• Tidak ada hasil yang ditemukan

B

onus demograi sering menjadi perbincangan nasional akhir- akhir ini. Bonus demograi dimaksudkan sebagai kelebihan

penduduk usia produktif yang dimiliki Indonesia, sekarang dan di masa mendatang. Usia produktif masyarakat dipandang mulai dari umur 15 sampai dengan 64 tahun, dimana Indonesia diprediksi mempunyai jumlah usia produktif itu sekitar 200 juta tahun. Ini menjadi puncaknya pada tahun 2028 sampai dengan 2031 saat diperkirakan jumlah total penduduk Indonesia mencapai sekitar 300 juta jiwa. Jumlah angkatan kerja luar biasa melimpah itulah yang menjadi keuntungan Indonesia menghadapi persaingan besar ke

depan. Namun demikian, perbincangan sosial bonus demograi itu

masih banyak kontroversialnya, mengingat berbagai persoalan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat.

Sisi yang mesti dilihat adalah waktu. Seperti yang dikatakan oleh beberapa ahli, bahwa rentang waktu dari sekarang sampai dengan tahun 2028 itu tidaklah terlalu panjang. Waktu 14 tahun untuk mempersiapkan sumber daya manusia terbaik, bukan merupakan waktu panjang untuk itu karena banyak hal yang harus dikerjakan. Mempersiapkan tenaga manusia terampil untuk membenahi skilnya perlu waktu lama dan sistematis demi membentuk manusia mengetahui kemampuan diri. Sistematika itu dimulai dari pengenalan kemampuan dan keterampilan diri, yang mungkin memerlukan waktu sampai anak-anak muda tamat sekolah menengah atas, bahkan sampai tamat perguruan tinggi.

Setelah itu mulai dengan pengenalan kemampuan pendukung untuk memperkuat keterampilan yang bisa jadi memerlukan waktu lebih dari tiga tahun. Untuk membentuk seorang dokter ahli, perlu waktu bahkan lebih dari empat tahun. Setelah itu pengenalan (di) lapangan dan kemudian melatih melakukan inovasi-inovasi berdasarkan temuan di lapangan dan pekerjaan. Inovasi inilah merupakan real

bonus demograi itu yang bisa dipakai untuk kemanfaatan orang

banyak. Menemukan teknologi angin sebagai pembangkit listrik misalnya, merupakan temuan bemanfaat. Dalam konteks demikian, waktu 14 tahun menjelang tahun 2028 tidak bisa dikatakan lama,

paling tidak pas-pasan untuk menyongsong waktu bonus demograi

tersebut.

Selanjutnya adalah kualitas manusia Indonesia. Beberapa predikat pada masyarakat Indonesia sekarang adalah orangnya yang cenderung tidak mengenali kemampuan diri, suka ikut-ikutan sampai dengan predikat orang malas bekerja (berkreativitas). Predikat ini tidak sepenuhnya salah. Terhadap predikat yang tidak mengenali diri sendiri, secara mudah dilihat dari anak-anak sekolah menengah atas. Jika ditayakan kepada diri mereka tentang apa yang dicita-citakan, sebagian akan menjawab tidak mengetahui. Meskipun pertanyaan itu sudah dipertanyakan sejak sekolah menengah pertama, bahkan sekolah dasar. Kegagalan menjawab cita- cita diri ini merupakan kecelakaan besar bagi masyarakat sebab itu menandakan mereka tidak mengenal dirinya. Cita-cita merupakan cerminan dari kemampuan untuk mengenali diri sendiri, bakat dan kemudian upaya mengembangkan bakat dan keterampilan tersebut demi menopang kehidupan mendatang. Cita-cita bukan sekedar ucapan berdasarkan kesenangan belaka, tetapi mengandung makna

besar di dalamnya berupa upaya dan kreatiitas untuk mencapai itu

berdasarkan kemampuan diri pribadi.

