• Tidak ada hasil yang ditemukan

545Al-Afghani biasa merubah-rubah model pakaian dan penutup kepalanya Ketika di Iran,

Dalam dokumen PERAN HIZBIYYIN DALAM DAURAH MASYAYIKH YORDAN (Halaman 103-105)

dia memakai imamah/serban hitam yang merupakan ciri khas orang-orang Syi’ah. Ketika pergi ke Turki dan Mesir dia mengenakan serban putih, kadangkala dengan memakai torbus (topi) terkadang pula tanpa torbus. Ketika ke Eropa dia hanya memakai torbus, sedang ketika ke Hijaz (Arab Saudi) dia memakai kufiyah (kain penutup kepala) dan iqal (tali pengikatnya). Tidak jarang pula dia memakai serban hijau, atau siapa tahu ia juga memakai “burnaithah” (topi ala barat).

“Burnaithah”

Musthafa Fauzi Ghazali dalam kitabnya “Da’wah Jamaluddin Al-Afghani fii Mizaanil Islam” hal.63, berkata :

“Hal ini menunjukkan bahwa dia (Al-Afghani) mempunyai perkara penting yang dirahasiakan dan dirinya berusaha untuk menjaga perkara rahasia tersebut. Dan sesungguhnya ada seseorang di belakangnya yang mengendalikan dan menuntutnya agar ia selalu berganti-ganti penampilan sekaligus berganti-ganti nama”.

Aku (penulis) mengatakan: ”Dan keadaannya yang demikian itu adalah suatu kenyataan yang tidak terbantahkan”.

Dalam kehidupannya, Al-Afghani pernah minum khamr, dia juga memiliki hubungan gelap dengan sebagian wanita tunasusila.

Salim Anjuzi dalam “Da’watu Ijtima’iyyah fii Taariikhil Iraaqil Hadits (3/313) karya Al- Wardi :

“Ia (Al-Afghani) membenci sesuatu yang manis dan menyukai sesuatu yang pahit, sering minum teh dan menghisap rokok”.

Al-Wardi pada kitab yang sama, hal. 311-312 berkata :

“SESUNGGUHNYA AL-AFGHANI PERNAH DIJUMPAI BEBERAPA KALI MASUK AL-MABGHAL ‘AAMM (TEMPAT PELACURAN UMUM) di Asyqubaadz ketika ia mengunjungi tempat itu” (Wahai pembaca yang dirahmati Allah , inilah kenyataan yang sangat mengerikan dari idola Ahmad Surkati As-Sudani sang “penyeru dakwah tauhid, peletak dasar dakwah salafiyyah di Indonesia (kata Abdurrahman Tamimi), seorang ‘alim, yang meluruskan garis perjuangan, berdakwah kepada Al-Kitab dan Sunnah, memerangi kesesatan, telah bekerja mentauhidkan masyarakat… (kata Syaikh Ali bin Hasan di Masjid Istiqlal, Masjid Terbesar kebanggaan umat Islam Indonesia!!!-pen)

Adapun pendapat Jamaluddin dalam masalah sufur (bepergiannya wanita tanpa mahram) dijelaskan dalam salah satu majelisnya yang dinukil oleh Ahmad Amin dalam kitab “Zu’amaa’ul Ishlah fil ‘Ashril Hadits” hal.114, Jamaluddin berkata :

“Menurut pendapatku, tidak ada larangan bagi wanita sering bepergian asal tidak menyiapkan/menggunakan landasan untuk tujuan kemaksiatan (fujur)”.

Aku (penulis) mengatakan: ”Pendapat ini mirip cara yang digunakan At-Turabi (Gembong Ikhwanul Muslimin Sudan, pent.) dalam menetapkan pemikirannya sebagaimana tertulis dalam kitabnya “Addiin wal Fann” ia berkata:

“Boleh bagi wanita berjoget ala disko, ditempat-tempat umum asal tidak merangsang syahwat!”

Mirip dengan ini adalah pendapat Al-Qaradhawi (gembong Ikhwanul Muslimin lainnya, pent.).

Al-Wardi (ibid, III/312) berkata :

“Al-Afghani bukanlah orang yang teguh pendirian ketika berhadapan dengan perilaku teman-temannya dari kalangan umum. Ketika ia tinggal di Kairo, ia pernah pergi bersama temannya ke tempat minum bir di kota Al-Azbakiyyah. Di tempat itu terdapat wanita pramusaji yang cantik dari Eropa. Maka kepada sahabatnya ia berani bertaruh bisa menjadikan wanita itu menangis dan tertawa, mulailah ia mengajak bicara wanita itu hingga dia bisa menangis dan tertawa sebagaimana janjinya”.

Al-Wardi melanjutkan (III/313) “

“Dari peninggalan-peninggalan Al-Afghani didapati surat-surat yang menunjukkan bahwa dia pernah menjalin hubungan dengan wanita-wanita cantik dari Eropa, diantaranya wanita yang sering disebut-sebut bernama “Katty”, barangkali ia lagi gandrung dengan wanita itu atau sebaliknya”. Silakan melihat fakta kejadian ini di halaman berikutnya.

