• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menerawang Masa Depan Golkar Pasca Munas Bal

P

erseteruan di tubuh Partai Golkar sudah jelas kelihatan. Beberapa pejabat teras partai ini yang berseberangan dengan Ketua Umum, Aburizal Bakrie datang ke Bali “menyaingi” munas dengan menginap di sebelah hotel dimana munas diselenggarakan. Malah petinggi yang berseberangan itu diusir manakala hendak mencoba menghadiri kegiatan tersebut. Persitiwa ini menandakan bahwa di tubuh Golkar telah terjadi perpecahan. Karena persetEruan itu ada pada tingkat elit, wajar apabila kemudian ada yang mengatakan kalau partai ini akan pecah dalam perjalanannya ke depan. Akan tetapi, apabila dilihat bahwa peserta munas dipenuhi oleh pimpinan dan anggota dewan pimpinan daerah tingkat I dan tingkat II, tafsiran atas pecah belah partai ini kemungkinan mengecil. Akan tetapi kalau dilihat dari fenomenanya itu, kelihatan saat ini Golkar hanya mengalami kertakan. Apakah nanti keretakan itu bisa menjadi perpecahan atau bopeng yang secara pelan-pelan bisa disatukan lagi dalam perjalanannya ke depan, masih dalam tanda tanya.

Banyak yang menyebutkan Golkar merupakan aset bagi politik Indonesia. Pernyataan ini jelas tidak salah. Juga kalau dikatakan partai itu mempunyai sumber daya manusia dengan intelektual tinggi, dengan berbagai pengalaman partai yang komplit. Tetapi tidak keliru juga kalau dikatakan Golkar itu mempunyai masalah tentang sikap monopolis dengan segala dampaknya pada jaman Orde Baru. Kekuatan partai ini ada pada seluruh hal yang diungkapkan diatas. Maka, ketika menghadapi berbagai masalah saat ini, upaya untuk mencari solusinya

akan diambil dari berbagai kekuatan yang ada tersebut.

Dari sisi konlik, boleh dikatakan bahwa ranah konlik paling besar

dari partai ini ada pada struktur atas. Secara teori, dalam kehidupan

politik konlik yang terjadi pada ranah elit, selalu mengikutkan massa

dari masing-masing elit tersebut. Elit dalam politik ditentukan oleh dua hal, yaitu massa dan kapasitas pribadi. Yang masuk kapasitas pribadi disini adalah kemampuan intelektual, kepemilikan ekonomi

dan kemampuan pengaruh. Akan tetapi dalam konlik di partai ini,

massa yang terlibat tidak begitu banyak. Menurut berita yang dimuat beberapa media massa, sebagian besar dari tokoh DPD I dan II hadir. Padahal kekuatan dari pembuatan keputusan dalam partai ini ada pada ranah dewan pimpinan daerah tersebut.

Massa politik dari partai ini kemungkiann besar “dipegang” oleh mereka yang mengendalikan dewan pimpinan daerah, baikk pada tingkat I maupun II. Fenomena ini memberikan output konflik tersendiri bagi Partai Golkar. Artinya ada keuntungan kepada ketua umum yang lama, yang mencalonkan diri menjadi ketua umum baru lagi. Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa kondisi Partai Golkar saat ini adalah retak, masih belum pecah belah karena sebagai besar DPD I dan II hadir dalam musnas yang berlaangsung di Bali. Mungkin kritik banyak berhamburan atas terselenggaranya munas Bali ini, juga mungkin ada rekayasa politik kepentingan, akan tetapi di lapangan memperlihatkan bahwa munas itu berlangsung dengan kehadiran mayoritas dari mereka yang mempunyai kekuatan massa maupun kekuatan suara (dalam membuat keputusan akhir munas). Paartai lain,

seperti Partai Demokrat, juga pernah mengalami konlik seperti ini dan

menggelar hayatan besarnya juga di Bali.

Hasil munas Partai Golkar di Bali ini, pasti akan menyisakan keretakan itu dalam perjalanan mereka ke depan. Ada beberapa hal yang akan terjadi sebagai akibat dari kasus ini. Keberlanjutan

retakan akan beriringan dengan kapasitas dan kualiikasi dari tokoh-

tokoh partai tersebut. Dalam arti, apabila tokoh-tokoh partai yang berseberangan dengan mereka yang terlibat ini benar-benar ingin menjaga idelaisme politik, maka keretakan tersebut akan selesai dengan turunnya atau terhempasnya tokoh-tokoh partai yang tidak setuju dengan munas Bali. Ada kemungkinan akan terbentuk partai

baru yang mempunyai ideology mirip dengan Partai Golkar. Ini memerlukan keberanian dan kehebatan dari tokoh-tokoh pembaharu partai tersebut. Jika keberanian tersebut kurang, yang terjadi adalah lompatan tokoh-tokoh partai ini menuju partai lain. Meskipun ini menuai kecaman, baik dari partai maupun masyarakat luas, akan tetapi itu terjadi demi karir politik politisi yang bersangkutan. Model seperti ini tidak terlalu aneh di Indonesia.

Akan tetapi, apabila ambisi kekuasaan para politisi yang bersebarangan dengan munas Bali ini tetap kuat dan idealism politiknya tidak terlalu kuat, maka yang terjadi mereka akan tetap duduk di Partai Golkar, sambill menunggu waktu yang tepat untuk berbaikan kembali.

Konlik yang terjadi sekerang “dibiarkan” demikian secara alami yang

pada akhirnya mengendap sesuai dengan perjalanan waktu. Perjalanan

waktu yang mengendapkan konlik inilah yang memungkinkan kedua

belah pihak itu akan kembali akur. Bagaimanapun partai politik merupakan kendaraan kekuasaan dan pengaruh. Dan Golkar adalah partai politik yang merupakan kendaraan raksasa untuk meraih kekuasaan itu. Menjadi tokoh di partai ini jelas sulit, berliku dan ketika telah berada diatas kekuasaan Golkar, hanya perlu satu titi untuk meraih kekuasan besar. Inilah yang menjadi salah daya tarik dari partai tersebut. Golkar sebagai sebuah partai masih kuat.

Di balik kehebatan partai itu, kelemahan justru terbayang nyata

pada politisi-politisi yang terlibat di dalamnya. Konlik ini cenderung

memperlihatkan domain kekuasaan menjadi ajang pertarungan dari para politisi internal. Setidaknya itu terlihat dari adanya dua pandangan tentang kapan dan bagaimana seharusnya musyawarah nasional itu diselenggarakan. “Pertempuran” lebih memperlihatkan lagi karena tenggat waktu penyelenggaraan itu mengandung nilai dan citra tentang saat terbaik untuk mendapat kekuasaan, betapapun itu kemungkinan besar mendapatkan sumbangan pikiran dari lembaga jajak pendapat. Politisi yang terlalu mengandalkan kekuasaan sebagai tujuannya berpolitik, pasti menuai kecaman dan lambat laun akan memudar pamornya. Dan hal lain yang menjadi kelemahan Golkar adalah cara pandangnya yang selalu melihat pemerintahan sebagai “lahan” untuk berkecimpung dalam politik. Bukankah berpolitik tidak harus di dalam pemerintahan? 

Menunggu Respon Politik

Garis besar

Dokumen terkait