Remaja dan pemuda Indonesia masih belum banyak yang tahu masalah ini. Ketidaktahuan demikian berakibat fatal. Pemilihan jurusan dan fakultas di perguruan tinggi menjadi hambar karena didasarkan oleh ikut-ikutan dari teman-temannya. Padahal fakultas, jurusan dan program studi merupakan jembatan untuk lebih mendekatkan cita-cita dari individu bersangkutan demi meraih masa

depan. Pembelajara di program studi akan mampu dijalani secara lebih baik apabila datang dari dalam diri sendiri berdasarkan cita- cita. Bagaimanapun populernya program studi tersebut, apabila tidak didasari oleh pilihan pribadi dan cita-cita sendiri, tidak akan mungkin bisa dijalani dengan baik. Ini akan berpengaruh kepada derajat drop out dari mahasiswa dan tidak terampilnya lulusan perguruan tinggi bersangkutan. Banyaknya pengangguran sarjana di Indonesia sekarang (1 diantara 7 sarjana menganggur), merupakan akibat dari tidak menyatunya antara keterampilan diri dengan kuliah yang dimasuki di perguruan tinggi. Kemalasan bekerja dari masyarakat Indonesia, disamping oleh faktor budaya menurun, ritual membabi buta, juga diakibatkan secara tidak langsung dari tidak menyatunya keterampilan dengan pekerjaan yang dihadapi.

Tidak bisa diabaikan juga adalah sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan di tanah air sudah carut marut secara “sistematis”. Berbicara masalah sistem menyangkut segala persoalan tentang unsur di dalam pendidikan, mulai dari gaji, sarana pendidikan, kesedian tenaga pengajar, dosen, waktu dan sebagainya. Belum lagi apabila dimasukkan persoalan mata pelajaran dan mata kuliah. Seluruh unsur yang disebutkan diatas tersebut tidak terlalu mendukung dunia pendidikan di Indonesia. Antara gaji dosen atau guru sangat tidak mendukung untuk membeli sarana (bahan ajar). Kenaikan pangkat juga selalu ada peraturan baru. Sementara jam dan bobot pelajaran yang diterima siswa (mahasiswa), juga masih banyak dipersoalkan. Penduduk muda yang cerdas tidak bisa dilepaskan dari sarana-sarana tersebut. Manakala sistem itu tidak mendukung, maka kemungkinan besar hasilnya tidak akan bisa bagus. Cita-cita bonus

demograi itu, justru bisa menjadi bomerang. Out put pendidikan tidak bagus membuat tenaga kerja juga tidak bagus. Akibanya, dalam dunia pasar bebas, tenaga kerja sendiri akan bisa menjadi penonton di tanah airnya sendiri.

Inilah yang menjadi tugas pemerintahan mendatang. Untuk mempersiapkan bonus demografi agar benar-benar menjadi keuntungan bagi negara, maka tidak lain persiapan ini harus dilakukan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan. Ini menjadi dasar dari pangkal persoalan yang harus diperbaiki untuk

mempersiapkan menyambut bonus demograis tersebut. Kerja dalam

satu periode kepemerintahan ini mestinya fokus untuk membenahi tingkat pendidikan dan keterampilan. Tidak ada cara lain untuk membenahi kualitas manusia kecuali dengan membenahi pendidikan dan keterampilan. Bahkan yang paling penting adalah pendidikan dasar.

Indonesia mempunyai penduduk terbesar nomor empat di dunia. Apabila ini mampu dimanfaatkan dengan baik, dalam arti memperbaiki kualitas manusianya, akan menjadi aktor utama dalam pergaulan internasional. Akan tetapi, apabila itu tidak mampu dilakukan, justru menjadi persoalan baru yang sangat membahayakan. Angka kriminal, pengangguran, sampai dengan ledakan pendudukan justru menjadi masalah masa depan negara paling berbahaya. 

Potensi Perubahan Sosial Jika

Garis besar

Dokumen terkait