Tentang ibadah shalatnya, berkata Al-Mad’u An-Nabhani dalam kitab “Arraiyyatush Shugra fii Dzammil Bid’ah”, hal.372 :

“Sesunggunya ia (Al-Afghani) pernah mengadakan pertemuan, ketika itu ia menyempatkan keliling universitas Al-Azhar mulai sebelum Maghrib hingga menjelang Isya’ dan ia tidak mengerjakan shalat Maghrib”

23.9 AQIDAH JAMALUDDIN AL-AFGHANI :

Dia termasuk penganut Syi’ah Rafidhah dari sekte Baabiyyah, dia perjelas dengan pernyataannya :

“SESUNGGUHNYA KENABIAN ITU BISA DIUPAYAKAN SEBAGAIMANA MENGUPAYAKAN SUATU PEKERJAAN/PROFESI”

Ahmad Amin (Zu’amaa’ul Ishlah, hal.110) berkata :

“….maka mereka menuduh Al-Afghani dengan tuduhan atheis karena pernyataannya ini, dan mencelanya karena ia mengatakan bahwa nubuwwah (kenabian) adalah suatu pekerjaan (yang bisa dicari), mereka meributkan Al-Afghani hingga ia disarankan keluar dari Al-Istaanah (kota Konstantinopel). Maka ketika ia pergi ke Mesir, sebagian ulama seperti Syaikh Al-‘Ulaisy dan sebagian masyarakat menuduhnya sebagai seorang atheis”.

Salim Anjuziy (salah seorang muridnya yang Nasrani) dalam kitabnya “Taarikhul Ustadz Al-Imam” berkata :

“….ia menyampaikan ceramah secara ceroboh dalam masalah pekerjaan/profesi hingga ia kebablasan/terlalu jauh menerobos batas memasukkan tugas kenabian sebagai salah satu pekerjaan secara maknawi, maka ributlah para penuntut ilmu, dan aku menyerangnya dengan menulis pengingkaran atasnya”.

Dalam “Majallatuz Zahra” jilid I/637 :

Berkatalah penyair Turki –Abdul Haq Hamid Bik dalam peringatan-peringatannya : “Sesungguhnya As-Sayid berkata kepadanya: Sesungguhnya penyebab jatuhnya (Al- Afghani) adalah pernyataannya bahwa nubuwwah termasuk suatu jenis pekerjaan yang bisa dicari”.

Aku (penulis) mengatakan :

“Perkataan Jamaluddin ini adalah perkataan kufur yang tidak perlu dijelaskan lagi. Mengandung pendustaan dan celaan terhadap para Rasul dan risalah yang dibawanya. Adapun Syi’ah sebagai sekte/agama yang dipeluknya, adalah perkara yang jelas”.

Mirza Lutfullah Khan –anak dari bibi Jamaluddin Al-Afghani- dalam kitabnya “Jamaluddin Al-Asdaabaadzi”, hal. 34 berkata :

“Terjadi pengungkapan hakekat Jamaluddin di depan Sultan Abdul Hamid berupa pukulan mematikan yang diarahkan oleh Mudhafaruddin Syah kepada Jamaluddin dengan bukti yang diserahkan oleh Alaa’ul Malik –duta besar Iran di Turki- yang mematikan dengan bukti-bukti kuat bahwa Jamaluddin adalah orang Iran, penganut Syi’ah yang bersembunyi di balik baju Al-Afghani dan mengaku bermadzab Sunni sebagai kamuflase untuk melindungi diri”.

Musthafa Fauzi Ghazali dalam kitabnya “Da’watu Jamaluddin Al-Afghani”, hal.71-72 berkata :

“Kalau kita kaji dengan seksama perikehidupan Jamaluddin Al-Afghani mulai dari awal hingga akhir hayatnya, maka nampak jelas bagi kita bahwa seluruh kehidupannya telah tercelup oleh paham Syi’ah. Dia sering berpindah-pindah dari madrasah satu ke madrasah lainnya, dari negara satu ke negara lainnya, dari guru yang satu ke guru yang lainnya dan di setiap perpindahan itu dia tetap memeluk Syi’ah yang murni”.

Dia pernah belajar di madrasah tingkat dasar di Qazwain (salah satu kota di Iran). Dikabarkan disana dia dipenjara bersama Al-Baabi karena terlibat pembunuhan Syah Nashiruddin. Setelah itu dia pindah ke Teheran (ibukota Iran) untuk mempelajari ilmu-ilmu syari’ah dan menyelesaikan studinya.

Selanjutnya dia pindah ke Iraq untuk memperdalam ilmunya, tepatnya di Al-Ahbaat Muqaddasah yaitu suatu tempat suci di Iraq yang biasa diziarahi oleh para pelajar Syi’ah dari seluruh penjuru dunia.

Al-Wardi dalam kitabnya memperjelas keterangan tentang Syi’ah-nya Al-Afghani, diamana dia selalu berupaya untuk taqrib/melakukan pendekatan antara Sunni dan Syi’ah dan Al-Wardi menujukkan bukti berupa surat-surat Al-Afghani kepada ulama-ulama Syi’ah.

Al-Wardi berkata: ”Aku dapati surat-surat Al-Afghani kepada para ulama Syi’ah. Secara lahiriah nampak jelas bahwa Al-Afghani demikian paham tentang bagaimana ia harus

547

Dalam dokumen PERAN HIZBIYYIN DALAM DAURAH MASYAYIKH YORDAN (Halaman 103-105)

Garis besar

Dokumen terkait