan tenaga yang minimal memperoleh hasil yang maksimal. Inilah yang membuat banyak

anggota masyarakat yang tercebur ke dalam perilaku-perilaku KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).Bangunan jaringan sosial yang dibentuk oleh anggota-anggota masyarakat yang memahami ”teori rasionalisasi korupsi” itu, sebenarnya juga dimanfaatkan untuk melanggengkan tindakan-tindakan KKN tersebut. Meski tindakan korupsi itu rasional tetapi jelas tidak etis dan melanggar segala norma yang ada.

Dengan demikian, kesediaan untuk berkorban untuk sementara dan kesediaan mengalah itu sesunguhnya mempunyai tujuan dan nilai yang kompleks. Partai politik pada hakekatnya adalah lembaga tindakan yang berupaya membangun jaringan. Pada titik yang paling dasar, partai politik terdiri dari komponen-komponen yang berhubungan satu sama lain (sistem). Dengan komposisi dewan pimpinan pusat, dewan pimpinan daerah, dewann pimpinan cabang sampai pimpinan ranting, memperlihatkan bagaimana luasnya jaringan tersebut. Di dalam norma (perundangan yang ada) partai politik yang tumbuh di Indonesia diharusnya mempunyai cabang- cabang di berbagai daerah di seluruh Indonesia (meski tidak harus sepenuhnya). Dengan konteks jaringan yang menggurita tersebut, maka potensi untuk melakukan KKN di seluruh Indonesia itu menjadi semakin besar.

Partai politik yang mempunyai masalah dengan persoalan korupsi, dengan demikian, tidak harus ”meneliti” personil-persinil yang ada di pusat saja. Akan tetapi juga harus memberikan perhatian kepada seluruh personilnya yang ada di berbagai daerah. Intinya kalau personil itu ”mencurigakan”, memang harus segera dikeluarkan dari keanggotaan. Jadi, pemecatan memang menjadi cara yang paling bagus untuk membersihkan partai dari masalah seperti ini. Namun demikian, dalam konteks kehidupan partai politik di Indonesia, justru hal inilah yang paling sulit dilakukan. Di perlukan pengorbanan disini.

Kebanyakan anggota konstituens mempunyai keterikatan dengan para pejabat-pejabat partai. Secara tidak kelihatan, para konstituens itu ternyata mempunyai hubungan yang sifatnya juga mirip-mirip dengan KKN. Pemberian sumbangan untuk menarik simpati dan memilih partai dan nama tertentu dalam pemilu, juga bisa dikatakan

sebagai tindakan kolutif dan nepotism. Secara sembunyi-sembunyi, ada bisik-bisik dan janji-janji atas bantuan yang diberikan itu. Korupsi dengan segala turunannya itu jelas adalah tindakan sembunyi- sembunyi.

Apabila partai politik yang terlibatt korupsi ingin memperthankan reputasinya, mereka harus segera memutuskan hubungan dengan pejabat-pejabat yang berpotensi melakukan tindakan korupsi itu. Disinilah kesediaan partai untuk berkorban harus dibuktikan. Tokoh-tokoh yang membentuk jaringan itu akan berupaya menggembosi partai kalau mereka dipecat. Tidak jarang satu tokoh itu mempunyai jaringan yang luas dengan anggota-anggota konstituens yang jumlahnya banyak. Jadi, apabila seorang tokoh ittu mempunyai ratusan jaringan dan masing-masing jaringan mampu mengumpulkan ribuan anggota, bisa dihitung berapa banyak jumlah anggota konstituens yang menyeberang dari partai politik yang terlibat masalah korupsi. Dengan begitu, potensi sebuah partai untuk kalah dari tingkat pusat sampai daerah, cukup tinggi. Inilah pengorbanan awal yang harus dilakukan oleh partai politik. Kebanyakan para tokoh partai ketakutan untuk melakukan tindakan seperti ini karena cita-citanya amat pragmatis, yakni memegang kekuasaan, sebuah cita-cita yang sesungguhnya jauh dari tujuan awal pendirian partai. Tujuan pendirian partai adalah menghubungkan masyarakat dengan pemerintah.

Bagaimana dengan partai-partai politik yang ada di Indonesia? Sejarah pembentukan dan ketahahan partai politik Indonesia secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu cinta kepada tanah air (sekaligus membenci penjajah) dan cinta kepada

igur. Partai politik yang berasas nasionalisme merupakan partai

yang mempunyai sejarah yang pertama. Dalam perkembangannya, partai juga mencintai figur yang ada. Partai Nasional Indonesia merupakan salah satu dari partai yang mempunyai dua karakter tersebut sekaligus. Ciri-ciri demikian, masih ada sisanya sampai

sekarang hanya saja faktor igur sangat memegang penting. Dalam

hal pembangunan politik pada partai ini, kekecewaan akan terjadi

kalau igur tersebut dinilai melenceng dan nasionalisme Indonesia

hancur di masa lalu. Redupnya Partai Nasionali Indonesia di masa lalu boleh dikatakan disebabkan oleh dua hal tersebut. Para elit

partai tidak berani melakukan perbaikan-perbaikan signiikan untuk

memperbarui citra partai.

Bagaimana dengan Partai Demokrat? Partai ini harus diakui kebesarannya karena hanya dalam waktu kurang dari sepuluh tahun telah menjadi partai besar dan ”merebut” kendali pemerintahan di Indonesia. Pertama, fenomena ini terjadi karena kebosanan masyarakat terhadap Orde Baru yang KKN. Kedua, karena figur

pimpinan yang memikat. Jujur saja, igur itu ada pada Susilo Bambang

Yudoyono, yang kini menjadi presiden Indonesia. Akan tetapi, partai ini harus hati-hati di masa depan. Tuduhan-tuduhan korupsi yang dialamatkaan kepada beberapa pengurus teras partai ini bisa-bisa ditafsirkan menjadi pelecehan terhadap nilai nasionalisme Indonesia, apabila mereka-mereka itu benar-benar terbukti nanti. Korupsi adalah tindakan anti nasionalisme, di tengah kesulitan ekonomi.

Penyebaran Inspirasi

Garis besar

Dokumen terkait